Son Seungwan's eyes
Teringat akan nasihat ayah entah berapa tahun lalu, yang jelas diingatanku saat itu adalah Senin sore ketika ayah baru tiba di rumah setelah penerbangan panjangnya. Sore dengan hujan salju ringan itu ibu rela menjemput ayah ke bandara dan menyetir sejauh lebih dari 50 KM dari rumah nenek di Gyenggi-do ke Bandara Internasional Incheon – dimana kami berencana menghabiskan liburan musim dingin disini- ayah merangkul ibu dan mencium lembut di dahi yang mulai keriput itu, ibu hanya tertawa sambil mencoba menyiku ayah – mungkin Ibu malu karna aku jadi saksi bagaimana ayah memperlakukan ibu dengan sangat sempurna.
"tak perlu rupawan atau seorang pewaris perusahaan, carilah suami sederhana seperti ayah memperlakukan ibumu. Ibumu adalah satu satunya wanita yang mampu membuat ayah bertekuk lutut, tentu saja selain nenek." Ucap ayah sambil tertawa, disusul dengan wajah malu ibu. Aku yang kala itu baru saja patah hati karena ditinggal tanpa alasan, entah mengapa menjadi percaya bahwa lelaki baik seperti ayah masih tersisa di dunia ini.
"hanya dengan memiliki ibumu, lalu hadir Donghae dan kau, seketika hidup ayah terasa sangat kaya. Kalian adalah harta terbaik yang pernah ku miliki. Jadi ku harap suatu hari nanti kau akan menemukan seorang lelaki yang memperlakukanmu seperti harta yang paling berharga, dan menjagamu dengan sangat baik dan berhati-hati.." kalimat itu sangat melekat diingatanku, dan lama kelamaan menjadi sebuah tolak ukur bagiku dalam memilih laki-laki.
Aku pernah menjalin hubungan dengan beberapa lelaki, namun entah karena sedang tidak beruntung atau memang tidak ada laki-laki yang menyerupai ayah maka hubunganku dengan beberpa pria tersebut tak pernah berakhir bahagia. Orang menyebutku terlalu pemilih dalam memilih laki-laki, dan dengan sarkas ku jawab "tidak ada wanita yang mau hidup dengan pria tidak baik" dan itu memang benar adanya. Sekali ku lihat teman kuliahku menikah dengan pria yang baru saja dikenalnya,dan pernikahan mereka berakhir dengan perceraian. Ada pula yang sudah lama menjalani bahtera pernikahan, justru hancur karena perbedaan persepsi. Hal-hal tersebut membuatku menjadi semakin hati-hati dalam memilih pria yang nantinya –mungkin- akan berakhir menjadi suamiku. Aku terlalu terobsesi dengan pernikahan harmonis ayah dan ibu. Rasanya bisa ku hitung dengan jari berapa banyak ayah dan ibu bertengkar. Hubungan mereka nyaris tanpa pertengkaran, dan terlihat sangat tentram. Maka itulah yang sedang kucoba jalani bersama Chanyeol saat ini.
Aku dan Chanyeol memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dari sebelumnya. Aku melihatnya sebagai sosok yang bertanggung jawab, mandiri, seorang pekerja keras, fokus dan berdedikasi. Beberapa sifat itulah yang kupikir –setidaknya- hampir menyerupai ayah. Ayah selalu berusaha menemani ibu disela-sela waktu kerjanya, begitu pula dengan Chanyeol. Lelaki jangkung itu selalu menempatkanku pada prioritas utamanya, meski aku sendiri tak tau apa alasannya untuk menjadikanku prioritasnya disaat kami belum meresmikan hubungan ditahap selanjutnya. Awalnya aku berfikir mungkin dia merasa kasihan padaku sesaat setelah kehilangan ayah, namun kenyataannya hingga lebih dari setahun dia masih sama. Masih menjadi Chanyeol yang menempatkanku diurutan pertama prioritasnya. Jadi ku pikir Chanyeol memang benar mencintaiku, meski aku sendiri masih tidak begitu yakin bahwa aku juga mencintainya sedalam itu. Aku masih mencoba semampuku untuk menjadi wanita terbaik menurut versinya. Tiap laki-laki tentu memiliki beberapa tipe wanita idaman, dan saat ini aku sedang mencobanya. Chanyeol suka bermain musik, maka aku memainkan beberapa instrumen dan bahkan bernyanyi untuknya. Chanyeol suka sekali makan makanan manis, maka sebisa mungkin aku membuatkan beberapa jenis cake dan chocolate cookies hingga macaroon khusus untuk dibawanya bekerja. Seserius itu aku terhadapnya sehingga aku berani bertransformasi menjadi sosok wanita yang diimpikannya. Atas semua perlakuanku terhadapnya, maka aku ragu atas perasaanku. Apakah ini cinta atau obsesi?
*
Aku menatap lurus pada bunga lili yang sudah layu dihadapanku, itu bunga pernikahan Irene minggu lalu dan hingga saat ini masih ku simpan dengan baik di meja kerjaku. Mungkin saja dengan adanya bunga itu di meja kerjaku dapat membuatku semangat bekerja mengejar deadline sementara Irene dan suaminya sedang berbulan madu di benua Eropa. Aku menghela nafas lesu, sudah 2 hari ini aku duduk disini kekurangan tidur, tidak ingat kapan terakhir kali aku makan sedangkan otak dan tanganku harus bekerja keras menggambar beberapa gambar yang harus aku selesaikan dalam waktu 3 hari ini. hingga tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara ponselku yang berdering. Itu panggilan dari Chanyeol...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Love you [COMPLETE]
RomanceAku tak mencintaimu, begitupun kau padaku. Namun akhirnya kenyataan menamparku, justru aku yang terlalu mencintaimu.