Son Seungwan's Eyes~
Ku tatap bahu lebar Chanyeol yang sedang berbaring diatas kasurku. Tubuhnya meringkuk dan dia tampak tak tenang dalam tidurnya. Sesekali ia mendesah dan menghela nafas lalu terbangun dari tidurnya secara tiba-tiba yang juga membuatku ikut terbangun. Sejak kedatangannya tadi malam yang tiba-tiba dengan keadaan wajah lesu dan tubuhnya yang lemas, ia tak terlalu banyak berbicara. Saat ku tanya apa yang sebenarnya terjadi hingga ia menangis seperti tadi, ia hanya jawab sedang ada masalah pekerjaan yang cukup rumit hingga ia sendiri tidak bisa menjelaskannya. Sepasang matanya tampak lesu, memperlihatkan beban berat yang sedang diembannya Aku menawarkan bantuanku untuknya, sekedar membuatkan creamy pasta kesukaannya. Sayangnya ia menolak tawaranku dengan alasan bahwa aku sudah cukup lelah dengan pekerjaanku sendiri.
"Wendy?" aku terbangun ketika samar-samar mendengar suara Chanyeol. Aku membuka mata perlahan dan menemukan Chanyeol yang sedang menatapku.
"ada apa, sayang? kau tidak bisa tidur?" tanyaku, ku raih telapak tangan besarnya dan ku genggam dengan erat. Chanyeol balas menggeleng dan hanya menatap ke dalam mataku lurus. Tangannya terasa berkeringat, sedang tatapannya terlihat sangat sayu.
"astaga, Chanyeol! kau demam!" ucapku panik saat aku mengusap lembut dahinya yang tampak berkeringat. Aku segera bangkit dari kasur untuk mengambil handuk, air hangat serta termometer yang ada di dalam kotak obatku.
"kau tidak perlu melakukan ini padaku, Wendy." Aku menatapnya dengan tatapan heran. Ini adalah kali ketiga atau kedua dalam setahun Chanyeol mengalami demam tinggi seperti ini. Kali terakhir suhu tubuhnya mencapai 39 derajat tapi ia tidak mengatakan kalimat semacam itu. Dia menerima setiap perlakuanku dan tampak senang saat aku merawatnya. Tapi kali ini justru bertolak belakang dengan yang terakhir kali dilakukannya. Mungkin masalah pekerjaannya sangat mempengaruhi suasana hatinya.
"aku bisa pergi ke UGD sekarang. Kau tak perlu merawatku." Chanyeol menahan tanganku saat akan memasangkan handuk hangat ke atas dahinya.
"biarkan aku yang merawatmu." Aku bersikeras untuk meletakan handuk tersebut diatas dahinya yang benar-benar terasa panas.
"Jika keadaanmu tidak membaik, pagi nanti aku akan membawamu ke rumah sakit." Kali ini Chanyeol diam, namun ia tak mau menatap wajahku.
"listen, aku memang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padamu dan pekerjaanmu. Tetapi tak ada salahnya kau ceritakan padaku tentang apa yang sedang terjadi." Aku meletakan termometer di ketiaknya. Setelah terdengar suara Pip! Ku ambil kembali termometer tersebut dan terlihat angka 38,7 di alat tersebut. Suhu tubuhnya sangat tinggi, wajahnya yang memerah itu menunjukan semuanya.
"kau tunggu disini, biar ku buatkan kau bubur." Saat aku baru berdiri, Chanyeol menahan tanganku. Ku lihat matanya berair, entah karena suhu tubuhnya yang sangat tinggi atau memang ia menangis lagi.
"tidak usah. Kau lanjut tidur saja." aku menghempas tangannya agak keras dan hal itu membuat Chanyeol tampak terkejut dengan apa yang baru saja ku lakukan. Selama lebih dari 1 tahun berhubungan dengannya aku tak pernah sekalipun bersikap seperti ini pada Chanyeol. Aku sadar kali ini aku sudah kehilangan kesabaran.
"aku memang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padamu, Park Chanyeol! Aku tak tau seberat apa masalah pekerjaanmu hingga kau menolak bertemu ibuku, menolak ajakan makan malam bersama keluargaku, dan aku yakin jika saja aku tidak menghubungimu terlebih dahulu dalam seminggu belakangan ini, kau pasti tidak akan memberi kabar apapun padaku kan?" kali ini habis sudah kesabaranku. Aku tidak bisa hanya diam memendam semua pertanyaan yang memenuhi pikiranku sejak beberapa hari terakhir. Semenjak dia pamit ke New York, tidak seharipun ia menghubungiku terlebih dahulu. Selalu aku yang harus mengirimnya pesan dan menelfonnya. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada Chanyeol di New York, bagiku sikapnya yang melampiaskan masalah pekerjaannya ini padaku dan hubungan kami sudah sangat fatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Love you [COMPLETE]
RomanceAku tak mencintaimu, begitupun kau padaku. Namun akhirnya kenyataan menamparku, justru aku yang terlalu mencintaimu.