3.

2.7K 230 0
                                    

"Apakah Tuhan mengirimkan kamu untuk menjadi sayap pelindungku? Apakah ini semua nyata atau hanya ilusi saja? Aku harap ini semua nyata. Karena aku takut untuk merasakan rasa sakitnya patah hati."
-(Namakamu) Putri Raynzaldi-
***
Happy Reading!
***

Setelah kejadian di ruang Mr. Ferdi, (Namakamu) berkata bahwa ia ingin di kampus dulu untuk menunggu temannya. Dengan senang hati, Iqbaal akan menemani gadis itu. Dari pada (Namakamu) sendiri di kantin, lebih baik ditemani olehnya. Lagi pula hari ini Iqbaal tidak memiliki jadwal kemana-mana.

"Aku temenin ya? Nggak apa-apa, kan?" tanya Iqbaal. Sebenarnya, (Namakamu) tidak masalah Iqbaal menemaninya. Namun, jika nanti Iqbaal bertemu dengan Salsha. Gadis itu akan berteriak histeris melihat laki-laki yang tadi pagi mereka bicarakan. "(Namakamu), tante Shania itu kenapa pinter banget bikin cupcake sih?" ucap laki-laki itu setelah menelan kue yang sedang ia makan. "Hehe, nggak ngerti sih. Tapi, itu yang bikin gue sama bang Rafa nggak pernah bosen untuk bawa itu ke sekolah. Mangkannya kita jarang jajan di sekolah," ucap (Namakamu). Setelah itu (Namakamu) mengalihkan kembali fokusnya ke depan laptop. Ia sedang menambahkan tulisan skripsinya, sudah hampir mendekati sidang. Ia harus cepat untuk menyelesaikan skripsi tersebut.

"Coba lihat sini, mau aku bantu nggak? Tapi, aku bantu ambil benang merahnya aja ya. Nanti kamu lanjutin," ucap Iqbaal kemudian menggeser laptop tersebut. "Ini, kalimat ini aku hapus ya. Kurang nyambung soalnya, kamu tuh gimana sih? Katanya penulis novel. Masa gini aja nggak bisa," ucap Iqbaal. (Namakamu) langsung melayangkan pukulan kepada bahu laki-laki itu. "Kamu pikir nulis novel sama skripsi tuh sama? Kok nyebelin sih Baal?" sungut (Namakamu).

Sementara yang dipukul hanya melirik sejenak, tanpa menjawab apa pun. Jari jemarinya terus-menerus memijit huruf-huruf yang ada di keyboard laptop (Namakamu). Dalam waktu sepuluh menit, Iqbaal sudah mampu menulis 500+ kata, kalau (Namakamu) mungkin hanya 100. Itu saja pasti akan stuck. "Nih, segini cukup kan?" tanya laki-laki itu, kemudian ia mengambil lagi cupcake yang ada di kotak bekal (Namakamu).

"Iqbaal, ini cukup banget. Makasih yaa," ucap (Namakamu seraya memeluk laki-laki itu, (Namakamu) senang sekali. Bahkan ia tak sadar bahwa sudah ada Salsha yang mendekat ke arah mereka.

"EKHEEM!"

Suara dehaman Salsha sukses membuat (Namakamu) melepas pelukannya. "Sal? Eh—" (Namakamu) mengerutkan keningnya, saat melihat Salsha datang bersama Ardian. "Lu ngapain Ar?" tanya (Namakamu). Sebelum menjawab pertanyaan (Namakamu), Salsha dan Ardian duduk di kursi yang ada di hadapan Iqbaal dan (Namakamu). "Dia siapa (Nam..)?" tanya Salsha sinis. (Namakamu) langsung melirik ke arah Iqbaal.

"Hem—anu, dia itu anak temen ayah. Yang tadi pagi gue ceritain sama lu," ucap (Namakamu) dengan hati-hati. Salsa masih diam, mencoba mencerna kata-kata yang sahabatnya ucapkan. "OH JADI INI YANG BAKAL DI—" (Namakamu) langsung membekap mulut mercon sahabatnya itu. "Sal?!" Kemudian Salsha pun mengangguk dan terkekeh sejenak. "Hehe, sorry. Kan gue excited," ucap Salsha. Sementara itu, Iqbaal dan Ardian hanya menatap bingung kepada kedua perempuan itu.

"Kalian tuh ngomongin apa sih?" tanya Ardian. "Nggak, nggak ngomongin apa-apa. Kenapa?" Ardian hanya menggeleng. Tak lama kemudian pesanan Ardian dan Salsha pun datang. "Ini Mas, Mba. Pesanannya," ucap sang pelayan kantin. "Terima kasih ya, Mba." (Namakamu) melirik Iqbaal sejenak, kemudian mengambil uang di tasnya. "Baal, aku mau pesen orange juice kamu mau nitip apa?" tanya (Namakamu) sebelum ia pergi. "Nggak usah, kamu duduk di sini aja. Biar aku yang pesen," ucap Iqbaal.

My Wedding Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang