19

1.8K 220 8
                                    

"Meskipun banyak sekali perempuan cantik di luar sana yang mampu memikat hati, kalau dengan kesederhanaan yang kamu miliki saja sudah membuatku cukup bahagia. Untuk apa aku mencari yang lainnya?"
-Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan-
***

Hari demi hari terlewati dengan baik, segala rencana-rencana Iqbaal dan (Namakamu) berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Meskipun, di rumah saja. Hal itu tak membuat keduanya kesusahan, namun selama hampir 3 minggu ini. Iqbaal terus-menerus memikirkan cara agar (Namakamu) segera mengetahui masa lalunya.

Sulit bagi Iqbaal menceritakan perihal Raisya dan masa lalunya kepada (Namakamu). Iqbaal takut, jika nanti (Namakamu) mengetahui apa dan siapa masa lalunya, gadis itu pasti akan memikirkan hal-hal yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi.

"Baal? Ini bagusan yang mana covernya?"

Gadis yang sedari tadi memandang layar laptopnya, langsung menoleh. "Iqbaal?" panggilnya sekali lagi, "kamu kenapa?" Iqbaal mengerjap, kemudian menoleh ke arah (Namakamu). "Eh, iya? Kenapa (Namakamu)? tanyanya.

Gadis itu mengerut sejenak. "Kamu mikirin apa, Mas?" tanya (Namakamu). Sebetulnya, sudah beberapa hari ini. Ia memperhatikan tingkah laku Iqbaal yang lebih sering melamun, (Namakamu) ingin menanyakan apa yang sedang laki-laki itu pikirkan.

Namun, ia sering sekali lupa. Kerjaannya dengan Iqbaal benar-benar sibuk sekali, mereka hanya berbincang 30 menit sebelum tidur. Ditambah lagi, (Namakamu) sedang menggarap sebuah naskah yang akan terbit.

"Ah, enggak, Sayang. Maafin aku, ya? Tadi kamu tanya apa?"

"Enggak apa-apa, aku ngantuk. Tidur, yuk."

(Namakamu) mematikan laptopnya, kemudian meletakannya di atas meja nakasnya. Lalu, mematikan lampu kecil yang ada di atas meja tersebut.

"Sayang?"

"Iya, Mas?"

"Aku cinta kamu," ucap Iqbaal seraya menarik (Namakamu) ke dalam pelukannya. "Kamu tidur kayak gini, ya? Aku kangen."

Gadis itu hanya mengangguk dan menenggelamkan wajah di pelukan Iqbaal, kemudian mereka mulai menelusuri alam mimpi satu sama lain.

Mentari pagi mengusik tidur seorang laki-laki yang kini sedang menarik selimutnya guna menutupi sinar yang terang tersebut. Namun, tiba-tiba ada tarikan yang berasal dari sebelah kanannya. "Baal, bangun. Kamu nggak ada kerjaan atau meeting penting? Aku inget kayaknya kemarin kamu minta aku bangunin kamu jam setengah 7, ini udah jam 6 lewat 15. Kamu nggak mau mandi dulu?"

Tak ada jawaban dari laki-laki itu membuat (Namakamu) menggeram gemas, akhirnya tangan mungil gadis itu menarik selimut yang menutupi tubuh kekar laki-laki yang kini tengah asyik dengan mimpinya. "Hmmm—5 menit lagi ya, (Namakamu). Aku ngantuk banget," ucap Iqbaal dengan mata yang masih terpejam. (Namakamu) menggeleng, kemudian mengambil handuk dan kemeja serta celana bahan untuk Iqbaal. "Aku mau ke kantor dijemput Salsha, kalau kamu ketinggalan meeting kamu jangan salahin aku."

(Namakamu) meletakkan handuk dan sepasang baju Iqbaal di tepi kasur. Mendengar perkataan istrinya, Iqbaal langsung membuka matanya. "Kamu mau ke kantor, ngapain?" tanya laki-laki itu seraya bangun dari tidurnya dan duduk sembari mengucek matanya. Gadis itu melirik suaminya dari kaca riasnya, kemudian tersenyum. "Hari ini aku mau ketemu Raya Kinanti, terus urus cek barang dari percetakan. Katanya hari ini novel Raya udah jadi, abis itu ngurus ISBN ke perpusnas."

Iqbaal mengusap wajahnya. "Jangan capek-capek, kamu puasa." (Namakamu) beranjak dari duduknya dan menghampiri suaminya tersebut. "Iya, Mas. Yaudah, kamu mandi. Airnya keburu dingin, jangan tidur lagi. Aku tunggu kamu di luar ya?" Kemudian (Namakamu) mengusap pipi Iqbaal dan memberikan kecupan singkat di bibir laki-laki itu. "Hahaha, aku keluar. Jangan mikirin aneh-aneh, puasa."

My Wedding Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang