2.

3.1K 249 6
                                    

"Jika harus denganmu, apakah ada alasan aku menolak segala rasa yang sudah Tuhan berikan? Tidak. Aku tidak akan sebodoh itu."
-Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan-
***
Happy Reading!
***

Sesuai dengan permintaan sang ayah, kini mereka semua sudah berkumpul di sebuah restoran. Makan malam ini, lebih seperti acara pertemuan teman lama. Herry dan Raynzaldi adalah teman lama, dulu mereka pernah menjadi partnership. Tetapi, sekarang sudah jarang. Rencana mereka untuk menjodohkan kedua anak mereka, tidak terwujudkan pada Rafa dan Ody. Namun, sepertinya pada Iqbaal dan (Namakamu). Mereka bisa memikirkan itu ke depannya.

"Jadi, (Namakamu) sekarang sudah semester berapa, Nak?" tanya Rike. Sejak pertemuan yang terkesan canggung tadi, Rike berusaha untuk mencairkan suasana. Sesekali ia mencoba untuk mengingat peristiwa-peristiwa masa kecil (Namakamu), yang tentu saja membuat yang lainnya ikut tertawa mendengar hal tersebut. "Udah semester 6, Bunda," ucap (Namakamu) sopan. "Oh, berarti sebentar lagi lulus ya? Sama dong kayak Ale, iya kan Le?"

Iqbaal mengangguk seraya tersenyum. "Ehm, kalau gitu (Namakamu) ke toilet dulu, ya. Permisi." Dengan segera gadis itu beranjak dari kursinya. "Bang Rafa, itu anak lu?" tanya Iqbaal. Rafa menoleh, kemudian mengangguk. "Iya, Baal. Haha, waktu gue nikah lu di Amerika ya?" Iqbaal mencoba mengingat kejadian tersebut, sedetik kemudian laki-laki itu tertawa. "Haha, iya Bang. Gue masih ujian, sorry ya nggak dateng."

Rafa mengangguk seraya mengelus-elus kepala Keinan. Putranya itu mudah sekali tertidur, hanya dengan elusan tangan siapa saja. "Eh, Ody udah berapa bulan kandungannya?" tanya Nabilla. "7 bulan Teh, hehe. Dulu pas Teh Nabilla lahirin Keinan, Teteh lahir normal?" Nabilla mengangguk seraya tersenyum. "Wah, hebat ya. Semoga Ody juga bisa ya," ucap Ody. Kemudian tangannya langsung digenggam erat oleh sang suami. "Semoga bayinya selalu sehat ya, Sayang. Mau lahiran normal atau enggak, yang penting kamu sehat dan anak kita juga," ucap Mas Adi.

"Bisa permisi, saya mau lewat."

"Hai cantik, mau ke mana sih? Buru-buru amat, mending sini sama abang aja."

"Lepasin atau saya teriak?!"

Terdengar suara keributan dari arah sebelah kanan, Iqbaal langsung menoleh. "(Namakamu)?!" pekik Rafa, ketika laki-laki itu ingin beranjak dari duduknya. Iqbaal menahan dan berkata, "biar gue aja Bang." Iqbaal berdiri dan menghampiri (Namakamu).

"Lepasin tangan kotor Anda itu, sebelum saya buat Anda sujud di kaki saya."

Suara bariton Iqbaal sukses membuat laki-laki yang sedari tadi mencoba untuk menarik-narik tangan (Namakamu) langsung melepaskannya dan berbalik arah menatap Iqbaal. "Mau jadi jagoan lu?" tanya laki-laki tersebut. Tanpa pikir panjang, (Namakamu) langsung berlari ke arah Iqbaal. "Kalau berani jangan sama cewek."

Karena tidak terima dikatakan seperti itu, laki-laki tersebut memberikan serangan pertama kepada Iqbaal. Namun, gagal. Ketahuilah, semasa SMA Iqbaal selalu mengikuti latihan karate dan selalu memenangkan piala. Jika ada perlombaan karate. Iqbaal melayangan pukulannya ke bagian perut laki-laki itu, kemudian ia menendang kakinya. Laki-laki tersebut terjatuh dan mencoba untuk menahan pukulan demi pukulan yang Iqbaal berikan.

"Ampuun, iya saya minta maaf," ucap laki-laki itu. "Minta maaf sama dia, atau kamu bakal mati di tangan saya?!" Kemudian laki-laki tersebut bangun dan menghampiri (Namakamu). "Ss—sayya minta maaf ya, Mbak." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, laki-laki itu berlari meninggalkan tempat itu. Kegaduhan yang terjadi sukses membuat perhatian seluruh pengunjung restoran menjadi berpusat kepada Iqbaal dan (Namakamu). "Kamu nggak apa-apa?" tanya Iqbaal. (Namakamu) hanya diam, ia tak tahu harus menjawab apa. "Yaudah, kalau gitu ayok ke sana," ajaknya seraya memegang kedua pundak gadis itu. Tampaknya (Namakamu) masih takut dengan kejadian yang baru saja terjadi.

My Wedding Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang