11

2.1K 223 8
                                    

"Aku tahu bahwa setelah Tuhan menghukumku lewat kamu, aku semakin sadar bahwa aku adalah makhluk paling berdosa. Aku harap, Tuhan cepat menyudahi segala hukuman ini. Karena aku tak sanggup untuk melihatmu terpejam seperti ini."
-Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan-
***
Happy Reading!❣
***

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Iqbaal terus-menerus memanggil nama (Namakamu). Sedari tadi ia sudah menangis, Iqbaal merasa bodoh sekali telah membiarkan (Namakamu) memutar tubuhnya. Kalau saja Iqbaal bisa memutar waktu, ia rasanya ingin tetap berada di posisi awal sehingga yang tertembak adalah dirinya, bukan (Namakamu).

"Sayang, hei! (Namakamu)! Kamu janji kan sama aku, kamu mau nikah sama aku. Tapi, kenapa kamu malah tidur kayak gini? Ayo, sayang. Kamu janji ya sama aku, kamu harus bangun. Ok?" ucap Iqbaal. Kemudian para perawat yang sedari tadi membantu Iqbaal mendorong bangsal (Namakamu) menahan dirinya untuk menunggu di luar ruang UGD.

"I am sorry, Sir. You just stay in here," ucap perawat tersebut. Iqbaal terus-menerus mencoba untuk memaksa masuk, namun terus ditahan oleh perawat tersebut. Tak lama kemudian, dokter datang dan masuk ke dalam ruang UGD. Kini yang hanya dapat Iqbaal lakukan adalah berdoa.

"Ya Allah, semoga (Namakamu) nggak apa-apa. Hamba mohon, ya Allah. Sembuhkanlah (Namakamu), jangan kau ambil dia ya Allah."

Iqbaal duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang UGD, sesekali ia menoleh ke arah pintu putih tersebut. Berharap dokter yang sedang memeriksa (Namakamu) cepat keluar.

"Baal, (Namakamu) gimana?" tanya Bryan. "Masih diperiksa dokter, Yan? Lu udah nemu orangnya siapa?" tanya Iqbaal. Tak lama kemudian ada seorang perawat perempuan yang datang dan memberikan jas putih Brian. "Nanti gue jelasin ya, gue mau cek keadaan (Namakamu) dulu."

"Gue harap lu bisa kasih kabar baik ke gue, ya Brian."

Brian hanya mengangguk, kemudian ia membuka pintu ruang UGD tersebut. Iqbaal bingung, haruskah ia mengabari keluarganya dan keluarga (Namakamu)? Kalau iya, sudah dipastikan Iqbaal akan kena amarah ayah, bunda, om Raynzaldi, tante Shania. Terutama kakak laki-laki (Namakamu), Rafa. Iqbaal yakin Rafa akan marah besar dengannya karena terlalu lalai menjaga (Namakamu), Iqbaal melanggar janjinya kepada Rafa.

Tak lama kemudian, Bryan keluar dari ruang UGD. "Baal? Kayaknya (Namakamu) harus dibawa ke Indonesia deh. Stok darah di rumah sakit sini abis," ucap Brian yang membuat Iqbaal langsung menegang. "Indonesia? Emang golongan dia apa? Separah itu Yan?" Bryan hanya mengangguk, kemudian ia menepuk bahu Iqbaal.

"Iya, sorry bro. Gue nggak bisa bantu banyak. Peluru yang tadi itu parah dan bikin (Namakamu) kehilangan banyak darah, sementara stok darah di sini kosong. Golongan darah yang dibutuhin itu golongan darah A resus negatif. Golongan darah yang langka," ucap Bryan.

Iqbaal mengusap wajahnya kasar, ia bingung sekarang harus bagaimana. Mau tidak mau, Iqbaal harus membawa (Namakamu) ke Indonesia sekarang juga. Kalau tidak, nyawa gadis itulah taruhannya. Tidak! Iqbaal tidak siapa, jika harus kehilangan (Namakamu).

"Oke, Yan. Lu bisa bantu gue kan, buat ngurusin surat rujukan ke rumah sakit di Jakarta?"

"Bisa, kalau gitu gue tinggal bentar ya. Lu bisa masuk kalau mau liat keadaan (Namakamu)."

Iqbaal mengangguk, kemudian ia masuk.

"Hei, (Namakamu) Putri Raynzaldi. Tuan Putri yang paling cantik, apa kabar? Hehe, (Namakamu). Kamu bangun dong, udahan bercandanya. Nggak lucu tau, aku nyerah deh. Janji, aku nggak bakal ledekin kamu lagi. Bangun (Namakamu), katanya kamu mau nikah sama aku. Kok malah tidur di sini?"

My Wedding Dream✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang