34

4.6K 865 258
                                    



Jisung membuka pintu atap sambil mengeluarkan rokoknya. Ia menyemat api pada ujung batang rokok yang ia hisap dan menghirupnya sebelum menghembuskan asap itu. Seperti biasa, ia melihat pemandangan kota dari atap sekolahnya. Melihat jalanan yang selalu sibuk itu tidak pernah membuatnya bosan.

Rokok itu lama kelamaan memendek dan ia membuangnya ke tanah, tak lupa menginjaknya hingga apinya mati. Kemudian ia mengambil sebatang rokok yang lain dan menyelipkannya di mulutnya. Tangannya menutupi arah angin agar api dapat muncul namun ia terhenti begitu mendengar suara isak tangis di dekatnya.

Jisung menoleh, awal dia masuk tadi ia tidak sekalipun mendengar suara tangisan. Atau iia terlalu larut dalam pikirannya?

Apapun itu, ia akan berusaha mencari sumber suaranya. Tidak mungkin itu hantu. Apalagi di siang bolong seperti ini—sebenarnya sore, Jisung hanya tidak ingin merasa takut, dan agak mustahil mengingat ia selalu pergi kesini dan tak sekalipun menemui hantu.

Ia mengembalikan puntung rokok di bungkusnya kembali dan mulai mencari tempat-tempat yang sekiranya dekat dengan sumber suara. Ia mencari di sebelah kanan, dan langsung menyerah karena disana penuh dengan rongsokan. Lalu mencari di beberapa tempat lagi mengingat atap itu cukup besar.

Kakinya melangkah mendekati sumber suara yang semakin dekat dan mengintip di salah satu celah sempit di bagian kiri atap sekolah. Jantungnya seakan berhenti mendadak saat melihat sosok yang kini meringkuk menutupi tubuhnya dan menelungkupkan wajahnya diantara lututnya. Sosok berambut blonde dengan kulit pucat yang Jisung kenal dengan baik. Ia masih belum yakin dan memanggilnya ragu,

"...Zhong?"

Lelaki itu berhenti menangis. Ia tidak mendongakkan kepalanya, melainkan melirik sebentar ke arah Jisung sebelum menyembunyikan kepalanya dan langsung mundur darinya.

"Zhong? Apa ini benar kau?"

Jisung berjongkok, mendekat perlahan pada lelaki malang yang bergetar dengan hebat sekarang. "Zhong." panggilnya yang masih belum digubris.

"Zhong Chenle."

"Menjauh dariku."

Jisung terdiam. "Chenle, singkirkan tanganmu sebentar." ucapnya sambil memegang tangan lelaki itu dengan lembut. Ia menyingkirkan kedua tangan Chenle yang memeluk kedua lututnya pelan.

Saat melihat keadaannya, Jisung tak bisa menahan amarahnya. Melihat tanda keunguan yang menghiasi leher dan dada lelaki itu, serta bibir bengkak bekas ciuman membuatnya emosi. Apalagi dengan fakta bahwa lelaki itu telanjang bulat dan tubuhnya yang masih bergetar saat ia sentuh.

"Zhong, siapa yang melakukan ini?"

Chenle tidak menjawab, masih menangis.

Sebenarnya Jisung tidak perlu bertanya karena ia tau siapa yang mungkin melakukan ini. Chenle hanya kenal dengan Renjun dan lelaki itu tidak mungkin melakukan ini. Ia tidak dekat dengan Jaemin dan Jeno, dan tentu saja bukan ia yang melakukannya. Jadi yang tersisa hanyalah Guanlin.

"Apa Guanlin yang melakukan ini?" tanyanya tajam. Chenle makin menunduk dan Jisung semakin yakin dengan jawabannya. "Zhong, jawab aku, apa Guanlin yang melakukan ini?"

"Zhong Chenle."

Chenle mengangguk pelan, setitik air mata turun di wajahnya. Jisung semakin geram, matanya menatap tanda keunguan di tubuh lelaki itu, "Apa dia menyentuhmu?"

Chenle terisak.

"Apa dia menyentuhmu?!" Jisung mengeraskan rahangnya. Pikiran tentang Guanlin menggagahi lelaki manis di depannya ini sudah membuatnya murka. "Zhong Chenle jawab aku, apa dia menyentuhmu?!" tanyanya dengan suara yang meninggi. Cengkraman tangannya semakin kuat, membuat submisif malang itu merintih kesakitan.

strawberries and cigarettes.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang