16

6K 1.1K 348
                                    



Chenle masuk ke dalam rumahnya dengan wajah lelah. Ia menaruh sepatunya di rak sepatu dan berhenti mendadak karena melihat sepatu wanita disana. Ia menaikkan sebelah alisnya bingung dan mendongak ke atas, berpikir apa mungkin ayahnya membawa salah satu wanita itu ke rumah.

Tidak ingin berpikir panjang, ia masuk ke dalam kamar untuk mandi dan belajar. Mengajari Jisung belajar menyita banyak waktunya dan ia sudah ketinggalan banyak oleh temannya yang lain. Untuk menjadi pewaris perusahaan keluarganya, ia harus ada di urutan pertama di sekolah.

Ia mandi agak lama—berendam sebentar karena tubuhnya remuk membantu OSIS tadi. Si ketua pelaksana, Sunwoo menyuruhnya memindahkan barang-barang berat itu. Untung Jisung membantunya sedikit.

Jisung.

Tuan Park itu, memang bermulut manis. Chenle tau itu. Ia takut jatuh cinta pada orang yang salah. Dan juga sekarang ia harus fokus dengan sekolah.

Chenle keluar dari kamar mandi, memakai piyamanya yang nyaman dan duduk di meja belajar. Membuka buku pelajarannya dan mengerjakan pr.

Ia belajar 2 jam dengan tekun sampai ia mendengar suara pecahan yang cukup keras dari luar.

PRANG!

"Ada apa itu.." gumamnya pelan dan akhirnya pergi keluar untuk mengecek barangkali itu maling.

Ia turun tangga dan melihat seorang perempuan, mungkin berumur 25 hingga 27 tahun dengan pakaian minim kini berdiri di depan sebuah pecahan keramik. Chenle tidak peduli dengan pakaian perempuan itu yang hanya mengenakan kemeja dan justru melihat pada pecahan di lantai.

Lehernya menoleh cepat menuju meja yang dulunya diisi sebuah vas indah. Bola matanya bergetar dan tangannya mengepal secara otomatis.

"Apa itu vas yang ada disitu?" tanyanya.

"Maaf,aku tidak sengaja menyenggolnya." jawabnya.

"Apa kau tau berapa harga vas itu?"

"Aku akan membayarnya. Sungguh."

"Aku bukan bicara soal harga itu." ucap Chenle tajam. "Harga vas ini lebih mahal karena ini milik ibuku."

"Maaf—"

"Dan kau seenaknya menyenggol vas itu? Kau pikir kau siapa?!"

Perempuan itu melihat Chenle yang wajahnya memerah menahan amarah. Ia sedikit takut karena bagaimanapun juga Chenle lebih tinggi darinya.

"Kau bukan siapa-siapa disini jadi kau tidak berhak menyentuh barang-barang apapun di rumah ini!" ucapnya keras.

"Hei nak, aku sudah minta maaf. Lagipula vas ini jelek dan meja itu lebih baik kosong."

"Dan atas dasar apa kau bicara seenaknya seperti itu?" tanyanya marah. "Kau hanya wanita yang entah keberapa milik ayahku dan kau tidak ada hak untuk mengucapkan kata-kata seperti itu!"

Perempuan itu mendecih, "Wah, tak kusangka anak konglomerat seperti ini huh? Itu vas biasa. Yasudah biarkan saja. Harusnya kau tau sebuah vas juga pastinya akan hancur seiring waktu."

"Itu vas favorit ibuku." Chenle berkata sambil menggertakkan giginya.

"Lalu? Toh ibumu tidak ada disini bukan? Bukankah dia sudah pergi selamanya?"

PLAK!

Persetan dengan ucapan jangan memukul wanita, namun perempuan di depannya ini benar-benar membuat Chenle emosi.

"Jangan menyebutkan ibuku dengan mulut kotormu jalang."

"Anak sialan—"

"Maaf aku bukan dirimu."

strawberries and cigarettes.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang