twenty three

109 16 0
                                    

"heh, masih malu ketemu lucas?"

gue mengangguk menanggapi ucapan yuqi barusan. dia terkekeh pelan "yaudah sih biasa aja, dia juga kayaknya biasa aja tuh lihat"

gue melihat wajahnya yang indah, tapi buru buru memalingkan pandangan. dia terlalu indah, tapi milik orang lain.

"dih kenapa? gara gara dia ganteng?" gue menggeleng cepat. "diem lo!" gertak gue. dia cuma ketawa tawa mendengar jawaban gue yang terkesan kesal

"dia sudah milik orang lain, nggak enak ah"

yuqi menghela nafas, "harus berapa kali sih gue bilang kalau dia sayangnya sama lo?"

gue menggeleng geleng sambil merapikan buku, berniat untuk langsung pulang tanpa menanyakan yuqi. "gimana mau percaya? sikapnya aja nggak menunjukkan kayak orang sayang. gue nggak mau terlalu berharap qi, pernah berharap lalu dikecewakan. lagipula sadar diri saja, gue nggak ada apa apanya dibanding aleya"

"gue balik qi, duluan ya"

gue berjalan cepat kedepan kelas, dan mendengar teriakan yuqi "balik naik apaan lo?!" hehe iya, gue memang bukan anak yang membawa kendaraan. gue selalu diantar pulang sama yuqi, ataupun sama yang lain

"bis, kalo nggak gojek" gue balik berteriak, sambil berjalan. di koridor, gue melihat renjun sedang tertawa dan berjalan beriringan dengan perempuan. sepertinya itu jeha yang jisung bilang? cantik kok, terlihat serasi dengan renjun

dia melihat gue, dan langsung memalingkan pandangannya. gue yang tidak mau berpapasan pun langsung berbalik badan. mengambil jalan yang lebih jauh, demi tidak berpapasan dengan dia. rasanya canggung, dan sedikit sakit mungkin?

kali ini, gue melihat jeno. dia tersenyum tipis "kak lala, mau kemana?"

"pulang" jawab gue singkat, masih tetap berjalan. "kok lewat sini? kan bisa lewat depan. bawa motor emangnya?"

iya, arah gue sekarang itu menuju parkiran. gue menggeleng menanggapi ucapannya "gak, sengaja aja lewat sini. malas tadi lihat orang pacaran" jawab gue jutek. masih kesal melihat renjun yang memalingkan pandangannya barusan

"iya dia mau ke parkiran, balik sama gue soalnya"

gue menengok, itu lucas dengan tatapan angkuhnya. "kenapa? abis dia mau naik bis. kasian cewek cantik kalo harus naik bis sendirian"

dia merangkul gue, badan gue langsung menegang. "yuk?" dia berjalan dan mau tidak mau gue mengikuti karena gue dalam rangkulannya

"lucas?"

"ya?"

"kenapa lagi? jangan bersikap baik kalau akhirnya meninggalkan" gue mencoba melepaskan rangkulannya. dia terdiam, "nggak usah, aku emang mau pulang sendiri"

untuk pertama kali, gue berani meninggalkan dia dengan kata kata seperti itu. untuk pertama kalinya gue berani melawan seorang lucas aldric pratama

"hey wait"

dia menarik tangan gue hingga sekarang badan kita berhadapan. gue menunduk, tidak mau melihat muka dia yang selalu membuat gue kembali luluh kedalam pesonanya

"kayaknya ada beberapa hal yang harusnya aku jelasin dari kemarin?"

"iya, banyak hal yang harusnya kamu jelasin ke aku. dan akhirnya nggak pernah dijelasin karena kamu sibuk menghindar"

dia menghela nafas, "aku nggak menghindar,la"

gue tertawa mengejek "lalu akhir akhir ini apa maksudnya kalau bukan menghindar lucas? menyuruh renjun untuk menjaga aku, dan pada akhirnya aku bingung sendiri dengan perasaanku. aku nyaman dengan renjun, dan sekarang dia sudah mempunyai perempuan lain yang harus dijaga. dia berhenti berbicara sama aku karena siapa kalau bukan karena kamu?"

"lalu kamu juga meninggalkan aku karena sibuk dengan aleya? lantas siapa lagi yang aku punya lucas? kamu melarang aku dekat dengan jeno, lalu bagaimana dengan perasaanku yang sebenarnya masih tertinggal di kamu?"

dia terdiam sebentar, lalu menghela nafasnya. "fine, aku menghindar. im sorry"

"udah berapa kali kamu—"

"shh, me first la" dia menaruh telunjuknya di depan mulut gue, membuat gue berhenti berbicara. gue menunggu penjelasan dia

"aku butuh waktu, buat udahin semuanya sama aleya. I know cara aku salah dengan kembali bersikap dingin ke kamu, tapi aku memang berpikir dengan aku dekat dengan aleya aja sudah menyakiti kamu"

"jadi aku mengambil sikap dingin aku kembali, ngejadiin itu topeng seolah olah aku memang jahat banget sama kamu. maybe I am"

"aku nggak ngerti cas" gue menggeleng geleng. "kamu terlalu sulit untuk dipahami cas"

"I know" dia mengambil tangan gue dan menggenggamnya erat, seakan akan memang meyakinkan gue untuk percaya dengannya

"soal renjun, iya aku menitipkan kamu ke dia. aku nggak mau selama nggak ada aku kamu semakin kepikiran. dengan segala sikap dingin yang aku pasang. dan ya, sekarang dia sudah ada perempuan lain untuk dijaga. maaf kalau kamu sakit hati akan hal itu"

"soal jeno dan mark yang menjauh, aku memang menyuruh mereka untuk menjauh. cukup renjun yang datang, jangan sampai selagi nggak ada aku mereka mengambil kesempatan untuk datang dan dekat dengan kamu. aku nggak suka seperti itu lala, aku masih menjaga kamu dari kejauhan meskipun pada dasarnya aku sedang menggenggam tangan perempuan lain"

"menyakitkan kan? memang segalanya yang aku berikan selalu menyakitkan. aku memang menyakitkan, dan itu faktanya"

gue menunduk, merasakan fakta ini benar benar menyakitkan sekaligus menyenangkan. menyenangkan faktanya bahwa dia menyudahkan segalanya, dan menjaga gue dari kejauhan. bulir bulir air mata mulai menuruni pipi gue lagi

"jangan nangis. im sorry, jangan nangis lagi karena aku" dia memegang dagu gue lalu memaksa wajah gue untuk menatap wajahnya. matanya menatap gue dengan tatapan teduhnya

"terlalu banyak air mata yang kamu buang sia sia karena aku" dia mengelap air mata gue dengan ibu jarinya

"is it too late to say I love you?" gue menggeleng pelan, sudah benar benar blank dan tidak tahu mau menjawab apa. wajahnya mendekat, semakin mendekat dan bibirnya mendarat di dahi gue. mengecupnya lembut dan perlahan, seolah mengecup dahi gue adalah hal paling langka di dunia ini

"dulu kamu pikir aku membenci kamu kan? aku nggak pernah membenci kamu dari awal kita bertemu" dia menggerakkan jarinya, membenarkan anak rambut gue yang sedikit berantakan. "I had you at hello"

"lucas, aku juga menyayangimu"

kali ini, bibirnya tidak lagi mendarat di dahi gue. melainkan di bibir gue. kecupan lembutnya benar benar menenangkan, sekaligus mengejutkan. itu berlangsung sangat cepat. dan hal yang kali ini gue lihat hanyalah senyum manisnya yang seolah memang ditujukan hanya pada gue

"saat pertama kali senyumanmu kulihat di ruang kelas yang sepi, aku udah tau kalau itu akan menjadi senyuman favoritku sepanjang masa"

tangannya bergerak menggenggam tangan gue, "ayo, sudah sore. mau sampai kapan disini terus?"

dia membawa gue menuju motornya yang sudah gue naiki beberapa kali. tetapi kali ini, gue menaikinya dengan status berbeda

cold | lucas wongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang