twenty five

48 3 0
                                    

"tapi lo tuh tau nggak sih soal pengirim sticky notes kuning?"

gue menengok ke arah lucas, dia menjawab dengan menggelengkan kepala "bohong!" sambar gue lagi. kita sedang berada di sebuah bukit, sambil memakan burger king hasil drive thru tadi.

"beneran! gue ngga tau apa apa soal pengirim sticky notes itu!"

"tapi namanya L, kalau bukan lo siapa lagi?" kata gue sambil memakan es krim. dia menengok ke arah gue, lalu menaikan satu alisnya "kok pd banget kalau gue yang ngirim?"

"gue bukan anak yang populer di sekolah, lucas. orang orang dekat disekitar gue yang namanya berawal dari L, ya cuma lo"

"atau—leon"

lucas langsung cepat cepat menengok ke arah gue, memicingkan mata dengan tatapan dinginnya yang kembali "kenapa kepikiran sampe dia?"

gue membalas tatapannya, sedikit takut melihat lucas yang kembali menjadi seperti ini "ya—habis kalau bukan lo siapa lagi? nggak mungkin dia kan? kan orang yang disekitar gue berawalan nama huruf L ya dia"

"iya, gue yang kirim"

dia kembali menatap depan, gue terkekeh kecil melihat tingkah lakunya "oh, jadi cuma cemburu tadi. seram ya kalau cemburu dinginnya jadi kembali"

"bagus deh, jadinya ngaku kan kalau emang lo yang kirim"

dia mendengus "lagian suka lupa makan. emangnya lagian nggak sadar kalau tulisan di buku tulis gue sama dengan tulisan yang ada di sticky notes kuning itu"

"ngapain gue merhatiin buku tulis lo? kan kita musuhan" jawab gue sambil berdecak. aneh aneh aja lucas ini

"hey, kan gue pernah nyuruh lo salin tugas gue"

kejadian itu, di kelas setelah pelajaran berakhir. itu sudah cukup lama, kenapa lucas masih ingat? "kok—"

"nggak perlu tanya kenapa aku ingat, aku selalu ingat setiap momen kita berdua. karena aku tau kalau dinginnya seorang lucas cuma topeng. kamu mungkin merasa itu tidak penting untuk diingat, karena yang kamu tau kan seorang lucas membenci lala"

gue sedikit termenung. sebesar itu kah perasaan seorang lucas aldric pratama kepada gue?

"hebat ya, bisa menyembunyikan rasa sayang yang cukup lama dibalik sikap dingin" balas gue kecil. gue meminum cola yang tadi gue dan lucas beli. "jujur, agak sulit. makanya beberapa kali gue bersikap lembut. sulit melihat seseorang yang kita sayang merasa kesusahan ataupun sakit hati. makanya gue mengirim sticky notes dan makanan makanan favorit lo agar mood lo kembali naik"

"meskipun lo nggak tau kalau itu gue yang kirim, setidaknya mood lo membaik karena sesuatu yang lain" sambungnya

disini gue mulai tau, kalau lucas tidak main main akan perasaannya

"kalau kita berpisah lagi, bagaimana?" tanya gue. dia menengok cepat "kenapa tanya kayak gitu? nggak suka ah, jangan tanya tanya kayak gitu"

dia mendekatkan duduknya, bersandar di pundak gue. kita tidak didalam mobil, melainkan diatas atap mobil. menikmati udara yang cukup segar dihirup dari sini

"nggak apa apa, aku takut kamu nanti akan meninggalkan lagi untuk sesuatu yang lebih"

"ngga la, aku janji" katanya pelan. dia menenggelamkan mukanya di leher gue. nafasnya yang berderu membuat leher gue sedikit merasa geli

"jangan berjanji atas suatu hal yang kamu belum tau pasti, lu. aku pernah diberikan janji dari seseorang, katanya dia nggak akan meninggalkan. kata katanya persis seperti yang kamu katakan. nyatanya, dia tetap pergi"

"kepergian tidak bisa digagalkan hanya karena janji lu, karena perpisahan akan selalu ada dalam cerita manapun. setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. jangan terlalu gampang mengeluarkan kalimat janji untuk sesuatu yang belum pasti, dan jangan terlalu percaya dengan kalimat janji"

"percaya sama aku, keduanya akan berakhir menyakitkan"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

cold | lucas wongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang