BAB 17

1.2K 92 13
                                    





Tok..tok..tok..

"Sayang, bangun kita sarapan dulu." Amira berdiri di depan pintu kamar Daisy untuk mengajak anaknya itu sarapan.

Merasa tak ada respon dari sang anak, Amira memutuskan untuk masuk untuk mengecek keadaannya. Kakinya terasa lemah saat menemukan keadaan anaknya.

"Ya Tuhan!!! Daisy."

Daisy tergeletak di lantai kamarnya dengan wajah yang sangat pucat. Di tangannya terdapat inhaler yang masih tergenggam erat.

"Sayang, bangun Nak. Mas..Mas! Anak kita, Mas," teriak Amira memanggil suaminya sembari mengguncang tubuh Daisy.

Ardi yang tengah membaca koran di meja makan menunggu anak dan Istrinya sarapan pun mendengar teriakan itu langsung bangkit dan berlari menuju sumber suara.

" Anak kita, Mas." Amira memeluk tubuh Daisy sembari menangis terisak.

" Tenang, Sayang. Ayo kita bawa Daisy ke rumah sakit.”

Ardi membopong anaknya ke dalam mobil, tak lupa dengan Amira yang medampinginya di belakang. Tubuh anaknya terasa ringkih di dalam gendongannya.

Sesampainya di rumah sakit, Daisy langsung ditangani oleh tenaga medis di sana. Amira tak henti-hentinya menangis di pelukan sang Suami. Hal seperti ini sering terjadi mengingat sang anak memang dari lahir mempunyai fisik yang lemah.

Setelah mendapat penanganan, Daisy dipindahkan ke ruang perawatan. Selang oksigen dan alat medis lainnya terpasang sempurna di tubuhnya.

Amira dan Ardi setia menemani Daisy di sampingnya. Mereka berharap Daisy segera sadar agar dapat berbicara pada mereka.
Dokter mengatakan tidak ada yang fatal. Hanya saja daya imun tubuh Daisy terlalu lemah, sehingga ia mudah kelelahan dan pingsan. Terlebih gadis itu juga punya riwayat penyakit asma yang sering kambuh jika mengalami stres.

"Sayang, kamu belum makan dari pagi. Sebaiknya, kamu makan dulu di kantin rumah sakit. Biar Mas yang jagain Daisy di sini," bujuk Ardi pada Amira.

"Nggak, Mas. Aku lagi nggak pengen makan. Aku mau nemenin anak kita aja di sini," tolak Amira lelah.

"Kamu nggak boleh gitu. Nanti kalau kamu nggak makan tiba-tiba kamu sakit anak kita bakalan sedih mendengar itu. Ayo keluar dulu cari makan."

Akhirnya, Ardi berhasil membujuk Amira untuk mencari makanan. Amira bangkit dari duduknya dan berpamitan pada sang suami untuk mencari makanan di luar. Walau sebenarnya berat baginya untuk meninggalkan sang anak. Tapi apa yang dikatakan suaminya itu benar juga. Jika ia tidak makan, nanti kalau dirinya sakit lalu siapa yang akan merawat anaknya.
Saat Amira hendak ke kantin rumah sakit, tak sengaja ia berpapasan dengan Adam di depan apotek rumah sakit tersebut.
Awalnya, Amira sedikit ragu jika anak muda di hadapannya itu Adam. Tapi, setelah pemuda itu membalikkan badan, wajah Adam terlihat jelas dan Amira tidak salah duga.

"Adam ngapain di sini? Siapa yang sakit?" tanya Amira mengampiri Adam.

“Eh, Tante." Adam sedikit kaget dan menjabat tangan Amira lalu menciumnya.

"Ini, Tan. Saya lagi nebus obat buat temen saya yang lagi dirawat di rumah sakit ini. Tante sendiri ngapain disini. Tante sakit?"

"Bukan Tante yang sakit, tapi Daisy. Tadi pagi dia pingsan. Makanya, Tante sama Om bawa dia ke rumah sakit. Asmanya kambuh," jelas Amira berusaha tenang.

Adam yang mendengar itu pun kaget dan khawatir.

"Lalu gimana keadaan Daisy sekarang Tan? Saya boleh melihatnya, kan?"

"Daisy udah cukup baik. Dia hanya butuh istirahat yang cukup aja. Boleh, kalau Adam ingin menjenguk Daisy bisa datang ke ruangan no 456."

"Kebetulan sekali temen saya juga di rawat berdekatan sama ruangannya Daisy. Nanti saya jenguk ya tan. Mau kasih obat ini dulu sama Violet."

Amira yang mendengar nama Violet sedikit tersentak. Nama itu mengingatkan Amira pada dia.

"Yaudah. Tante mau ke kantin dulu cari makan."

"Iya. Hati-hati, Tan."

Adam segera ke ruangan Violet untuk memberikan resep obatnya. Rencananya, setelah meminumkan obat ini, ia akan segera melihat keadaan Daisy.

"Nih, minum dulu obatnya." Adam menyodorkan beberapa butir obat dengan segelas air mineral.

"Setelah ini lo harus banyak-banyak istirahat. Kalau memang lo  mau segera keluar dari tempat ini."

Adam tahu semenjak Violet sadar,ia tak henti-hentinya merengek untuk bisa keluar dari rumah sakit ini. Ia tidak terbiasa dengan suasana rumah sakit dan bau obat-obatan membuatnya muak.

"Apa keluarga gue tahu gue ada di sini?" tanya Violet ragu.

Ia lupa kalau sudah empat hari dirinya meninggalkan rumah. Tak terbayang bagaimana paniknya Mama dan seberapa murka Eyangnya jika tahu dia tidak ada di rumah.

"Kemaren nyokap lo sempet telpon gue nanyain keberadaan lo. Gue bilang aja lo di rumah gue buat nenangin diri. Nyokap lo maksa buat jemput lo tapi gue tahan ntar gue sendiri yang antar lo pulang. "

"Eyang gue gimana? Apa dia percaya?"

"Nah, itu gue kurang tahu tapi cepat atau lambat Eyang lo pasti tau. Makanya lo harus cepat pulih sebelum gue di penggal hidup-hidup sama Eyang lo."

Adam bangkit hendak keluar, tapi di tahan oleh Violet. Violet menatap Adam bingung.

"Lo mau kemana?"

"Gue mau ke tempat cewek gue dulu. Dia juga di rawat di sini," jelas Adam singkat.

"Lo serius sama dia?

"Iyalah. Udah gue cabut dulu ntar gue balik lagi. Lo harus istirahat yang cukup." Adam menarik selimut Violet sebatas dada lalu pergi.

Violet melihat punggung Adam menghilang di balik pintu. Tak terasa air matanya menetes. Sudah saatnya ia harus terbiasa ditinggal oleh Adam. Perhatian cowok itu sudah terbagi, ia bukan lagi menjadi prioritas Adam sekarang. Ada rasa sesak di sudut hati Violet.

Lanjut nggak nih?

Btw kemaren ada yang komen lapak ini tulisannya rapi...oh God!!

Sebelumnya percayalah ini naskah hancur banget typo sama EYD kacauu!!! beneran...

Tapi dua orang baik ini:

ErayDewiPringgo

_missdandelion

Mau baca, edit dan revisi bahkan di promot. Makanya nih lapak sedikit lebih layak buat dibaca. Thanks ya Er&Wulan heeheh....

Jan lupa mampir di lapak mereka ya...dijamin nggak mengecewakan...wkwkkwkw

Mudah2 an gue nyusul mereka biar bisa jadi pengarang wkwkwk

Yookk sini spam dulu!!!

DAISY & VIOLET 17+ | REPOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang