"Lo nggak salah dengar? Jadi tante Aida itu bukan nyokap lo Vio?"
Adam masih belum bisa mencerna apa yang dikatakan oleh gadis bersurai panjang itu. Tante Aida yang selama ini Adam percaya sebagai orang tua Violet ternyata bukan orang tua kandung gadis itu.
"Gue nggak mungkin salah dengar, Dam. Jelas-jelas gue denger Mama bilang sama orang di telepon itu kalau gue bukan anaknya." Violet menundukkan kepala, menyembunyikan cairan bening yang akan keluar dari kedua sudut matanya.
Violet sendiri masih belum percaya dengan apa yang kala itu ia dengar. Tapi satu hal yang membuat Violet yakin adalah perlakuan dingin dan ketidak pedulian Aida kepadanya selama ini. Bahkan saat dirinya harus menginap di rumah sakit akibat Hepatitis sang Mama hanya menemaninya sebentar lalu pergi, Neneknya saja yang menungguinya selama di rumah sakit.
Saat itulah Vio berpikir sekasar dan sepemarah apapun sang Nenek, setidaknya beliau masih peduli padanya. Walau dengan pelototan mata yang tak kalah mengerikan, jika Wanita tua itu sudah memaksa Violet untuk makan dan meminum obatnya.
"Jangan sedih, lo nggak sendiri. Gue selalu ada buat lo." Ucap Adam lembut menarik Violet ke dalam pelukan hangatnya.
Adam sangat tahu bagaimana sosok Vio sebenarnya. Vio bukanlah gadis kaya yang manja dan cengeng. Gadis itu mandiri dan pemberani. Adam bahkan tahu sahabatnya itu tidak baik-baik saja sekarang, terlihat dari bahunya yang naik turun menahan luapan kesedihan.
"Nangis aja, Vio. Lo nggak perlu terlihat kuat di depan gue." Tangannya yang besar masih setia mengusap lembut bahu kecil Violet.
Tangisan yang selama ini di tahan oleh Violet akhirnya pecah. Violet tidak bisa menahan perasaannya lagi. Dia tahu ini bukanlah dirinya yang cengeng. Tapi ini adalah sesuatu yang memang pantas untuk ditangisi.
Jika Violet bukan anak mamanya lalu dia anak siapa? Apakah dia juga bukan bagian dari neneknya?
"Gue harus gimana Dam? Gue nggak tahu apa yang harus gue lakuin sekarang. Gue nggak siap buat nerima kenyataan kalau gue sebenarnya bukan bagian dari keluarga Bagaswara. Hiks ... hiks ..."
Masih dalam keadaan sesegukkan, Violet mengurai pelukan dan menatap Adam dengan pandangan kosong.
"Lo tenangin diri dulu, nanti kita pikirin gimana ke depannya. Gue yakin lo adalah bagian dari keluarga Bagaswara," Adam melihat wajah Violet dengan mengulum senyum lembut.
"Lihat!! Wajah, kulit dan postur tubuh lo mirip sama tante Aida dan nenek lo. Kalau lo bukan bagian dari mereka, nggak mungkin 'kan lo punya postur tubuh dan warna kulit yang sama seperti garis wajah mereka."
Violet mencerna perkataan Adam dengan perasaan yang mulai tenang, pasalnya apa yang di katakan Adam itu ada benarnya. Secara fisik, Violet memang mirip dengam mama dan neneknya. Mempunyai postur badan yang sempurna dan kulit yang putih bersih dengan hidung mancung yang tidak terlalu tinggi.
Violet bertekat akan mencari tahu kebenarannya.
"Yaudah sekarang mending kita balik ke sekolah. Jam istirahat udah lewat gue yakin kita pasti bakalan di hukum lagi sama Pak Marjuki lari keliling lapangan." Violet bangkit dari duduknya dengan lesu.
"Tenang aja. Lo larinya 'kan sama gue." Adam mengedipkan mata seraya merangkul leher violet.
Ucapan Adam membuat beban di hati Violet sedikit terangkat. Adam memang sahabat sejati yang selalu ada untuknya. Ketika Violet sedih, Adam rela meluangkan waktu hanya untuk membuatnya kembali ceria. Bahkan saat Violet menelpon dan ingin mencurahkan hati karena hal sepele, Adam rela meng-cancel jadwal latihan basketnya untuk Violet.
"Makasih ya, Dam." Violet mengangkat kepalanya untuk melihat wajah tampan Adam, lalu disambut dengan rangkulan lebih dalam cowok itu.
" Yaelah, pake bilang makasi segala kek sama siapa aja lo."
Violet bukanlah anak yang patuh dan teladan. Dia sering membuat masalah dan berulah, tapi di sisi lain Violet dianugrahi otak yang cemerlang sehingga dia masih di pertahankan oleh pihak sekolah.
Tak ada yang spesial baginya di sekolah ini selain kelas musik dan Adam tentunya. Cowok dengan tinggi badan di atas rata-rata itu adalah orang yang membuatnya nyaman dan semangat dalam menjalani hari-harinya.
Violet tahu diri. Violet bukan gadis yang di senangi banyak orang. Sikapnya yang jutek dan terkesan sombong membuat para siswi menjauhinya. Berbanding terbalik dengan para Siswa yang justru tertantang untuk meraih hatinya. Paras cantik dan otak cerdas menjadi hal mutlak yang bisa di ambil dari diri Violet.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAISY & VIOLET 17+ | REPOST
Storie d'amoreDesign cover by : Erika Dewi Pringgo just an ordinary story but it will be special if you appreciate it.