Rose menidurkan Lisa di tempat tidurnya. Dia mengelus rambut Lisa dengan penuh kasih. Melakukan hal kecil itu membuat Rose teringat dulu kala di kehidupan pertama Lisa. Adik kembarnya itu tidak pernah membiarkan rambutnya panjang, selalu pendek. Katanya agar tidak bersaing dengan rambut panjang Rose yang indah.
Aneh, tapi Rose menyukai rambut pendek Lisa. Tapi dia juga menyukai rambut Lisa yang panjang saat ini karena untuk pertama kalinya dia bisa melihat Lisa dengan rambut panjang.
Satu hal yang tidak berubah, yaitu Lisa dengan poninya.
Rose terkekeh pelan sebelum menyingkirkan poni Lisa dan mendaratkan kecupan manis di dahinya.
"Selamat tidur, Lili. Sambutlah hari esok. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu."
*****
Lisa berlari kencang di hutan. Dia menangis. Dia tidak percaya kalau kembarannya akan mengatakan kalimat yang begitu menyakitkan.
Lisa tahu beban yang harus di tanggung Rose sebagai anak tertua, tapi dia masih tidak terima dengan perkataan Rose. Jika memang saudari kembarnya itu lelah dan penat, tidak bisakah dia berbagai beban itu dengannya.
Lisa tahu kalau orang-orang membandingkan mereka, tapi sejak kapan seorang Rose terpengaruh oleh hal itu? Rose adalah panutan Lisa dan Lisa menghormatinya. Dia tidak pernah memusingkan omongan orang lain mengenai perbedaan mereka, tapi mengapa Rose bisa begitu terpengaruh.
Lisa ingin marah, tapi dia tidak bisa. Dia terlalu menyayangi Rose. Jika ia berdarah dingin, dia akan langsung membunuh mereka yang berani berbicara buruk tentang Rose. Tidak peduli status dan usia.
"KENAPA?!" Lisa melolong di tepi jurang.
Lisa memegang dadanya yang terasa sakit. Dia lelah.
Membaringkan diri di rerumputan, Lisa memejamkan mata.
Entah berapa lama ia tertidur, Lisa mulai terbangun ketika merasakan seseorang mengusap pipinya untuk menghapus air mata.
Lisa pikir itu Rose, tapi dia mencium bau amis darah. Dan dia dengan cepat bangun dan bergerak menjauhi sosok tersebut.
"Vampir," desis Lisa. Tubuhnya bergetar takut, tapi ia mencoba menahannya sekuat mungkin agar tidak terlihat lemah di depan musuh abadi kaumnya.
"Ya," balas sosok tersebut.
Lisa bertukar pikiran dengan Limario--serigalanya.
"Tidak perlu bertarung. Aku hanya ingin menenangkan pikiran," sela sosok tersebut ketika memperhatikan Lisa yang mulai berganti shift.
Lisa mengerjap-ngerjapkan matanya. Warna mata yang berubah-ubah dari cokelat ke emas itu mulai kembali normal.
"Siapa kau?" tanya Lisa masih waspada. Penciumannya mulai memindai sekitar.
"Jisoo," jawabnya.
Lisa santai ketika mengetahui bahwa tidak ada vampir lain selain gadis yang menyentuhnya tadi. Karena tidak ada hawa haus darah juga, Lisa mulai menurunkan kewaspadaannya dan duduk di rerumputan.
"Kau habis menangis," ujar Jisoo.
"Tidak," sangkal Lisa. Padahal jelas dia menangis. Bahkan saat ia tertidur, air matanya terkadang jatuh.
"Apa yang membuatmu menangis?"
"Kenapa aku harus bercerita padamu." Lisa mendengus.
Jisoo tersenyum kecil. "Kau lucu."
Pipi Lisa memerah karena malu. "Apa maksudmu, hah?! Apa kau mengolokku."
"Tidak. Aku bersungguh-sungguh."
"Huh... sejak kapan vampir begitu jujur. Bukankah mereka kaum penggoda."
Raut wajah Jisoo tiba-tiba saja menjadi sedih. Lisa yang melihat itu, jadi salah tingkah.
"Kau benar," lirih Jisoo. "Aku juga tidak menyukai kaumku. Mereka licik, rakus, penuh dengan tipu muslihat. Aku tidak menyukai itu. Tidak pernah ada kedamaian saat aku menginginkannya. Satu langkah salah, kau akan mati begitu saja tanpa tahu bagaimana cara menikmati hidup."
Entah dorongan setan dari mana, Lisa berdiri dan duduk di samping Jisoo.
"Saudari kembarku mengatakan sesuatu yang menyakitkan. Aku ingin marah, tapi aku terlalu menyayanginya. Jadi, aku hanya bisa berlari dan menjauh darinya sampai hatiku tidak lagi sakit."
Jisoo menoleh dan memberikan senyum kecil. "Kalian begitu dekat, ya."
"Ya, dia adalah kembaranku bagaimana pun juga. Kami sudah terbiasa bersama sejak masih dalam rahim Ibu kami."
"Kalian pasti akan segera berbaikan."
"Semoga saja."
Jisoo mengalihkan pandangannya ke langit. "Aku iri padamu."
Lisa menaikkan alisnya dan memandang Jisoo yang terlarut dalam kesedihannya.
"Dulu aku dan adikku juga sangat dekat. Dan dia selalu menempel padaku. Tapi akhir-akhir dia terasa begitu jauh, tak terjangkau. Sekuat aku mencoba dekat lagi dengannya, dia akan semakin mendorongku jauh. Tatapannya bukan lagi adik kecil manisku, itu sudah menjadi gadis matang yang mengejar mimpinya dan tidak membiarkan siapa pun menghalangi. Meskipun aku masih memiliki satu lagi adik, tapi tidak di pungkiri bahwa aku paling menyayanginya."
Entah dorongan dari mana, Lisa memeluk tubuh dingin Jisoo.
"Ku harap dia kembali sadar bahwa kau sangat menyayanginya. Tidak peduli apa."
"Ya, semoga saja." Suara Jisoo terdengar serak meskipun dia tidak menangis.
Keduanya menjadi dekat pada malam itu. Dan tanpa sadar hubungan mereka tanpa sadar terbentuk. Untuk pertama kalinya werewolf dan vampir duduk bersama tanpa pertumpahan darah. Bahkan ada tawa terdengar sesekali.
Ketika fajar mulai mendekat, Jisoo berpamitan.
"Mungkin aku akan sering main ke sini," kata Jisoo.
"Ya, aku juga." Lisa tersenyum.
"Sampai jumpa lagi, Lisa. Dan terima kasih sudah menemaniku."
"Tidak, aku yang seharusnya berterima kasih."
Jisoo tersenyum dan melambaikan tangan.
"Sampai jumpa lagi, Jisoo-unnie."
Tanpa di sadari senyum lebar tersungging di bibir Jisoo.
*****
See you again
19 Des 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
I SEE YOU SEE ME [New Version]
FanfictionREMAKE "Aku memusnahkan klanku untukmu, tapi yang ku dapat adalah pengkhianatanmu. Jika aku bereinkarnasi, aku berharap untuk tidak pernah melihatmu lagi." ~ La Lisa Brusch "Aku menyesal! Kau adalah milikku, Lisa! Baik itu kehidupan yang dulu maupu...