Happy reading
~
~
"Yang Mulia Ratu--"
"Langsung saja, James."
"Baik."
Jennie memang tidak kehilangan martabatnya sebagai seorang ratu di hadapan para kaumnya, tapi dia sangat bosan dan muak. Dulu ia begitu bergairah dan haus akan tahta ini. Nyatanya itu hal terbodoh yang pernah hadir dalam mimpinya.
Menjadi seorang ratu selama seratus tahun benar-benar membuka visinya.
Pantas saja kakak tidak pernah menginginkan tempat ini. Batin Jennie.
Sejak kudeta yang dilakukan keluarga Taehyung, kakak Jennie tidak pernah lagi terlihat di kastil. Dia benar-benar menghindari Jennie dan kaumnya. Kakaknya memilih untuk pergi menjelajahi dunia luar dengan kebebasannya.
Jennie kini sungguh iri. Jika saja ia tidak begitu bodoh termakan nafsu, mungkin saat ini kebebasan seperti kakaknya itu sedang ia nikmati.
"Saudari anda sekarang berada di kota Brusch," lapor James yang memang ditugaskan untuk melaporkan segala hal mengenai keberadaan sang kakak.
"Brusch," gumam Jennie. Wajahnya menjadi jauh lebih pucat dari normalnya para vampir.
James memandang perubahan sang Ratu dengan sedih. Dia tahu betul alasannya. Hanya ada satu nama yang selalu terpatri dalam benak sang Ratu. Dan itu akan selalu menjadi La Lisa Brusch. Semua emosi dan perasaan sang Ratu hanya tertuju pada kekasihnya yang telah ia khianati dan bunuh itu.
"Untuk apa kakak ke sana?" Jennie mencoba menstabilkan suaranya.
"Kami belum tahu. Yang pasti ini kali pertama saudari anda pergi ke tempat yang sangat dekat dengan kastil ini."
"Kau salah," lirih Jennie menyangkal pernyataan James.
"Ratu?" James bingung.
"Tidak ada. Lupakan saja."
*****
Lisa telah sampai di rumah. Dia berulang kali mengenyahkan perasaan aneh yang datang setelah bertemu perempuan tidak waras di hutan tadi.
"Tumben sudah pulang sebelum di telpon," goda sang Ayah begitu melihat anak gadisnya pulang.
"Abis ketemu makhluk aneh," ujar Lisa enggan menjelaskan lebih lanjut.
Sang Ayah hanya bisa menatap bingung pada punggung anak gadisnya yang menghilang di tangga.
Lisa yang telah sampai di kamarnya segera menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Moodnya hari ini benar-benar buruk. Di dalam maupun di luar rumah sama saja rupanya.
Ponsel Lisa bergetar. Sebuah pesan masuk.
Senyum penuh kerinduan terukir di bibirnya.
"Mari bertemu lagi," kata Lisa yang juga ia ketik sebagai balasan pada seseorang di seberang sana.
Begitu ia mengirimnya, si penerima rupanya juga membacanya. Balasan kembali Lisa terima. Jawaban yang diberikan membuat Lisa berseru senang.
"Akhirnya kita akan bertemu lagi, Jisoo Eonnie."
*****
Di tempat yang tidak jauh dari kota Brusch seorang perempuan memandang perbatasan kota dengan berbagai konflik dalam benaknya.
"Kenapa kau justru datang ke kota Brusch?" tanyanya entah pada siapa.
"Aku ingin menjauhkanmu dari dunia immortal karena tempatmu bukan lagi di sana. Kau pantas mendapatkan kebahagiaan dan kedamaianmu. Aku hanya bisa berharap bahwa mereka tidak akan bertemu denganmu."
Wanita itu adalah Jisoo. Dia satu-satunya yang mengenal dan telah berhubungan dengan Lisa dalam dua kehidupan gadis itu.
*****
Sudah seminggu Lisa berada di kota Brusch dan dia mulai terbiasa dengan lingkungan sekitar. Sekolahnya pun cukup menyenangkan karena banyak objek yang bisa ia tangkap.
Selama seminggu ini Lisa terus menjelajahi kota Brusch. Bahkan sudah hampir setengah kota Bruch ia jelajahi. Maklum saja, kota Brusch terbilang kecil, jadi tidak perlu heran.
Hari ini hari Minggu dan Lisa sudah memutuskan untuk pergi ke danau yang ada di pinggir kota. Dia memilih untuk pergi di sore hari karena konon katanya danau itu akan terlihat indah ketika memantulkan cahaya matahari dan bulan. Jadi, mungkin dia akan kena omel sang Ibu saat pulang telat malam ini.
Waktu berlalu dengan cepat. Lisa berhasil mengabadikan momen terbaik ketika cahaya terakhir matahari memantul di danau. Dan kini ia siap mengambil momen sang bulan.
Di sekitar danau itu hanya ada beberapa orang saja. Tatapan Lisa jatuh pada pasangan tua yang duduk menatap danau sembari berpegangan tangan. Kepala nenek itu bersandar pada si kakek.
Lisa tersenyum bahagia mengambil momen tersebut. Sungguh, Lisa sangat menyukai hubungan yang terjalin dengan indahnya sampai masa tua atau maut memisahkan. Bahkan ia selalu membayangkan akan seperti apa nanti dia saat tua. Apakah jodohnya akan terus bersamanya sampai akhir hayatnya atau pergi meninggalkannya lebih dulu.
Bulan di atas bercahaya indah ditemani bintang-bintang. Lisa mengarahkan kameranya pada langit malam lalu danau, tapi hasilnya kurang memuasakan. Sepertinya posisinya berada salah. Perbedaan letak matahari dan bulan memang berbeda, jadi mungkin wajar saja begitu.
Lisa mulai mengitari danau dan beberapa kali memotret. Hasilnya masih terus mengecewakan.
Dia menghela napas berat.
"Apa aku harus mengambilnya dari sisi hutan?" gumamnya bertanya pada diri sendiri.
Lisa memandang sekitar danau yang semakin sepi. Lalu tatapannya beralih pada kamera yang ia pegang. Cukup lama menimbang, Lisa memutuskan untuk nekat. Dia menyalakan senter pada ponsel dan pergi ke sisi lain danau yang berada di hutan.
"Dedikasi," gumamnya meneyemangati diri sendiri.
Tidak butuh waktu lama bagi Lisa untuk menemukan posisi yang bagus dan benar saja hasilnya tidak mengecewakan. Cukup lama Lisa berkutat dan asyik memotret. Dia tidak sadar bahwa ada kehadiran lain yang baru saja tiba di danau.
"Lili...."
Lisa tidak mendengar suara itu. Di pendengarannya hanya terdengar bunyi jepretan kamera, bukan suara lirih yang terdengar seperti hantu itu.
Sosok yang memanggil nama seseorang dengan lirih itu kini semakin mendekati Lisa. Dia bergetar penuh kerinduan. Tangannya terentang dan segera memeluk tubuh Lisa dari belakang.
"Lili aku merindukanmu. Katakan bahwa ini bukan mimpi," bisik sosok itu. "Tapi jika ini mimpi pun, jangan biarkan aku terbangun. Cukup sekali aku kehilanganmu."
"HAH?!"
*****
Apakah itu Jennie?
See you
02 Nov 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
I SEE YOU SEE ME [New Version]
FanficREMAKE "Aku memusnahkan klanku untukmu, tapi yang ku dapat adalah pengkhianatanmu. Jika aku bereinkarnasi, aku berharap untuk tidak pernah melihatmu lagi." ~ La Lisa Brusch "Aku menyesal! Kau adalah milikku, Lisa! Baik itu kehidupan yang dulu maupu...