Happy reading
~
~
Terdengar suara potretan kamera.
Lisa menjauhkan kamera dan melihat hasil potretannya. Kepalanya menggeleng kala tidak puas dengan hasilnya. Meskipun begitu dia tidak berniat menghapusnya. Foto itu nantinya akan masuk ke dalam file yang telah dia kategorikan berdasarkan tingkat kepuasan hasil potretan.
Padahal ia baru saja tiba di kota ini dan masih cukup asing, tapi hal itu tidak mengurungkan keinginannya untuk memotret. Bisa dikatakan fotografi telah menjadi satu bagian dari dirinya. Jadi, jika ada satu hari saja tangannya tidak memegang kamera, Lisa akan merasakan keanehan. Seakan-akan layaknya gadis yang kurang make up saat datang ke pesta.
Berjalan tanpa arah, Lisa memotret segala hal yang menarik matanya. Bahkan meskipun itu lubang di tanah yang dihasilkan semut-semut pekerja. Berbagai posisi juga dia lakukan demi mendapatkan hasil yang memuaskan.
Saat sedang memotret di daerah perumahan dekat pantai, Lisa mendengar suara berisik yang datang dari arah lapangan.
Di lapangan sedang berlangsung pertandingan mini.
Merasa itu menarik, Lisa mengambil beberapa gambar.
Setelah merasa cukup, dia kembali berjalan untuk menjelajahi kota kecil barunya.
*****
Matahari semakin tenggelam di ufuk Barat. Kota kecil tempat tinggal baru Lisa itu menjadi ramai karena sudah waktunya jam pulang kerja bagi para pekerja dan yang seusianya pulang dari kegiatan klub mereka.
Lisa masih asyik dengan kameranya. Dia memotret segala yang momen yang ingin ia tangkap.
Lalisa Manoban merupakan maniak fotografi. Semua itu karena Ibunya yang telah mengenalkan ia pada dunia fotografi sejak kecil. Jadi, teman Lisa akan selalu menjadi kamera.
Di lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya dulu ada pepatah khusus Lisa.
"Lisa tanpa kameranya bukanlah Lisa."
Ponsel Lisa berdering. Pada layar tertera nama si penelpon 'Mama'.
"Ha--"
"Pulang sekarang, Lalisa Manoban!"
Lisa sedikit menjauhkan ponselnya.
"Iya, Ma. Nan-"
"Gak ada kata nanti. Sekarang juga pulang, Lalisa Manoban!"
"Ta-tap--"
"Lisa...."
Kali ini Lisa tidak bisa membantah lagi saat suara Ayahnya menginterupsi.
"Iya, Lisa pulang sekarang."
"Jangan motret lagi!"
"Hati-hati, sayang."
Sambungan berakhir.
Lisa menghela napas. Dia kembali menyimpan ponselnya di saku.
"Sepertinya kameraku akan di sita," lirih Lisa mengelus kamera kesayangannya.
Dengan hati enggan, Lisa melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah barunya. Sebenarnya Lisa baru saja tiba hari ini, dan begitu sampai di rumah barunya yang Lisa lakukan bukan membantu mengangkut barang pindahan, tapi langsung kabur bersama kameranya.
Padahal Lisa sudah berumur 18 tahun, tapi dia seperti anak kecil saja.
Dasar Lisa.
*****
Lisa dalam wujud serigalanya melolong bahagia selagi berlari mengelilingi hutan. Di punggungnya duduk seorang wanita cantik nan rupawan. Wanita itu tertawa bahagia. Tangannya berpegangan erat pada surai sang serigala.
"Lebih cepat lagi, Lili. Ini menyenangkan," teriaknya di tengah terpaan angin.
Mata emas serigala Lisa berkilat. Sebagai jawaban atas permintaan pujaan hatinya, Lisa mempercepat larinya.
Tawa bahagia pujaan hatinya kembali terdengar.
"Ini jauh lebih menyenangkan daripada larinya para vampir."
Serigala Lisa mendengus. Dia agak membusung untuk membanggakan dirinya.
"Ya, kau memang yang terbaik." Jennie mengelus lembut bulu-bulu serigala Lisa.
Keduanya sampai di puncak gunung. Jennie turun dari punggung serigala Lisa.
Setelah memastikan Jennie baik-baik saja, serigala Lisa melolong sekali. Kemudian suara retakan tulang terdengar. Lisa telah kembali mengambil wujud manusianya.
"Kau terlihat sangat bahagia, Nini," goda Lisa.
"Bukankah itu karenamu," balas Jennie yang tidak mau kalah menggoda Lisa.
Lisa tertawa renyah. Dia kemudian menarik Jennie ke dalam dekapannya. Hidungnya sibuk mengendus aroma khas Jennie. Semua hal tentang Jennie adalah candu bagi Lisa.
"Aku mencintaimu, Nini," ucap Lisa dari lubuk hatinya. Dia kemudian mencium bibir Jennie.
Ciuman itu cukup lama tanda Lisa melampiaskan seluruh cintanya hanya untuk Jennie seorang.
Jennie tersenyum ketika ciuman itu berakhir.
"Aku--"
Darah. Tangan Lisa penuh darah. Air matanya yang mengalir adalah darah. Dadanya berlubang dan mengeluarkan darah.
"Kenapa?"
"HHHUUUWAAAAA...."
Lisa tersentak bangun. Napasnya terengah-engah. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.
"Lagi?" gumamnya lelah.
Mimpi buruk itu selalu hadir. Terkadang sekali dalam setahun dan paling banyak 5 kali dalam setahun. Ketika mimpi buruk itu datang untuk pertama kalinya, Lisa sampai jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Mimpi itu tidak jelas seperti biasanya. Hanya ada satu yang paling jelas. Yaitu darah, cairan merah yang selalu hadir dalam mimpinya.
Nini dan Lili. Dua nama itu selalu ada dalam mimpinya. Lisa sama sekali tidak mengenali mereka, tapi kenapa mimpi-mimpi mengenai mereka selalu hadir.
"Aku membenci ini," gerutunya memijat pelipisnya. Dia selalu berharap bisa lepas dari segala mimpi buruk itu.
*****
Di tunggu vote dan komen dari kalian.
Salam Jenlisa
Kei pamit
See you
01 Nov 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
I SEE YOU SEE ME [New Version]
أدب الهواةREMAKE "Aku memusnahkan klanku untukmu, tapi yang ku dapat adalah pengkhianatanmu. Jika aku bereinkarnasi, aku berharap untuk tidak pernah melihatmu lagi." ~ La Lisa Brusch "Aku menyesal! Kau adalah milikku, Lisa! Baik itu kehidupan yang dulu maupu...