Alya memasuki kafe yang terlihat cukup ramai, matanya terus mencari keberadaan orang yang ingin ia temui. Saat melihat seseorang melambaikan tangannya, Alya langsung menghampirinya.
"Kenapa kafe ini sih? banyak orang," keluhnya lalu duduk di kursi yang kosong. Alya bukan orang yang menyukai keramaian.
"Coba liat orang diujung sana." Alya mengikuti arah pandang sahabatnya itu.
"Loh, ustadz Yusuf, 'kan?"
"Iya! Aku gak sengaja liat dia masuk ke kafe ini, jadi aku ikutin deh."
Alya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar, padahal hampir setiap hari ketemu."
"Ketemunya cuma saat ngajar ngaji."
"Sudah lama?"
"Lama banget! Sampai lumutan aku nungguin kamu," jawab Fira.
Alya terkekeh mendengarnya. "Ya maaf, tadi Citra ngajak ngobrol sebelum pulang."
"Kenapa gak ngajak dia?"
"Sudah ku ajak, tapi dia ada kesibukan setelah pulang ngajar. Ini minuman ku, 'kan?" Alya melirik minuman di depannya.
"Iya, aku pesan duluan."
Alya tersenyum. "Makasih," ucapnya langsung menyeruput minuman itu.
"Gimana perasaannya setelah menikah, Bu? Apa bahagia, hem?" tanyanya.
"Bahagia pasti dan rasa sangat berbeda saat masih sendiri dulu. Dulu sibuk ngurusin diri sendiri, sekarang ada tanggung jawab mengurus suami. Gimana rasanya itu ... tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata, kalau mau tau rasanya nikah!" jawab Alya.
"Jadi pengen nikah." Fira menatap pria yang duduk di ujung.
"Pengen nikah pandangannya ke sana."
"Pengennya nikah sama dia. Hah ... cepek juga kalau gini terus."
Alya mengerutkan keningnya mendengar ucapan sahabatnya itu. "Mau berhenti nih?"
"Gak tau, di sisi lain pengen banget lupain tapi gak bisa langsung lupain gitu aja. Tiga tahun diam-diam mengaguminya."
"Ingat kata-kataku?" tanya Alya.
"Jangan terlalu berharap, semakin tinggi harapan semakin besar kekecewaan yang kamu rasakan," ucap Fira meniru nada bicara Alya.
"Ahaha ... gak usah gitu juga nadanya! Kita punya keinginan tapi jangan lupa, takdir punya kenyataan. Dah, jangan nyebut nama dia lagi, minta yang terbaik saja. Kalaupun dia memang ditakdirkan untuk kamu pastilah kalian bersama."
Fira menghela napasnya, lalu menyenderkan punggungnya di dinding. "Iya, Ly. Menurut kamu apa yang aku lakukan selama ini membuang-buang waktu?"
"Enggak, kecuali kalau kamu pacaran terus pada akhirnya dia bukan jodoh kamu. Nah, itu baru membuang-buang waktu."
"Iya juga sih. Eh, dia liat ke arah sini, Ly!" Fira langsung mengalihkan pandangannya saat pria itu menatap ke arah mereka.
"Mungkin dia sadar seseorang sedang memperhatikannya."
"Aduh ... semoga gak deh."
"Eh, itu Nazwa anak Pak RT, 'kan?" ucap Alya membuat Fira kembali menatap ke arah pria itu.
"Iya, Ly. Mereka janjian ya? Apa mereka lagi ngedate?" tanya Fira.
"Gak mungkin ah. Mungkin ada kepentingan yang membuat mereka ketemuan."
"Kok aku nyesek liat dia sama cewek lain, padahal aku bukan siapa-siapa dia. Hais ... niat mau liat dia malah liat yang membuat dada sesak!" Fira menyeruput minumannya, mencoba menenangkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Bukan Jodohku
Ficción GeneralFakhri jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang wanita bernama Alya, bukan kecantikannya yang membuatnya jatuh cinta melainkan kesederhanaan dan akhlak yang Alya miliki membuat Fakhri kagum dan jatuh cinta padanya. Pernikahan pun jalan satu-s...