17 | Pusat Perhatian

95 16 3
                                    

Aktifitas kantin SMK Cakrawala tidak seramai biasanya. Memang seperti itu setiap hari Jumat jam istirahat ke dua. Jam istirahatnya bertepatan dengan waktu Sholat Jumat.

Dan beginlah suasananya. Hanya beberapa meja yang terisi dan salah satu di antaranya terdapat Reina dan Binar. Duduk berhadapan di meja yang cukup jauh dari meja lain yang terisi. Bahkan Binar berani berteriak menggebu-gebu saking yakinnya kalau tidak akan ada yang terganggu dan memerhatikan mereka.

"Pesen makan sana, Rein," suruh Binar. Sedari tadi ia lihat Reina galau terus. Di jam istirahat pertama tidak makan dan sekarang pun tidak mau makan.

Coba bandingkan dengan dirinya. Jam istirahat pertama tadi ia sudah makan seporsi bakso ditambah batagor pesanan Reina.

Sekarang ia makan ayam geprek. Padahal ia sama galaunya dengan Reina. Hampir setiap hari ia marahan sama si Iqbal Kaili. Tapi ya bodo amat.

"Udah lah, Rein. Lo jangan galau terus. Kaya gue gini lho. Gimanapun kisah cintanya dibawa happy terus."

"Pengennya juga gitu, Bin. Tapi gue enggak bisa," sahut Reina.

"Lo kayaknya butuh liburan deh. Gimana kalo besok kita nonton? Terus temenin gue cari hoddie. Biar lo lupa sama Dema," usul Binar.

"Nonton apa? Kalo 'Rembulan Tenggelam di Wajahmu' atau 'Ainun Habibie' yang terbaru gue oke."

"Enggak enggak, Kita nonton 'Jumanji' aja. Itu film dua-duanya bikin sedih sama terharu semua bau-baunya. Yang ada lo malah makin galau. Pokoknya besok keluar dari mall lo harus sudah bahagia," cerocos Binar menggebu-gebu. Mungkin saja efek ayam geprek tiga cabai yang ia makan.

"Ya kali habis nonton langsung lupa. Enggak semudah itu kali, Bin. Lo udah tau sendiri kan, gimana gue pas mau move on dari Dema dan mulai ngerespon Dilan. Yang ada bukan gue aja yang kesiksa. Tapi juga kasian Dilannya yang jadi pelampiasan emosi gue," terang Reina sedikit lesu. Semua yang dibicarakan Binar terdengar mudah tetapi cukup sulit untuk direalisasikan.

Ketika ia memutuskan untuk merespon Dilan, ia pikir semuanya bakal jadi lebih mudah. Ia tak perlu lagi memikirkan Dema yang entah menyukainya atau tidak dan membiarkan Amanda mendekati Dema tanpa harus memikirkannya. Lalu ia juga akan bahagia bersama Dilan yang sudah lama menyukainya.

Tapi semua itu hanya harapan. Ia menyukai Dema bukan Dilan. Saat Dilan ada di dekatnya dan mencoba menarik perhatiannya, semua itu seakan tidak berguna. Seperti hanya Dema yang ada di hati Reina. Dan ia tau itu mungkin saja melukai perasaan Dilan, meskipun Dilan tidak tau kebenarannya.

"Iya sih. Lo bilangnya mau kasih respon. Tapi responnya marah-marah. Kasian juga itu anak," ujar Binar.

"Iya. Tapi kan setidaknya gue udah berusaha. Lagian dari awal gue enggak suka sama Dilan. Belum apa-apa udah dateng ke rumah, ngasih ini itu, apalagi suratnya tuh. Terlalu alay deh." Tanpa takut didengar orang lain Reina mengatakan semua itu. Ya mau gimana lagi itu faktanya kan.

"Iya sih. Terus mau gimana?" tanya Binar sebelum menyuapkan makanannya.

"Gimana apanya? Nontonnya, Dilannya, apa Demanya? Jangan ambigu."

"Semuanya lah."

"Nontonnya oke. Tapi yang lain enggak tau. Buntu. Pilih ini, pilih itu sama-sama enggak enak." Reina mulai memelankan suaranya. Beberapa siswa laki-laki yang sudah selesai Sholat Jumat memasuki kantin.

"Dilan tuh." Tanggapan Binar di luar dugaan. Tapi benar saja, Dilan sedang mendekati mereka.

"Mau ngapain, Lan?" tanya Binar langsung.

"Mau makan lah. Kalian udah selesai?" jawab Dilan. Ia memerhatikan meja Reina dan Binar yang hanya ada satu piring kotor, satu gelas bekas es jeruk dan satu botol air mineral.

No EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang