Halaman belakang rumah disulap menjadi tempat pesta. Hyun memang ingin merayakan ulang tahun dua hari sebelum harinya tiba. Gyu sedikit terkejut, sempat menolak. Namun, Hyun memberi alasan bahwa dia akan pulang kampung di hari ulang tahunnya.
Api unggun menari-nari ditiup angin malam, mereka duduk di atas tikar. Beberapa hidangan makanan sudah siap, beberapa makanan ringan juga minuman bersoda. Tidak habis jika dimakan bertiga. Baru saja Marona akan mengangkat bicara, mengapa banyak makanan sedangkan mereka hanya bertiga. Namun, Hyun mendahuluinya.
"Sambil menunggu mereka, bagaiman kalau kita bernyanyi dulu."
"Mereka?" Marona membeo.
"Teman-teman kami," Gyu yang menimpali, karena Hyun sudah beranjak mengambil gitar di dalam rumah."Beberapa hari aku menunggu saat ini. Saat kita berdua." Gyu memulai pembicaraan.
Marona yang tadinya sibuk mendekatkan telapak tangannya pada api unggun segera menoleh. Mengernyit, seolah menanyakan maksud ucapan Gyu.Pemuda bermata sipit itu tampak kikuk. Menunduk, tidak tahu bagaimana harus memulai lagi pembicaraan.
"Hmm ... hmm ... sebenarnya."
"Hei, mari kita bernyanyi. Yoooo." Hyun mengangkat gitarnya. Marona juga Gyu mengangkat kepalanya, mengikuti pergerakan Hyun hingga ikut duduk bergabung. Gyu tidak jadi melanjutkan perkataannya.
Petikan pertama, Gyu yang mengambil suara terlebih dahulu. Alunan lagu balad menguasai, mengudara. Marona lagi-lagi merasa seakan kembali ke masa itu. Seratus tahun lalu. Mengingat tentang rentetan kejadian yang sudah dia alami. Hingga pembicaraannya di pinggir danau bersama Red.
"Aku tidak menyukai pelangi," ucap Red waktu itu.
"Kenapa?"
"Dia selalu menarik sudut bibirnya ke bawah."
Marona hanya menatap bingung. Hyun melanjutkan.
"Itu menandakan dia sedih. Dia sedih karena jika warnanya sudah lengkap dia akan lenyap. Dia sedih. Karena hanya memberi ceria sesaat pada orang yang menyukainya.""Jika menarik sudut bibirnya ke atas. Apa dia tidak akan lenyap."
"Entahlah."
Bahkan ketika Hyun dan Gyu selesai bernyanyi. Marona masih mematung. Hyun menegur, segera dia terlonjak."Haaaaa, suara kalian bagus. Aduh, aku sampai tidak sadarkan diri."
"Kau berlebihan, apa sebenarnya yang kau pikirkan." Gyu tampak menyelidik.
"Ah bagaimana kalau kalian membuat grup musik saja." Marona mengalihkan
pemibicaraan, menghindari pertanyaan Gyu."Kami sudah memilikinya."
"Kami bertujuh bahkan sudah menjadi popular di kampus," Hyun mengambil alih, menjawab pertanyaan Marona.
"Bertujuh?"
"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun."
Segerombolan suara nyanyian pemuda membuyarkan topik pembicaraan mereka.
Marona mengikuti arah suara. Benar saja, lima orang pemuda dan satu lagi wanita. Marona mengenalnya, Yeri."Kalian datang sebelum makanan mulai dingin," sambut Gyu.
Satu per satu Marona mulai mengenali mereka yang sedang berjalan mendekat. "Kurasa kita sudah saling mengenal, aku tidak perlu memperkenalkan diri." Dari
ujung kanan, pemuda yang dia temui di trotoar saat berbelanja. Yellow si pemuda jangkung yang nyaris mengelabuinya seratus tahun lalu hingga dia berhasil menyerap energinya di tengah hutan dengan bantuan Bibi Marin.Sebelahnya. "Aku Soo," dia memperkanalkan diri. Blue yang melambangkan kedamaian. Dia tampak tenang. Marona melenyapkan dia saat sedang berlayar di tengah laut.
"Aku, Jong." Warna Indigo yang menyukai kesederhanaan. Tidak ada perlawanan yang Marona dapat dari pemuda itu. Hingga dia merasa sangat-paling-bersalah sesaat
setelah menyerap energi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARONA (Rainbow Tails) [REPUB]
Fanfiction"Ketika seseorang yang ingin aku lenyapkan membuat hatiku luluh." Seratus tahun terakhir, dan dia kembali. Ini adalah kesempatan terakhir untuk Marona. Menghisap energi satu pemilik warna yang tersisa. Red. Namun, hatinya bergejolak. Ketika mendapat...