Malam sudah cukup sepi. Sekitran kompleks perumahan lengang, hanya desau angin malam yang terdengar. Mereka bertiga mengendap, mencari cara agar bisa melewati pagar rumah Marona. Saat itu, Hyun yang mengambil tindakan terlebih dahulu. Memanjat pagar dengan gagah, seperti seorang professional. "Hup." Dia berhasil mendarat di dalam dengan tepat.
Hyun melongkok dari celah pagar, pelan-pelan dia berkata, "Cepat-cepat, giliran kalian, tolong bantu dia memanjat, Kak. Aku akan menangkapnya di sini."
Gyu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu melangkah mendekati pagar- membuakanya dengan mudah sambil tersenyum meremehkan.
"Kau keren, Gyu," decak Marona, melihat Gyu yang cerdik. Sebelum melakukan hal bodoh, dia memastikan terlebih dahulu pagar terkunci atau tidak. Hyun bersungut merasa tersaingi. Kali ini dia tidak boleh kalah. Lagi-lagi dia yang mengambil tindakan untuk membuka pintu. Mengayunkan tubuhnya ke pintu-bermaksud mendobrak.
Marona segera menegur, "orang-orang akan bangun jika caramu seperti itu." Kemudian dia menyodorkan jepit rambut pada Hyun. "Aku sering melihatnya di film, mereka memakai ini.""Kali ini, kuakui kau yang cerdik."
Nihil, jepit rambut tidak berhasil membantu mereka membuka pintu. Kata Marona, itu tidak semudah yang dia lihat dalam film. Giliran Gyu yang bertindak, menyuruh Hyun dan Marona menyingkir dari depan pintu.
"Ceklek." Lagi-lagi dengan mudah Gyu membuka pintu. Membuat Marona sekali lagi berdecak kagum, dan Hyun kembali bersungut. Merasa kalah."Coba temukan cara yang lebih sederhana dulu, sebelum kau mempersulit diri." Itu kata Gyu.
"Beri kami kode jika mendengar tanda-tanda pintu itu akan terbuka." Marona menunjuk pintu kamar Bibi Mari. Hyun yang ditugaskan berjaga-jaga, sedangkan dia dan Gyu masuk ke kamarnya untuk mengemas barang.
Pasti ada petunjuk di dalam rumah ini. Hyun memberanikan diri mengendap ke dalam kamar yang ditunjuk Marona. Dia yakin di sana adalah kamar dari Bibi yang membuat Marona menjadi monster pelenyap.Mengingat tentang kejadian seratus tahun lalu-saat melihat kalung Marona yang menyala, tapi dia berusaha bersikap seolah-olah dia tidak tahu apa-apa-membuatnya bertekad untuk mencari cara agar dia bisa menghentikan Bibi Marin memaksa Marona untuk menyerap energi lagi. Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya.
Di dalam remang, tidak ada orang di kamar. Kemana Bibi Marin? Hyun berusaha mencari apa saja sebagai petunjuk. Banyak berkas-berkas di dalam. Satu per satu Hyun membukanya dengan bantuan lampu senter ponselnya.
"Menuju Kekuatan Abadi." Begitu judul tulisan dari sebuah kertas yang menarik perhatiannya. Dan satu lagi, buku kecil seukuran saku "Tak akan terlihat kekuatan putih, sebelum hitam menyerangnya." Begitu tulisan yang dibacanya. Cepat-cepat dia keluar, sedikit terengah. Segera dia menguasai nafasnya.
Gyu dan Marona sudah keluar, membawa dua koper.
"Misi kita berhasil," cetus Hyun semangat. Meski merasa janggal dengan misi yang begitu mudah mereka jalankan. Keberhasilan tanpa ketahuan yang terpenting, mereka bergegas kembali."Di mana Bibi Marin sebenarnya?" Marona membatin, mengingat Bibi Marin bukan seorang yang lengah.
Sesampainya di rumah Gyu, mendadak Hyun ingin tidur lebih awal. Itu hanya alibi agar dia lebih fokus membaca buku yang dia temukan di dalam kamar Bibi Marin.
Kekuatan tujuh elemen warna. Seorang wanita muda yang baru saja menginjak dua puluh tahun akan membawa kekuatan yang lebih segar dan kuat. Pada hujan di cuaca panas, serap energi itu. Dua puluh tahun dalam tempayan, dia akan menjadi kekuatan sempurna. Siramkan pada gadis dengan umur yang sama. Ekor-ekor pelangi yang berkilau. Jika itu tak cukup, tebas kembali. Biarkan mereka bercerai berai, menjadi tujuh orang pemuda tangkas. Serap kembali dan itulah kekutanmu yang abadi yang kau miliki. Banyak resiko, cobalah jika kau ingin melawan resiko itu.
Hyun mencerna cepat kalimat-kalimat yang baru saja dia lahap dari kertas yang dia temukan di kamar Bibi Marin. Buku seukuran saku juga cukup membantunya. Petunjuk- petunjuk yang membantunya untuk menjalankan misi sebenarnya."Aku berjanji, tidak akan meninggalkanmu untuk kedua kali. Aku akan berjuang dan melindungimu di zaman ini." Hyun bertekad.
***
Gyu kewalahan membawa banyak bahan makanan dalam kantung kresek. Begitu juga dengan Marona, Hyun hanya membawa satu dan itu ringan. Gyu tidak berniat memprotes, sebab tak ingin terlibat perdabatan dengan Hyun.
"Sebenarnya untuk apa berbelanja sebanyak ini, hah?"
"Banyak mengeluh membuat kita cepat tua, Kak. Bawa saja belanjaannya," dengan santai Hyun menjawab, sambil terus berjalan. Marona tidak berniat ikut andil dalam pembicaraan kedua pemuda yang sekarang mengapitnya.
Seseorang tampak melambai dari arah berlawanan. Berjalan beriringan bersama seorang wanita.
"Hei kalian."
"Hei Yeol." Hyun dan Gyu menyambut lambaian tangan itu.
"Huuuu, apa dia kekasihmu?" Hyun tampak menggoda pemuda bernama Yeol yang baru saja berada di depannya, sambil meneliti wanita yang bersamanya-dari ujung flatshoes pink sampai rambut pirang bergelombang.
Belum sempat Yeol menjawab. Dengan antusias wanita yang bersamanya mendahului. "Kami baru meresmikan hubungan kami seminggu yang lalu. Namaku Yeri, salam kenal."
"Hei, kau tak bilang-bilang ya."
"Itu karena kau yang sering menggodanya." Gyu menimpali ucapan Hyun.
Tanpa mereka sadari. Marona sudah mematung, terpaku melihat Yeol. Si Yellow yang dia lenyapkan seratus tahun lalu. Benar, auranya masih bisa dia rasakan.
Yeol, juga sama-sama melihat ke arah Marona. Merasa familiar sambil menunjuk bibirnya dan Marona secara bergantian.
Yeri yang melihat kekasihnya saling bertatapan segera menyenggol lengan Yeol.
"Hei, apa-apaan ini? Kenapa kau melihat kekasihku seperti itu."Keduanya segera tersadar. Yeol menoleh ke arah Yeri yang sudah melototinya.
"Kenapa kau menatap wanita itu, sambil menunjuk-nunjuk bibirmu. Apa kalian pernah berciuman, hah?"
"Kurasa begitu," ucap Yeol polos kembali tak melepas pandang pada Marona yang saat itu menunduk.
"Hei ...." Hyun hendak memperotes, Gyu segera mencegah.
"Aaaaaa." Yeri semakin geram, menepuk kepala kekasihnya dengan dompet.
"Yellow," Marona menggumam kecil, mengundang tatapan heran dari Hyun dan Gyu. Yeri sedikit mendekat setelah mengehentikan serangannya pada Yeol.
"Dia bahkan tahu warna favoritmu. Apa kalian pernah memiliki hubungan, hah?"
Yeri mendekat. Gyu dan Hyun bersedia menjadi tameng sewaktu-sewaktu jika Yeri menyerang Marona. Yeol berusaha mencegah, tapi tidak bisa. Wanita berambut pirang bergelombang itu menatap Marona bengis, tapi berangsur menjadi sipit karena senyum yang merekah. Tak disangka-sangka dia meminta Marona untuk menjadi teman dekat. Karena dia mengira bahwa Marona dan Yeol pernah memiliki hubungan. Dia ingin menanyakan banyak hal pada Marona tentang Yeol.
"Lain kali mari berbincang. Hari ini aku tidak bisa. Karena ingin menghabiskan waktu dengan kekasihku."
Yeri mengapit lengan Yeol yang baru saja menghela nafas lega.Gyu dan Hyun juga begitu. Merasa lega.
***
Dari sebrang jalan Bibi Marin tampak tersenyum sinis. "Rupanya dia sudah bertemu si pemilik warna terakhir."
Kemudian, setelah itu Bibi Marin melesat.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
MARONA (Rainbow Tails) [REPUB]
Fanfiction"Ketika seseorang yang ingin aku lenyapkan membuat hatiku luluh." Seratus tahun terakhir, dan dia kembali. Ini adalah kesempatan terakhir untuk Marona. Menghisap energi satu pemilik warna yang tersisa. Red. Namun, hatinya bergejolak. Ketika mendapat...