Perang Terakhir

39 13 6
                                    

Tahun 2016
​"Seseorang tiba-tiba membekap mulutku, menarikku ke belakang saat sedang mengintipmu."
​Marona masih mendengarkan cerita bagaimana Yeri mengetahui semuanya. Iya, Marona berakhir menginap di vila milik orangtua Yeri, di pinggir sungai. Tempatnya lumayan sepi, cukup untuk Marona bersembunyi.

​"Siapa orang itu?"

​"Gyu," jawab Yeri singkat.

​"Jadi ....?"

​"Iya, Gyu yang merencanakan semuanya. Dia menyuruhku untuk membawamu bersamaku," Yeri memotong-membenarkan, tahu apa yang dipikirkan Marona.

​Wanita mungil itu hanya menghela nafas. Semoaga pemuda-pemuda itu berhasil memaksimalkan energi mereka sebelum Bibi Marin membuatnya tidak terkendali.

​Tepat pukul dua belas. Tubuh Marona tiba-tiba memanas setelah mendengar penjelasan dari Yeri. Keringat dingin mengucur di keningnya, dia mengepalkan tangannya kuat. Haus luar biasa menggerogoti tenggorokannya, dia berlari ke luar. Yeri berusaha mencegahnya, tapi dia menepis tangan Yeri.

​Marona mulai tidak terkendali, lupa diri. Kali ini Yeri mendekapnya, dia melepaskan diri secara pakasa yang nyaris membuat Yeri terjungkal. Beruntung wanita itu memiliki keseimbangan yang baik.

​Di balik pohon Bibi Marin bersembunyi melihat gelagat Marona yang tidak terkendali dibuatnya.

***

​Ketujuh pemuda berjalan saling beriringan menuju tempat persembunyian Marona. Bibi Marin sudah mencegat mereka di sana. Sejenak mereka menghentikan langkah. Dua kubu saling bertatap sengit, sorot mata berkilat tajam saling mengeluarkan seringai bengis.

​"Serahkan si pemilik warna merah, dan kalian akan kubebaskan." Bibi Marin melakukan penawaran, serentak mereka menolak dengan tegas lantas melakukan improvisasi untuk melindungi Hyun.

​Dalam jarak sepuluh meter Marona tampak menggeliat. Kekuatan hitam mengikatnya. Yeri tidak tahu harus berbuat apa, dia panik sendiri di belakang Marona.

​"Satu jentikan jari, dia lepas dan semakin tidak terkendali. Melenyapkan kalian semua," ucap Bibi Marin sembari menelik ke arah Marona yang semakin menggeliat.

​Emosi Woo tersulut, mengeluarkan kekuatan orange dari tangannya. Bibi Marin berhasil menangkis. Tidak tinggal diam, Bibi Marin membalas membuat mereka bertujuh tersungkur.

​"Satu sapuan dan kalian bertujuh limbung. Lebih baik serahkan saja dia, sebelum kalian semua lenyap di tanganku."

​Segera mereka bangkit dengan mata yang berkilat tajam, lalu menyatukan kekuatan mereka. Menyerang Bibi Marin yang juga saat itu berancang-ancang mengeluarkan kekuatan.
​Kekuatan hitam dan kekuatan tujuh warna pelangi melambung di udara. Terlihat saling mendorong satu sama lain setelah menemukan titik pertemuan.

​Ketujuh pemuda sudah terlihat kewalahan, energi yang diserap belum maksimal. Entah dari mana Paman Jung tiba-tiba datang. Melayang, menghantam Bibi Marin dari belakang.

​"Kau sudah berbuat terlalu jauh, Marin. Saatnya kau lenyap sekarang."

​"Buaaaaar."

​Ketujuh pemuda tersungkur. Hening, hitam dan legam sesaat. Tidak ada suara satu pun hingga akhirnya suasana kembali normal. Suasana malam di pinggir sungai.

Bibi Marin mulai lenyap, Paman Jung menatap orang terkasihnya itu dengan iba. Terselip rasa ketidak relaan dalam hatinya. Dia mengira Bibi Marin tidak akan berani melakukan misinya sejauh ini. Tidak bisa dia bayangkan bagaimana Bibi Marin akan mendapatkan kekuatan yang sangat luar biasa. dia akan meledak dengan sendiri. Begitu juga dengan orang-orang di kota.

Marona terkulai lemah. Baru saja Hyun akan bangkit. Lebih dulu Paman Jung menangkapnya, lalu membawa Marona pergi tanpa basa-basi.

Bersambung...

MARONA (Rainbow Tails) [REPUB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang