#8

77K 4.1K 137
                                    

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Violet baru saja selesai mandi ketika ia mendengar suara Darren. Perempuan itu menoleh ke arah ranjang, menemukan pria tersebut tengah duduk di sana sambil menggenakan seragam rapi. Untungnya, Violet sudah berbusana dan tak hanya menggunakan bathrobe.

"Soal?" balas Violet sembari bergerak ke arah meja kecil dengan kaca. Di sana ada beberapa skincare milik Violet yang kadang ia pakai. Perempuan itu menyalakan hairdryer dan mulai menggosok lembut kepalanya dengan handuk kecil yang tadi ia gunakan untuk membungkus rambut.

"Soal pernikahan ini," balas Darren. Hair dryer yang Violet gunakan memang berisik, tapi ia masih bisa mendengar dengan jelas suara suaminya itu. "Ada yang harus kau pahami."

Violet mematikan hairdryer itu ketika ia mendengar perkataan terakhir Darren. Perempuan tersebut menoleh dan menatap suaminya dengan pandangan yang tak bisa Darren artikan. "Apa yang harus aku pahami soal pernikahan ini?"

Darren menarik napas pelan. Ia bingung bagaimana harus menjelaskan ini pada Violet.

"Aku tidak mencintaimu."

Deg. Violet merasa jantungnya mencelos. Fakta itu sudah dia ketahui meski Darren tak memberitahunya. Namun, kenapa rasanya justru lebih sakit ketika ia mendengarnya langsung dari Darren?

"Aku tahu," balas Violet, berusaha tenang. "Sikapmu sudah menggambarkan kalau kau tak menyukaiku."

"Aku tak menginginkanmu sebagai istri," sambung Darren lagi yang membuat Violet menghentikan gerakannya. Perempuan itu menatap Darren lekat. Ada sorot terluka di balik netra abunya yang bisa Darren tangkap. "Aku bahkan tak masalah bila kau berkencan dengan lelaki lain."

"Kenapa?" balas Violet pelan. Perempuan itu berusaha menetralkan emosinya agar ia terlihat baik-baik saja. Padahal pagi ini Violet baru saja gembira karena ia bisa melakukan hal-hal layaknya pasangan bersama Darren, tapi baru beberapa saat setelah kebahagiaan itu, Darren merusak semuanya.

"Karena aku mencintai perempuan lain."

Violet memalingkan wajah mendengar perkataan Darren. Perempuan itu mencengkeram erat handuk yang tadi ia gunakan di kepala. Rasanya sakit ... Violet juga tidak mengerti kenapa hatinya seperti diremas-remas. Ia memang istri Darren, tapi ia tahu Darren tak mencintainya. Namun, kenapa ketika ia membayangkan Darren bersama perempuan lain membuat Violet tanpa sadar hampir menangis?

Perempuan itu segera menyeka air mata yang nyaris turun. Ia tak ingin Darren mengetahui kalau Violet menangis. Darren tak boleh tahu kalau Violet menyimpan rasa dengannya. Perasaan yang bahkan tumbuh tanpa bisa Violet cegah.

"Karena itu tolong berhenti berperan sebagai istriku. Aku akan tetap pulang ke apartemen ini, hanya saja, aku minta padamu untuk berhenti memperhatikanku, menungguiku, ataupun berbuat baik padaku. Aku tak membutuhkan itu."

Perkataan Darren benar-benar merobek hati Violet menjadi seribu. Namun, perempuan itu masih dengan sekuat tenaga berusaha untuk menahan air mata yang hampir jatuh. Ia tak ingin terisak, karena itu Violet mengigit bibirnya kuat-kuat hingga rasa asin terasa di lidah. Bibirnya berdarah.

"Kuharap kau paham kalau pernikahan kita didasari oleh bisnis bukan cinta. Karena itu, jangan berharap lebih padaku sebagaimana aku tak berharap lebih padamu." Darren melanjutkan. "Karena sekeras apa pun usahamu, aku tak akan mencintaimu. Aku sudah mencintai seorang wanita dan kau tak akan bisa menggeser posisinya."

Violet merasa pandangannya semakin kabur karena air mata kala Darren bangkit dari posisi duduknya dan hendak keluar dari kamar. Ketika Darren sampai di ambang pintu, langkah lelaki itu terhenti karena suara Violet.

"Darren."

Darren menoleh ke arah Violet yang tengah tertunduk. Meski perempuan itu duduk di hadapan kaca, tapi Darren tak bisa melihat wajahnya karena tertutup oleh rambut. "Ya?"

"Bolehkah aku juga minta satu hal padamu?"

"Apa itu?"

"Biarkan aku tetap berperan jadi istrimu." Violet menghapus air matanya sebelum ia mendongak. Hidung perempuan itu memerah, tapi ia memberanikan diri untuk menatap Darren. Bibirnya sedikit berdarah, tapi Darren tak menyadarinya. "Setidaknya biarkan aku melakukan itu."

"Apa kau tuli?" Darren mengubah ekspresinya menjadi kesal. Ia tahu Violet sepertinya menangis, tapi Darren berusaha untuk tidak memedulikannya agar ia tak merasa bersalah. "Aku kan sudah bilang kau tak perlu repot-repot untuk melakukannya karena aku tak akan mencintaimu. Aku tak membutuhkan dirimu."

"Aku tak berharap dicintai olehmu dan aku tahu kau tak membutuhkanku ...." Perkataan Violet membuat Darren tertegun. "Aku juga tak pernah berpikir kalau kau akan mencintaiku. Hanya saja ... biarkan aku tetap bersikap selayaknya istri. Setidaknya ... jangan hindari aku. Aku tetap ingin melayanimu sebagaimana mestinya. Katakanlah aku bodoh, tapi itu yang kuinginkan dan kuharap kau paham."

"Violet, kenapa kau begitu keras kepala?" Darren menarik napas, dia tak suka dengan apa yang Violet baru saja katakan. "Kau tak perlu repot-repot memasak, menghubungi, ataupun menungguku. Bukankah hal itu lebih baik untuk kita berdua? Kau ini aneh sekali."

"Kenapa kau memedulikanku? Biar saja aku memasak, menghubungi, dan terus menunggumu. Aku tak keberatan melakukannya. Kau tak perlu memperhatikanku. Yang perlu kau lakukan hanya membiarkan aku melakukan tugas sebagai seorang istri dan tak menghindariku. Apa kau bisa melakukan itu Darren?"

Darren terdiam. Dia sebenarnya tak nyaman diperlakukan dengan baik oleh Violet. Darren tidak suka jahat pada orang yang telah baik padanya. Karena itu akan lebih baik bila mereka tak berhubungan akrab. Hanya saja ... kenapa perempuan itu begitu keras kepala?

"Apa kau takut jatuh cinta padaku bila aku terus berperan sebagai istrimu?" sambung Violet dengan percaya diri.

Darren menatap Violet sejenak, lalu ia menggeleng. "Sudah kubilang, kau tak akan bisa menggeser posisi dia."

"Kalau begitu, biarkanlah hubungan kita tetap seperti ini. Kenapa kau melarangku? Apa karena kau takut aku terluka?"

Darren diam. Namun, sedetik kemudian lelaki itu menghela napas pasrah. Ia tahu ia tak akan menang dari Violet. "Kalau begitu, terserah kau, aku tak akan melarangmu, tapi kalau kau terluka jangan salahkan aku, karena aku sudah memperingatkanmu."

Kaki Darren kembali bergerak dan ia melangkah keluar. Setelah lima menit, Violet bisa mendengar suara pintu yang ditutup, tanda Darren sudah keluar dari apartemen dan pergi ke kantor.

Tangis yang sedaritadi Violet tahan perlahan pecah. Isakkan kecil berubah menjadi erangan hebat. Violet tidak paham kenapa ia merasa begitu hancur. Hanya saja ... ia tak bisa menurut begitu saja pada permintaan Darren.

Violet tidak mau hanya diam dan meratapi nasibnya sebagai istri yang suaminya mencintai perempuan lain. Violet setidaknya akan tetap berusaha menjadi istri yang baik, di mana kemungkinan Darren perlahan akan berpaling padanya mungkin akan muncul. Meski lelaki itu sendiri berkata bahwa Violet tak akan bisa menggeser posisi si dia yang menempati hati Darren, tapi, Violet tak akan menyerah sebelum berperang.

Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, Darren.

Aku akan berusaha dengan segala yang kupunya. 

**

70 vote and 15 comment for next chapter 

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang