#16

79.2K 4.1K 366
                                    

Next 130 votes dan 21 comments!

was bingung.

*

*

*

*

*

*





Malam itu sunyi seperti biasa. Hujan dengan deras mengguyur kota New York, membuat udara menjadi semakin dingin. Di tengah kegelapan yang menyelimuti sebuah kamar kecil, Darren mengamati Gladys yang tengah terlelap di sisinya.

Andew--anak Gladys dan Edward--memang sudah tidur terpisah dengan orang tuanya sejak ia berusia 3 tahun dan sekarang bocah itu sudah memasuki umur lima tahun. Setelah pergumulan panjang yang Darren dan Gladys lakukan seperti biasa, mereka selalu berakhir seperti ini--tanpa busana dan saling berpelukan.

Darren memandang wajah Gladys yang masih terlelap dengan pulasnya sambil tersenyum kecil. Lelaki itu menghalau anak-anak rambut yang menutupi wajah perempuannya. Penuh pengamatan dan senyum--itu juga menjadi kebiasaan Darren setelah pergumulan hebatnya dengan Gladys.

Omong-omong, perempuan itu selalu terlelap ketika mereka selesai bercinta, jadi Darren bisa mengatakan apa pun yang ia mau pada Gladys dan perempuan itu tak akan terbangun. Dia tidur seperti orang pingsan dan Darren yakin, bila terjadi gempa bumi, mungkin Gladys bisa menjadi korban karena kebiasaannya yang ini.

"Kau bahagia denganku, ya?" Darren tersenyum penuh cinta sambil terus mengusap wajah Gladys--dan perempuan itu sama sekali tak bereaksi pada ini. "Aku senang bersamamu."

Bunyi rinai hujan terdengar berisik di dalam kamar, tapi itu tak menghalangi Darren untuk terus berbicara. "Teruslah mencintaiku seperti ini selagi kau bisa ... Gladys."

Darren menarik tangannya dari wajah Gladys dan meniup jari-jari itu dengan sekuat tenaga. "Setidaknya, aku baik hati karena membiarkanmu bahagia ... sebelum ... aku ... menghancurkanmu."

**

Violet terbangun dengan tubuh yang mengigil. Ia bangkit dari posisi tidur dan menyadari kalau ia tertidur di sofa. Perempuan itu mengalihkan pandangan ke seluruh penjuru apartemen dan menemukan Marvin juga tertidur di atas sofa--yang berbeda dengan milik Violet.

Jam menunjuk pukul setengah enam pagi. Violet tak ingat sampai pukul berapa ia dan Marvin tenggelam dalam lautan horor dan jeritan histeris, tapi setahu Violet, mata Marvin masih terbuka lebar di ingatan terakhirnya.

Perempuan itu menyadari ada jas cokelat milik Marvin yang sepertinya ia pakaikan di atas tubuh Violet sebagai selimut--tapi hal itu tak cukup untuk tak membuat Violet kedinginan. Semalam, mereka duduk di atas sofa yang sama, di tempat yang sekarang Violet dudukki, tapi sepertinya setelah Violet tertidur, Marvin berpindah tempat.

Violet menghela napas dan mengamati Marvin. Melihat lelaki yang telah menolongnya tertidur dalam kondisi yang tak nyaman membuat Violet jadi tak enak hati. Dia akui, rasa frustrasi dan sesaknya sedikit terangkat karena ada Marvin di sini. Lelaki itu bahkan rela begadang demi menemani Violet--padahal dia pasti capek, belum lagi dia masih harus bekerja hari ini.

Pengorbanan yang Marvin lakukan ini terasa manis bagi Violet dan secara tak sadar, Violet jadi teringat dengan perkataannya sesaat sebelum Violet tertidur.

Karena aku ... benar-benar menyukaimu.

"Apa kau serius?" Violet bergumam sambil memandang wajah Marvin. Jarak mereka tak jauh dan dari sini, Violet bisa menatap ekspresi pulas Marvin yang masih terlelap di sana. "Apa kau ... serius menyukaiku?"

Violet bertanya pada udara yang terasa dingin bak es. Dia tak mengharapkan jawaban. Dia hanya ... ingin tahu. Kenapa lelaki seperti Marvin yang notabenenya tampan, kaya, dan terkenal mau menyukai Violet? Di saat ada banyak sekali wanita cantik lainnya yang mengantre untuk menjadi kekasih Marvin?

Violet tak mengerti dengan itu. Dia memang polos, tapi dia juga tak bodoh. Violet rasanya tak bisa percaya kalau kakak dari sahabatnya sendiri menyatakan cinta padanya di hari pertama mereka bertemu.

Haruskah ... aku mempercayai dia dan mengabaikan semua skenario buruk di otakku? batin Violet bersuara. Jujur, di dalam hatinya yang terdalam, Violet tahu kalau untuk bersama Darren maka dia akan mendapatkan rasa sakit lagi, mengingat lelaki itu tak mencintainya. Perjalanan ini masih sangat panjang dan mungkin akan membutuhkan banyak air mata lain bila Violet ingin terus berjuang.

Lantas, apakah ia harus berusaha melupakan Darren dan mencoba menjalin hubungan dengan lelaki lain?

Toh, suaminya itu tak peduli dan sekarang, Violet bisa berpacaran dengan siapa saja--asal tak ketahuan. Keluarga Barson hanya perlu status pernikahan antara Violet dan Darren, jadi selama Violet tak tertangkap oleh mereka, maka ... dia akan baik-baik saja, 'kan ...?

Ini kesempatanmu! Ini kali pertama kau bisa melakukan apa yang kau mau tanpa kekangan, Violet! Kau tunggu apa lagi? Apa yang kau harapkan dari Darren yang bahkan lebih memilih untuk memeluk Gladys malam ini? Kau kira dia akan berbalik padamu? Kau kira dia akan mencintaimu? Kau pikir dirimu itu sebagus apa sampai dia mau mencintai perempuan sepertimu? Kau itu tak ada apa-apanya. Kau hanya anak angkat yang tak berguna. Kau hanya boneka Nyonya Adriana dan Tuan Randy yang sekarang telah dipindah tangankan. Sadarlah dan berhenti berharap pada Darren!
Lupakan tekadmu untuk membuatnya mencintaimu karena itu tak mungkin!

Tanpa Violet sadari, ternyata air matanya mengalir dengan deras. Perempuan itu melamun sambil memandangi Marvin yang tengah tertidur. Menjalani cinta sepihak memang tak mudah--dan Violet kembali menyadarinya sekarang.

Secepat kilat, kenangan menyakitkan di mana Violet menangis ketika Darren tak pulang karena dia ingin menemui Gladys kembali terputar. Ini tak hanya sekali terjadi, tapi berulang-ulang. Violet bukannya tak terluka, dia hanya bersikap seolah tak ada masalah dan baik-baik saja, meski pada kenyataannya dia patah.

Darren ... lelaki itu sepertinya memang tak akan pernah memandang Violet, sekeras apa pun usaha yang ia lakukan. Karena terbukti selama sebulan ini, meski Violet sudah berusaha maksimal--sampai bahkan ia pernah nekat mencium Darren--, tapi ia tetap tak mendapatkan respons yang signifikan.

Semua usaha Violet seakan tak berguna, meski memang ada sedikit perubahan pada sikap Darren--yang awalnya kasar menjadi sedikit lembut.

Tatapan mata abu Violet menerawang. Udara dingin semakin menusuk dan membuat bulunya meremang, tapi dia tak peduli. Dengan suara getir yang tertahan, perlahan perempuan itu bergumam,

"Apa aku harus menyerah sampai di sini saja?"

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang