Gadis itu terbangun dari tidurnya saat merasakan cahaya matahari yang menerobos masuk melewati cela-cela jendela. Perlahan Zian membuka matanya menetralisir penglihatannya yang sedikit buram akibat kesadarannya yang belum terisi penuh, Kini ia merubah posisinya yang tadinya berbaring menjadi duduk bersandar disanggahan king size itu.
Diliriknya sekilas ke arah jam dinding yang terletak tepat di atas pintu ruangan itu ternyata jam telah menunjukan pukul 10. 00 pagi.
"Sejak kapan dia telah pergi dari sini?" ambigu Zian seraya mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling ruangan itu, "akan lebih baik jika aku segera mandi saja."
Gadis itu pun turun dari ranjang dan segera berjalan menuju lemari yang terletak tidak jauh dari tempat tidurnya, "apakah di sini ada baju ganti untukku?" perlahan dibukanya lemari berwarna putih itu, "sejak kapan pakaian-pakaian ini berada di sini? Apakah Gavin telah menyiapkannya untukku?"
Setelah merasa pas untuk memilih baju ganti dari lemari itu, Zian pun segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sekitar dua puluh menit kemudian gadis itu keluar dengan setelan baju berwarna hitam dan celana pendek selutut berwarna pink muda.
Dengan langkah santai Zian berjalan menuju meja rias yang terletak di samping kanan tempat tidurnya, kini ia duduk di sofa yang langsung menghadap ke cermin besar di hadapannya, ditatapnya pantulan wajahnya dicermin yang berada di hadapannya itu. Entah mengapa mengingat kejadian tadi pagi seketika membuat mood Zian merasa sangat senang, bahkan tanpa sadar gadis itu tersenyum menatap intens setiap lekuk wajahnya dipantulan cermin.
"Lebih baik aku berdiam diri saja di sini lagi pula, aku merasa sedikit malu jika harus bertemu dengan Gavin setelah kejadian tadi pagi" lagi-lagi gadis itu kembali berambigu.
Perlahan gadis itu berdiri dan berjalan menuju king size yang terletak tepat di sampingnya, kini ia duduk di pinggiran ranjang itu, "kenapa bisa? Dari sekian banyaknya laki-laki di dunia ini, kenapa aku harus jatuh cinta pada Gavin? Apa ini yang disebut sebagai takdir?" ujar Zian seraya merubah posisinya yang tadinya duduk di pinggiran ranjang, kini ia bergeser ke tengah dengan posisi tubuh yang tengkurap.
Sejak tadi, gadis itu masih sibuk dengan pemikirannya mengenai laki-laki bermata tajam itu, hingga saat ini pula Zian terus tersenyum memikiran tentang laki-laki bernama Gavin itu.
Ceklek...
Pintu ruangan itu kini telah terbuka lebar dan menampilkan sosok laki-laki berbadan tinggi yang kini tengah terdiam di ambang pintu ruangan itu.
Dilihatnya gadisnya itu yang tengah tengkurap dengan senyuman tipis yang tercetak diwajah cantik gadisnya itu, ditatapnya lekat-lekat setiap gerakan yang dilakukan gadis itu dari ambang pintu ruangan itu. Hingga tanpa sadar laki-laki itu juga tersenyum tipis saat melihat pemandangan di depannya itu.
Dengan langkah yang dibuat sepelan mungkin, Gavin berjalan mendekat ke arah gadisnya yang sepertinya sejak tadi belum juga menyadari keberadaanya saat ini.
"Ehem..!"
Karena melihat gadisnya itu yang masih belum juga menyadari keberadaanya, Gavin pun sengaja berdeham cukup keras untuk membuat gadisnya itu mengetahu keberadaanya saat ini.
Mendengar dehaman yang cukup keras itu secara reflek pun membuat Zian menoleh dan kini ditataplah seorang laki-laki yang entah sejak kapan telah berdiri tidak jauh dari sampingnya.
"G-gavin..?!" lirih Zian tersentak kaget saat mendapati laki-laki itu yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya, "s-sejak kapan kamu berada di sini?" lanjutnya seraya duduk menghadap ke arah laki-laki itu.
"Dan sejak kapan kamu telah bersiap dan memilih berdiam diri di sini bukannya langsung turun ke bahwah untuk menemuiku?" sahut Gavin dengan seringaian kecil yang tercetak diwajahnya.
"Em.. A-aku, s-sebenarnya begini a-aku masih mengantuk ya, a-aku memang masih mengantuk j-jadi aku memilih untuk berdiam di sini dan tidak langsung menemuimu.."
"Mau aku yang membenarkan perkataanmu itu atau kamu sendiri saja yang mengatakannya secara sejujurnya padaku?"
Good! Pintar dalam mengendalikan perkataan orang lain agar menuruti segala kemauannya itulah salah satu kelebihan laki-laki itu dimata Zian, jujur saja hal ini yang membuat Zian merasa sangat sebal saat laki-laki itu sudah berkata seperti ini itulah memang titik kelemahan Zian, hanya dengan sorot mata tajam dan nada dingin dari laki-laki itu mampu membuat tubuh gadis itu menjadi sulit dikendalikan dan bahkan ia akan sulit mengendalikan perkataanya sendiri.
Gadis itu seketika terkesiap saat melihat pergerakan dari laki-laki di hadapannya itu, benar-benar hanya dengan satu kali gerakan dari Gavin, mampu membuat gadis itu semakin kalang kabut dan salah tingkah saat melihat tatapan tajam dari seorang laki-laki bernama Gavin itu.
'Damn! Tidak, kali ini aku harus bisa menahan diriku sendiri!, aku pengendali tubuhku ini bukan dia!' umpat Zian dalam hati seraya mengerjapkan matanya beberapa kali saat laki-laki itu semakin mendekat ke arahnya.
"Baiklah, kamu tetap diam? Bisa ku simpulkan bahwa kamu memang ingin aku yang membenarkan perkataanmu itu, sayang.." ujar Gavin seraya duduk di hadapan gadisnya itu.
"T-tunggu Vin, baiklah a-aku yang akan mengatakan yang sejujurnya pada kamu" sahut cepat Zian seraya mengalihkan tatapannya beberapa kali ke arah lain.
"Yes, dear?"
Gadis itu menghembuskan napasnya secara perlahan seraya memejamkan matanya beberapa saat untuk mengurangi rasa gugupnya. Sementara Gavin yang melihat tingkah gadis di hadapannya saat ini kembali tersenyum tipis seraya terus menatap lekat setiap inci wajah Zian.
"Em.. A-aku sebenarnya, baiklah s-sebenarnya aku tidak langsung menemui kamu k-karena.." Zian sengaja menggantungkan kalimatnya seraya menatap tanpa ekspresi ke arah laki-laki di hadapannya itu, "huh! Baiklah, aku akui Vin, aku hanya tidak tau harus berbuat apa setelah kejadian tadi pa-"
Cup
"Can we repeat what happened this morning, baby?" bisik Gavin tepat di samping telinga Zian.
Mendengar bisikan laki-laki itu sontak membuat gadis itu terhenyak dam terdiam membeku di tempat dengan wajah tanpa ekspresi.
Merasa bahwa gadisnya itu tengah diam membeku membuat Gavin semakin gencar untuk menggoda Zian yang masih terdiam tanpa berkutik sedikit pun. Dengan sekali gerakan tubuhnya kini tubuh keduanya semakin dekat, hingga Zian dapat merasakan bahwa kini laki-laki itu tengah menempelkan kepalanya tepat dipundak kanannya.
"A-apa yang kamu lakukan, Vin?"
"Mengulangi kebahagiaan kita di pagi hari tadi, Zi.."
'Ya tuhan, aku tidak tau lagi harus berbuat apa lagi setelah ini dan kenapa selalu saja berakhir begini? Kenapa aku yang selalu kesulitan untuk mengendalikan diriku sendiri?'
Cup
"Stop turning on yourself dear, can you say everything honestly to me despite whatever reason?!"
***
Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak kalian jika kalian menikmati cerita ini. Saran dan masukan tentu akan saya terima pastinya tentunya dengan bahasa yang baik dan sopan😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath Boyfriend
Novela JuvenilJiwa iblis yang dimiliki Gavin memang sudah muncul sejak ia masih kecil, bahkan hasrat iblisnya lebih mudah menguasainya saat ia sedang frustasi ataupun hanya melihat tetesan darah. Lantas bagaimana jika psycopath gila seperti Gavin bertemu dengan g...