42. Perempuan asing

8.7K 416 62
                                    

Kini gadis itu tengah berada di dalam mobil bersama Zeyan, namun sudah setengah jam berlalu suasana di dalam mobil milik lelaki itu tetap hening tanpa ada yang membuka obrolan sama sekali di antara keduanya.

Zian yang sibuk menatap ke arah kaca jendela luar mobil yang menampakan pemandangan kendaraan yang berlalu lalang di sore hari. Sementara Zeyan yang fokus menyetir dan memperhatikan jalanan di depannya.

Hingga pada akhirnya mobil milik Zeyan pun telah sampai di pelataran mansion milik Gavin. Melihat pemandangan mansion di depannya itu entah kenapa membuat Zian merasakan rasa sesak di hati kecilnya dan rasa takut pun tiba-tiba terlintas di dalam benaknya.

"Kamu hanya perlu menghilangkan rasa trauma kamu Zi, dan aku akan selalu memastikan bahwa kamu akan tetap baik-baik saja mulai detik ini"ujar Zeyan sadar dengan ekspresi gadis di sampingnya yang sejak tadi terdiam fokus menatap ke arah bangunan mansion itu.

Mendengar itu pun membuat gadis itu menunduk dan memejamkan matanya beberapa saat mencoba menghilangkan rasa trauma yang tersimpan dipikirannya.

"Percayalah tidak akan terjadi apapun padamu, selagi aku berada di dekatmu.." lanjut Zeyan seraya menangkup lembut pipi kanan Zian.

Mendapati perilaku lembut dari lelaki di sampingnya, Zian pun perlahan mendongak dan terperangah menatap mata Zeyan yang begitu menenangkan.

"Peganglah janjiku, Zi tidak akan terjadi apapun pada kamu.." tambah Zeyan seraya tersenyum tipis ke arah gadis itu.

"Zey.. A-aku, aku terlalu tak--"

Belum sempat Zian melanjutkan kalimatnya dengan gerakan cepatnya, Zeyan langsung menempelkan jari manisnya ke bibir gadis itu, yang langsung membuat Zian reflek terdiam dan membeku di tempat.

"Tenanglah, jangan biarkan rasa trauma kamu semakin menguasai pemikiran kamu, mengerti?" ujar Zeyan dengan tatapan teduhnya yang hanya bisa dibalas anggukan kecil oleh Zian.

"Baiklah, Zi ayo kita masuk" titah Zeyan seraya menggeser tubuhnya dan membuka pintu mobil diikuti Zian yang keluar dari mobil itu. Kini keduanya pun melangkah menuju pintu masuk mansion itu.

"Aku ingin mandi terlebih dahulu Zi, sebaiknya kamu istirahat saja karena kondisimu juga belum sepenuhnya membaik" ucap Zeyan kemudian melenggang pergi meninggalkan Zian sendirian di sana setelah mendapat anggukan singkat dari Zian.

"Lebih baik aku ke dapur saja dari pada harus berdiam diri dikamar membosankan itu" gerutu Zian seraya berjalan menuju dapur.

Namun tiba-tiba pandangan gadis itu jatuh pada sosok laki-laki bertubuh kekar yang baru saja keluar dari sebuah ruangan yang terbilang rahasia di mansion itu.

"G-gavin..?" lirih Zian tanpa sadar dengan sorot mata sendunya menatap ke arah laki-laki di seberang sana.

Baru saja gadis itu akan beranjak dan mendekat ke arah laki-laki itu, tiba-tiba seorang perempuan berambut pirang keluar dari ruangan itu seraya memeluk tubuh laki-laki itu dari belakang.

Melihat pemandangan itu pun entah kenapa membuat Zian semakin merasa terkejut dan merasakan sesak dihati kecilnya. Dan kini tanpa ia sadari cairan berwarna bening itu menetes saat melihat laki-laki itu juga membalas pelukan erat perempuan itu.

"Zi.."

Gadis itu buru-buru menghapus air matanya yang membasahi pipinya saat mendengar suara yang sangat ia kenali yang tidak lain adalah, Zeyan.

"Kamu menangis?" tambah Zeyan saat melihat mata gadis di hadapannya itu yang sedikit sembab dan wajah gadis itu yang sedikit memerah. Buru-buru Zeyan pun mendekat ke arah Zian dan memegang kedua bahu gadis itu, "apa yang terjadi pada ka--" baru saja Zeyan akan melanjutkan kalimatnya, ia baru saja mengkap pemandangan kedua orang tengah berpelukan di seberang sana.

Kini Zeyan beralih menatap ke arah gadis itu kembali seraya memeluk erat tubuh Zian, "luka itu terkadang sengaja diciptakan untuk membuat kamu semakin merasa kuat Zi, jadi aku harap ini tidak akan membuatmu menjadi seseorang yang lemah kembali nantinya.." bisik Zeyan dengan nada lembutnya.

"Aku, aku ingin pergi dari tempat ini Zey.." lirih gadis itu seraya kembali menahan cairan berwarna bening yang sudah sangat memenuhi pelupuk matanya.

"Zi.."

Gadis itu sedikit terkejut saat mendengar suara berat itu, namun ia memilih diam berada dipelukan Zeyan, tanpa berniat berkutik sedikitpun, mungkin saja ia hanya berhalusinasi mendengar suara milik laki-laki bermata tajam itu yang tidak lain adalah, Gavin.

"Zian.."

Kali ini semakin terdengar jelas dan tegas, mungkinkah ia semakin berhalusinasi ataukah suara itu memang benar milik lelaki bermata tajam itu?

Perlahan Zian pun merenggangkan pelukannya dan berbalik memastikan siapa pemilik suara berat itu. Dan kini ditataplah lelaki yang sejak beberapa minggu ini jarang sekali ia lihat dan saat pertama ia melihat lelaki itu, justru lelaki itu tengah berpelukan dengan seorang perempuan berambut pirang itu.

Kini Zian hanya bisa diam mematung menatap ke arah seorang laki-laki pemilik mata tajam itu yang tidak lain adalah, Gavin!

Kini sorot mata keduanya bertemu, ditataplah mata tajam milik laki-laki itu, sebaliknya ditatapnya mata teduh milik gadis yang sejak beberapa minggu ini tidak pernah ia pandang.

"Vin.."

Mendengar suara itu membuat keduanya pun menoleh termasuk Zeyan yang sejak tadi diam mematung. Di tataplah seorang perempuan dengan rambut pirang yang kini tengah berdiri di samping Gavin.

"Siapa wanita ini?" ujar perempuan itu seraya menggenggam erat tangan Gavin.

"E-elsa?"

Zian pun reflek menoleh ke arah Zeyan saat mendengar nama yang diucapkan oleh lelaki itu. Entah kenapa mendengar ucapan Zeyan, semakin membuat hati kecil Zian terasa sesak dan kecewa.

"Zeyan? Ah biar ku tebak pasti wanita ini kekasihmu bu--"

"Tidak, kami hanya berteman saja.." potong Zian seraya melemparkan senyuman tipis ke arah perempuan asing di hadapannya itu.

Diliriknya sekilas tangan perempuan itu yang tengah menggenggam erat tangan Gavin, lagi-lagi melihat itu semakin membuat pikiran Zian semakin kalang kabut dan merasakan hati kecilnya yang semakin terasa sesak.

"Elsa" lanjut perempuan itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Zian, yang langsung dibalas jabatan tangan oleh Zian.

"Zian" balasnya singkat seraya tersenyum singkat.

"Dan ini kekasihku, Ga--"

"Zi, bukankah ini jam di mana saatnya kamu meminum obat dan beristirahat?" potong Zeyan kemudian menarik pelan pergelangan tangan Zian.

"Ada apa Zey? Kenapa kamu tiba-tiba memotong ucapanku begitu?"

"Aku harapa kau mengerti El, kondisi Zian belum sepenuhnya membaik!" tegas Zeyan melemparkan tatapan sengit ke arah Elsa.

'Kali ini bukan lagi menyangkut rasa sakit fisik, tapi sebuah perasaan tulusku yang telah  hancur secara perlahan-lahan..'

°°°
Jangan lupa buat vote vommentnya, saran dan kritikan dari kalian pastinya aku terima tentunya dengan sopan ya😊

Psychopath BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang