•Chap»1•

1.7K 99 189
                                    

"FANAAAAA AWAS BOLA!"

Bugh!

Bola mendarat tepat ditangan Fana, dia tersenyum miring. Lalu, meletakan bola kembali ke bawah.

"Meleset dikit, geger otak kali gw ya." Keluhnya mengusap keningnya singkat.

Seseorang mendekat. "Balikin bolanya," ucapnya.

Fana membalas acuh. Lalu melempar bola itu asal, langkahnya terhenti lalu berkata. "Kalo gabisa main bola, gausah main. Bikin orang celaka aja lo." Pungkasnya lalu melangkah pergi.

––– - -

"Heh lo gapapa?" tanya Ify pada Fana.

Fana tersenyum lalu segera mengambil earphone dari kolong mejanya. "Gapapa."

Ify tersedak kaget. Lalu memegang pundak Fana dengan khawatir.

"Lo itu ya! Semuanya pasti gapapa."

"Ya namanya juga cewe." jawab Fana memalingkan wajah ke asal arah.

Melihat pemandangan diluar jendela kelas, membuat sedikit hati Fana nyaman. Walau hanya ada pepohonan yang asri nan hijau.

GEDUBRAK

"Woi ada berita hot!" sela Laras lalu naik ke atas meja. "Fano cogan kelas ujung bakal satu kelas sama kita!" teriak Laras selaku cewek tercempreng dikelas.

Sontak semua orang menutup telinga, tapi sebagian cewek ada yang jingkrak-jingkrak kesenangan. Keanehan ini, padahal cuma perpindahan murid.

Tak berbeda dengan siswi lainnya. Ify pun senang tiada tara, saking senangnya dia sampai menggoyang-goyangkan kursi yang sedang diduduki oleh Fana.

Fana yang terganggu melepas earphone nya. Lalu menatap sinis pada Ify, tepat di sebelahnya.

"Maap ya. Abisnya lo gak asiq nih, Fan." Ify nyengir tak berdosa.

"Maksudnya?" Fana bertanya tanpa ragu.

"Itu loh," dia mendekat lalu merangkul Fana erat. "Bakal ada cogan pindah kesini."

Ify berkata dengan bangga. Lalu menatap Fana penuh harap.

"Kali aja gitu Fano jodoh lo. Eh jangan deh, sama gw aja." pungkas Ify mengedipkan matanya penuh arti.

"Bodoamat." ungkap Fana dalam hati.

Malas dengan keributan di dalam kelasnya. Fana memutuskan untuk keluar sebentar mencari udara segar, dengan memakai earphone dan membawa satu buku novel. Mungkin bisa menenangkan hatinya kembali.

"Fy. Gw keluar dulu, sebentar." pamitnya. Ify mengangguk mengerti lalu memperingatkan. "Jangan sampe kena bola lagi. Hati-hati."

"Iya." jawab Fana mengacungkan jari jempolnya.

Fana perlahan pergi, meninggalkan kelas yang masih ramai dengan gosipan-gosipan terkini anak esem'a.

"Eh, eh. But the way, si Fana namanya sama loh sama Fano. Cuma beda huruf A sama O aja, ya kan?" tanya Sisil salah satu siswi.

Semuanya mengangguk setuju, lalu Laras membuka suara.

"Bisa aja kalo Fano itu Fana yang nyamar jadi cowok!" terang Laras blak-blakan.

Ify memukul meja. Lalu menatap datar kearah Laras.

"Pale lo peang! Ngawur banget kalo ngomong," tegas Ify tak terima dengan pernyataan Laras.

"Itu buktinya, si Fana. Pas kita ngomongin Fano sama sekali gak bereaksi. Diem aja tuh," kali ini Sisil yang membuka suara.

Semuanya kembali mengangguk setuju.

"Kek lo gakenal dia aja. Fana emang tertutup banget orangnya, jadi tolong jangan bikin dia terusik." protes Ify lalu berbalik badan. "Atau lo semua bakal kena imbasnya."

Semuanya mendadak diam ketakutan. Mereka tau seberapa misterius seorang Fana, karena kepribadiannya yang sulit ditebak oleh siapapun.

Bahkan, saat itu dia tak segan memukul cowok yang menggodanya. Lalu melemparnya ke arah jendela kaca, sehingga menyebabkan tangannya mengeluarkan banyak darah. Tetapi dia tetap bisa memasang ekspresi baik-baik saja, tanpa rasa panik apapun.

Dan hanya mengatakan.

"Ini gaseberapa sama rasa sakit yang sebenarnya." Ucap sosok Fana saat itu.

––– - -

"Bu. Fana pulang," kata Fana kelelahan. Lalu mulai membuka sepatunya dan beristirahat sebentar.

Fana melirik sekitar yang terlihat sepi dan hening seperti biasanya.

"Kayaknya Ibu gaada." ucap Fana masih mengatur nafasnya. Alih-alih kelelahan karena sekolah, alasan utama Fana kelelahan adalah harus bekerja paruh waktu untuk biaya hidupnya. Saat pulang sekolah, dia akan bekerja di sebuah toko bunga yang lumayan jauh jaraknya dengan rumah serta sekolah.

Awalnya Fana tidak terbiasa dengan ini, tapi mau atau tidak. Ini semua harus dia lakukan jika dia ingin hidup.

"Fyuhh—capenya."

"Fana!" teriak seseorang lalu melempar setumpuk pakaian kotor padanya.

"Cuci itu semua, sampai bersih! Jangan malas. Cepat!" suruhnya lalu menjambak rambut Fana kasar.

Fana terkejut dan hanya bisa meringis kesakitan diperlakukan seperti itu oleh Ibunya sendiri. Bagi Fana, itu sudah biasa. Bahkan sejak dirinya masih kecil pun diperlakukan sama.

"Bu. F—fana cape, kasih Fana waktu istirahat. Sebentar," mohon Fana memegangi kepalanya. 

Ibunya menatap Fana acuh, lalu melepaskan jambakannya. Dia menendang tubuh Fana kasar hingga tersudutkan ke sisi tembok. "Awas kamu! Dasar anak malas." teriaknya pada Fana lalu pergi meninggalkan Fana sendirian.

Fana merapihkan rambutnya kembali, lalu membawa cucian kotor itu ke dalam kamar mandi. Setelah itu, dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar miliknya.

"Kuat aja gacukup. Hidup gw emang ditakdirin kaya gini, kadang gw mikir. Salah apa gw? Sampe harus ngalamin dibenci sama Ibu." Fana menutup matanya lalu menangis, "ini sakit."

*

Bogor, 02 Januari 2020

©smaryani_

Fana&Fano [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang