“M-ak, aku mau ikut!”
“Gak boleh. Sana pergi," tolak lelaki itu dengan wajah mengernyit, siap berlari sambil membawa bola plastik di tangan.
“Ikut, pokoknya ikut, Inni mau ikut,” paksaku sambil merenggek sampai membuat mataku berkaca-kaca, “boleh ya, Mak?”
“Gak, gak boleh. Dan jangan panggil aku begitu,” kata bocah lelaki itu memeragakan gaya bicaraku yang sengaja dibuat-buat, “Mak, Mak, aku bukan Makmu.”
“Huwee!” Aku menangis kencang, tidak peduli dengannya yang frustrasi akibat ulahku yang menjengkelkan. "Aku mau nyusul mama,” rengekku setengah mengancam seraya berjalan pelan.
“Heh! Jangan nangis … diem. Kalo kamu diem nanti aku ajak main,” tegurnya menyerah, tidak ingin dimarah oleh Ibu Minah.
“Yeyy!” sorakku merayakan kemenangan dan tidak jadi menangis, “aku juga mau itu.” Menunjuk permen susu di tangannya sambil menggigit jari telunjuk.
“Enak aja, ini punyaku. Gak boleh,” tegasnya mundur menjauh, “kamu itu main sama temenmu, sana. Aku mau main bola.”
“Mak, ‘kan temen Inni. Ayo main masak-masak sama Inni?”
“Gak mau ... eh! balikin,” pekiknya kaget saat permen miliknya kurebut paksa. Lalu aku berlari menjauh. “Buu … Inni nakal,” adunya pada Bu Minah. Kemudian berlari mengejarku dan menarik paksa permen tadi.
“Balikin!”
“Huwaah! Hiks … hiks, Mak, nakal!”
Aku menangis sejadi-jadinya saat dia menarik paksa dan berhasil mendapatkan permennya.
Melihatku yang sangat menjengkelkan, dia melemparkan permen tadi begitu saja hingga mengenai kepalaku.
“Sakit, Mak!” pekikku semakin menangis.
“Tuh permennya, ambil. Buat kamu, cengeng! Berhenti nangis atau aku tinggal main.” Mak mengancam balik padaku supaya diam. Dan berhasil, aku langsung mingkem seraya menahan isak yang belum sepenuhnya hilang. Lalu memungut permen tadi.
“Cepetan lari Inni,” suruhnya sudah berbalik dan jalan duluan, “jangan lupa, lap matamu dan ingusmu itu, uugh.”
Bocah lelaki itu berhenti sebentar memungut bola plastik yang dilemparnya sembarang tadi. Dengan cepat aku menurut dan mengekorinya di belakang sambil mengemut permen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZINNIA ✔
Teen FictionSelama nyaris 17 tahun hidupnya Zinni merasa diabaikan oleh Geren--kakaknya yang punya julukan Bon cabe. Sumpah pedes banget kalau lagi sewot. Bikin Zinni jantungan tiap waktu. Tapi namanya saudara, Zinni nggak bisa benci sama Geren. Meski sering di...