Note : disemua book ku untuk italic means flashback ya. kalia aja nnti ditulisan2ku lain lupa kasih note dan kalian ngerasa aneh :)
Part 14
Senyum Hoseok terukir cerah ketika dia berdiri di depan Changkyun pagi ini. Dengan digandeng Namjoon, Hoseok ingin mengabarkan perihal acara pertunangan mereka. Yang akan digelar 3 bulan lagi
"Taraaa...." Hoseok pamer cincin di jari manisnya. Cincin sederhana dari emas putih kombinasi garis hitam, tanpa mengurangi kesan elegannya.
"Selamat" Changkyun tertawa. Memeluk keduanya secara bergantian. Kebahagiaan mereka nular sampai ke Changkyun.
"One day lo bakal gini juga. Sama sahabat lo"
Changkyun hanya bisa mengamini doa baik yang Namjoon ucapkan. Kisah cinta dua orang di depannya itu hampir sama dengan kisah cintanya. Bedanya, Namjoon dan Hoseok sadar lebih awal dibanding Jooheon dan Changkyun yang harus melalui banyak drama.
Poinnya sama, mereka sama sama gak mau kehilangan. Nyisihin rasa cinta yang takutnya hanya sementara. Sampai mereka lupa kalau yang penting jujur aja dulu, sisanya belakangan.
Changkyun diam-diam berharap kisah cintanya akan berjalan semudah kisah cinta punya Hoseok dan Namjoon.
Berakhir indah seperti kebanyakan film cinta picisan yang dilihat sama bunda.
Pemuda semester 6 itu jalan mundur dengan senyum lebar berkembang melihat eksistensi sahabat sekaligus pacarnya
"Yang..." pipinya selalu jadi panas tiap Jooheon manggil, sayang.
Jijik dikit, tapi senengnya banyak.
"Hp lo nih" Changkyun geleng kepala.
"Gak usah Joo, kebiasaan beliin gue yang mahal mahal"
Sejak insiden hpnya yang dibuang beberapa bulan lalu. Changkyun cuma pegang hp biasa tanpa kamera. Asal bisa buat telpon sama kirim sms.
Keuntungannya, dia jadi lebih produktif. Bisa lebih fokus ke kuliah meskipun semua temen-temennya ngatain dia udah mirip manusia purba.
"Kita bakal butuh ini"
Jooheon natap Changkyun sendu.
"Buat apa? Kita deket kan?"
"Ya gak apa apa..." Jooheon akhir-akhir ini kalau ditanya selalu itu jawabannya. Changkyun tahu sebenarnya ada apa-apa dilihat dari sorot mata pacarnya. Inget, Jooheon gak pernah bisa bohong. Changkyun selalu tahu, walaupun akhirnya harus pura-pura gak tahu karena pengen jaga perasaan masing-masing.
Nunggu sampai Jooheon bicara sendiri tanpa ada paksaan dari manapun.
0oo0
Menjadi anak satu-satunya tidak pernah mudah. Selain tumpuan orang tuanya menggelayut di pundak. Jooheon tahu risiko lainnya adalah gak bisa nolak. Kebahagiaan orang tuanya merupakan tujuan utama.
"Papi sayang Changkyun seperti anak sendiri. Kalian cukup jadi sahabat, tidak untuk hubungan lainnya"
Jooheon coba cerna ucapan papinya pakai dua sisi otaknya yang kecil itu.
"Harapan papi cuma kamu Joo"
Katanya, hubungan mereka itu gak boleh diteruskan karena garis keturunan akan berhenti di Jooheon saja.
Changkyun gak mungkin bisa kasih Jooheon anak kandung.
"Pi..." Jooheon gak tau mesti komentar apa, yang pasti isi kepalanya mendadak kosong sekarang.
"Cinta Jooheon ke Changkyun gak serumit itu. Asal Jooheon bisa terus sama dia, udah cukup"
"Tapi hidup juga gak semudah itu, nak"
Gak ada adu argumen kasar. Mereka hanya berbicara pelan dan saling menjaga emosi. Karena Jooheon gak mau nyakitin hati papi, begitupun sebaliknya.
Tapi, yang bikin hati Jooheon patah adalah papi bicara seolah-olah sedang nego sama clientnya. Cinta Jooheon ke Changkyun bukan sekedar urusan bisnis yang harus dijalani karena keuntungan. Cinta dia ke Changkyun itu seperti keharusan yang kalau diabaikan, Jooheon akan kehilangan arah tujuan.
"Papi bisa jamin hidup Jooheon akan mudah tanpa Changkyun?"
Papi diam. Anak semata wayangnya yang sudah bisa membalik pertanyaan.
Dari dulu, Jooheon benci ruang kerja papi. Dia gak pernah masuk sana sekalipun. Ruangannya dingin dan sepi. Gak ada sesuatu yang asik kecuali jajaran buku buku tebal yang menjulang di dalam rak.
Sampai detik ini, dia tambah benci ruang kerja papinya karena di dalam sana. Cinta tulusnya ke Changkyun sudah ditolak dan dipaksa gak ada.
"Papi bisa jamin untuk pengganti Changkyun yang lebih baik" Jooheon mulai terpancing emosi.
"Changkyun gak bisa terganti!"
"Papi gak mau hidupmu kesepian. Hidup tanpa anak itu suram, Joo"
"Kita bisa angkat anak. Ini cuma soal darah pi. Bukannya kasih sayang bisa kita kasih ke siapa aja? Papi bisa tarik semua fasilitas Jooheon, tapi untuk ninggalin Changkyun. Maaf, Jooheon gak bisa"
Untuk pertama kalinya Jooheon menjadi pembangkang. Dia keluar dari ruangan kerja papi. Perasaannya remuk dan cuma butuh Changkyun.
"Hai" sapa Changkyun dengan senyum secerah mentari. Sakit hatinya seolah menguap cuma liat senyum itu beredar di depannya.
Jooheon berdiri di depan pintu rumah Changkyun setelah mengalami tekanan batin karena penolakan papi untuk cinta mereka.
"Kyun, love you"
Jooheon narik kepala Changkyun buat dipeluk. Dia lemah. Bukan sekedar bucin. Ini benar-benar gak bisa dijabarkan.