3 : janji ayah

2.8K 326 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






"Sorry, Doy. Gue malah jadi repotin lo."

"Chill. Lo kayak baru berapa hari aja temenan sama guenya, Jae."

Jaehyun—ayah dari seorang Jeno yang kini sedang terbaring lemah hanya bisa menghela napas lega. Dia memutuskan untuk ambil cuti, entah sampai kapan, yang jelas dia cuma mau anaknya itu bisa kembali pada kehidupan normalnya dulu.

Sudah terhitung lebih dari belasan kali Jaehyun menemukan sang anak tengah berhalusinasi seolah bundanya masih hidup. Berbicara sendiri, tertawa, bahkan gak jarang tiba-tiba menangis sendiri jika Jaehyun baru aja sampai rumah seperti semalam.

Biasanya, setelah mengalami hal itu Jeno bakal langsung gak sadarin diri alias pingsan.

"Yaudah, gue pamit. Nanti sisa berkasnya lo minta si June aja anter ke gue."

Jaehyun mengangguk mengerti. "Soal desain revisi akhir gue janji minggu ini bakal selesai, tapi kalo urusan lapangan tolong lo handle."

"Iyaa. Salam buat Jeno kalo udah bangun, bilangin gue kangen main pees sama dia."

"Iya, thanks banget, Doy."

Sehabis mengantar Doyoung sampai halaman, Jaehyun bergegas kembali dan mengecek buburnya yang ternyata hampir aja gosong karena dia tinggal sebentar tadi. Jaehyun mematikan kompornya, dia tuang bubur itu ke mangkuk yang di sana terukir nama 'Jung Jeno'.

Alat makan di rumah ini memang sengaja diukir nama plus gambar kartun wajah dari si pemiliknya. Saat itu juga, Jaehyun merasa kembali sedih yang luar biasa. Sebab stiker nama itu semua istrinya yang mengidekan semuanya.

Mulai dari alat makan, tempat bekal, tumblr, dan barang lainnya ditempeli stiker label semacam itu. Katanya biar jadi penanda, dan kalau hilang biar ada yang kembaliin. Sedetail itu memang sang istri mengatur segala keperluan rumah yang ada.

Jaehyun terduduk di salah satu kursi ruang makan, seketika memori tentang istrinya itu terputar dalam otaknya. Jujur, sebenarnya dia sudah mengikhlaskan semuanya. Hanya saja, dia merasa sangat bersalah.

Mengenai dirinya yang tak hadir di detik-detik terakhir yang istrinya punya.

Mengenai dirinya yang selalu sibuk dengan pekerjaan sehingga jarang meluangkan waktu untuk istri serta anaknya sendiri.

Terlebih, mengenai dirinya yang lalai sehingga membuat Jeno menjadi semenderita ini.

Seandainya dia bisa memutar waktu, sudah pasti dia bakal melakukan apa yang selama ini gak dia lakukan. Terutama soal family time.

Kalau boleh jujur, selama hampir sebulan ini Jaehyun selalu saja menangis di malam hari. Di saat dia bersimpuh di hadapan Tuhan dan mengadu segala kerinduannya dengan sang istri.

Jaehyun sengaja menangis dengan wajah yang ia tutupi dengan bantal agar Jeno tak mendengar tangisannya. Jaehyun gamau Jeno tau dia sedih, dia gamau Jeno ikut sedih nantinya.

Ternyata, sekarang Jaehyun tau dan sadar. Bahwa entah dirinya ataupun Jeno, sangatlah bergantung pada perempuan yang kini telah pergi untuk selamanya. Sebegitu pentingnya sosok bunda bagi keduanya.

Jaehyun mengira bahwa dia bisa kuat nantinya, karena gimanapun juga dia harus menerima kenyataan yang gabisa mengembalikan sosok bunda itu.

"Yah?"

Lamunan Jaehyun buyar, segera dihapusnya kristal bening yang sudah terkumpul di pelupuk matanya.

"Hey, jagoan ayah udah bangun?" Jaehyun segera bangun, hendak menuangkan susu ke gelas untuk anak tersayangnya itu.

Jeno duduk, lalu mengedar pandangan. "Ayah, bunda mana?"

Jaehyun bersusah payah untuk menelan ludahnya. "Jeno, hari ini kamu gausah masuk sekolah dulu, ya."

"Loh, kenapa? Hari ini ada try out."

Jaehyun tersenyum. "Nenek sama kakek kamu udah kangen banget. Kita ke Bandung abis sarapan."

"Aku gamau."

"Jeno.."

"Ayah, Jeno gamau absen lagi. Jeno udah keseringan bolos dulu, Jeno mau jadi lebih baik lagi, yah. Jeno mau seenggaknya bunda bisa istirahat dengan tenang."

Jaehyun menatap anaknya dengan kesenduan, ia berjalan mendekat. Bisa terlihat dari air muka Jeno yang berubah sedih.

"Jeno mau nebus kesalahan Jeno sama bunda."

Terdengar isakan kecil dari anak semata wayangnya itu. Reflek Jaehyun langsung memeluk Jeno dengan erat.

"Jeno udah terlalu banyak kesalahan, yah. Pantes bunda ninggalin Jeno gitu aja, pasti bunda marah banget sama Jeno selama ini. Makanya bunda pergi."

Jaehyun mengeratkan pelukannya, menaruh kepala Jeno ke dalam dekapan hangatnya. Dia gatau harus bilang apa, karena sebenarnya sang bunda pergi bukan marah sama Jeno yang selama ini seringkali berbuat salah. Melainkan karena sudah takdir yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.

"Ayah, Jeno pasti udah jahat sama bunda, ya? Jeno harus ngapain dong, yah. Jeno mau bunda maafin Jeno dan balik lagi sama kita, yah."

"Sshht. Bunda udah maafin Jeno, bunda bilang sama ayah kalau Jeno gausah khawatirin bunda lagi." Tangan Jaehyun reflek mengusap punggung Jeno dengan lembut sambil sesekali menepuknya pelan.

"Ayah..jangan tinggalin Jeno."

"Sshht. Ayah gak kemana-kemana. Ayah janji bakal tinggal sama Jeno terus." Ujar Jaehyun dengan lirih.

(8) exhilarationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang