Langkah membawanya menelusuri dinginnya malam. Menopang asa dan gelisah. Tanpa tujuan dan hilang arah. Butiran kristal mengalir dengan hangatnya. Membiarkan isakan mengejarnya.
Apakah ini akhirnya?
Dipandangnya sungai yang mengalir deras dari jembatan dengan sorot mata penuh kosong. Menerka seberapa dingin dan derasnya air itu untuk membuatnya mati kedinginan dan menyeret mayatnya. Pasti sakit. Tapi tak apa, hanya sebentar dibandingkan hidupnya yang jauh lebih menyakiti dirinya.
Dibukanya mantel tebal dan syal yang menyelimuti dirinya, juga topi rajut dari kepalanya. Menyisakan sweater dan celana jins yang dipakainya. Malam ini sangat dingin dengan suhu minus tujuh derajat. Membuat daun telinga dan hidungnya memerah hanya dalam hitungan detik.
Buku-buku jarinya mulai memutih. Tubuhnya mendekati tiang jembatan. Mencondongkan tubuhnya ke depan sampai batas maksimal. Kakinya berjinjit setinggi-tingginya. Hanya butuh dorongan kecil saja untuk menjatuhkan tubuhnya ke dalam sungai.
Bodoh. Lagi-lagi dia tidak siap untuk mengakhiri penderitaan hidupnya. Begitu lemahnya kah sampai tak punya keberanian untuk mati? Tangisannya semakin menjadi.
"Kalau mau lompat, lompat saja."
Suara seorang pria membuyarkan pikirannya. Menatapnya lekat dari tempatnya berdiri dengan jarak tak terlalu jauh. Dia mengurungkan aksinya untuk melompat dan berusaha menarik dirinya dari posisi berbahaya itu. Namun tubuhnya terlalu kaku digerakkan.
"Aaaakkk!!"
Gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Beruntung tangan kanannya meraih tali kawat jembatan dan menahan tubuhnya.
"To-tolong..." lirihnya yang hanya bisa didengar olehnya. Air matanya jatuh lebih deras dari sebelumnya. Ternyata dia lebih takut mati.
Tak butuh waktu lama, seseorang memegang tangannya dan menariknya. Ya, dia pria yang tadi berbicara padanya. Pria berkulit seputih salju dengan rambut sehitam malam tanpa bulan.
Gadis itu mengatur napas yang memburu yang diselingi isakan yang masih belum berhenti. Berbeda dengan pria yang menyelamatkannya. Napasnya begitu tenang karena bukan hal sulit menarik tubuh mungil gadis itu. Tak butuh tenaga yang besar.
"Kenapa ingin melompat kalau tidak siap?" tanya pria itu yang masih dalam posisi berlutut.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya lagi. Kini dia menundukkan tubuhnya untuk melihat wajah gadis itu. Tak ada jawaban. Namun isakannya sudah berhenti.
Pria itu berdiri kemudian membungkuk. Menarik kedua lengan gadis itu untuk membantunya berdiri. Jari-jarinya dapat merasakan betapa dinginnya tubuh gadis itu. Dia melihat tumpukan mantel yang dibuang sembarang di atas salju.
Pria itu membuka mantel tebalnya dan memakaikannya ke tubuh sang gadis. Tak lupa ia menaikkan hoodie ke kepalanya. Lalu mengambil mantel milik gadis itu yang sudah basah dan kotor karena salju. Tak mungkin dia memakai itu.
"Ikut aku."
Pria itu merangkul bahunya berjalan pergi dari sana. Membawanya ke sebuah restoran Barbeque di dekat sana untuk menghangatkan diri.
===
Hening.
Keduanya tak ada yang membuka suara. Hanya sibuk membalik daging di atas bara sampai matang. Gadis itu menyeruput teh hangat sambil menghangatkan jari-jarinya pada cangkir.
"Makan juga supnya." ucap pria itu yang sedang mengangkat daging yang sudah matang ke atas piring.
Tanpa menjawab, gadis itu mengambil sendok dan mulai memakannya. Tubuhnya sudah kembali hangat, namun hidungnya tetap merah. Sepertinya dia terkena flu. Sesekali dia juga bersin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]LOST STARS || Victon Fanfiction
Fanfiction"Kita tidak bisa memilih takdir, tapi kita bisa mengubahnya jadi lebih baik." Takdir yang kutemukan. Mengubah bintang jadi harapan. Mengubah asa jadi cinta. Dedicated to support Victon ❤ ⚠ ACHIEVEMENT : No. 1 #dohanse No. 1 #kangseungsik No. 1 #jung...