(اثنان)

3.5K 93 0
                                    

"Mas, aku izin ke Probolinggo," Cinta salim pada suaminya, Ega.
"Ngapain?" Cinta mendesah.
"Nyusul Maryam,"
"Buat apa?"
"Kenapa sih mas posesif banget? Aku bukan anak kecil lagi!"
"Cin, aku ingin ngelaksanai kewajiban aku sebagai suami. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa!"
"Tapi mas terlalu posesif! Aku kesana mau jagain Maryam! Kasihan dia, sendirian!"
"Jagain dia atau bayinya Azmi?"

Kesabaran Cinta sudah habis. Ia menggebrak meja. "Mas! Memang aku masih cinta sama Azmi, tapi aku masih berusaha buka hati aku untuk Mas Ega! Kamu terlalu cemburu, mas!" Ega menutup laptop kerjanya. "Cin, aku hargain niat baik kamu. Tapi kamu harus ingat, masih ada aku disini. Masih ada kandungan yang harus kamu jaga!" Ega mulai berjalan mendekati Cinta.

"Kamu mau  gugurin anak kita? Kamu sekarang lagi hamil muda, Cin. Inget itu. Inget kata dokter! Kandungan kamu rentan!"

Cinta terdiam. Kondisi fisiknya yang lemah tidak memungkinkan dia untuk menyusul Maryam. Ditambah penyakit yang ia derita, sangat sangat membahayakan kandungan yang ia punya bila perjalanan jarak jauh. 

Ega mengusap rambut Cinta pelan. "Maafin aku Cin. Tapi ini demi kamu, dan anak kita. Terima semua ini, ya?" Ega memeluk Cinta.

🍉🍉🍉

Hari ini, Maryam demam tinggi. Jhe, salah satu santri putri yang berasal dari luar negeri yang memberi sarapan pada Maryam yang pertama kali tahu. Ia melihat Maryam berselimut dengan tubuh menggigil. Dengan segera ia pakaikan kerudung lalu memanggil abuya dan Ahkam.

"Mas! Mas Ahkam! Tolong Mbak Maryam," Jhe segera lari menuju kantor Syubbanul Muslimin. Ahkam dan para vokalis dengan Azmi via online langsung keluar kantor. "Jhe? Ada apa?" dengan terengah-engah, Jhe berusaha menjelaskan semuanya.

"Tenangkan dirimu dulu Jhe. Kami tidak mengerti,"

Jhe berusaha mengatur napasnya. "Afwan, mas. Itu Mbak Maryam. Saya temukan di kamar selimutan terus menggigil," Ahkam langsung berlari tanpa aba-aba. Jhe yang hendak pergi dicegat oleh para vokalis Syubbanul Muslimin.

"Siapa Maryam, Jhe?"

Jhe menatap para vokalis Syubbanul Muslimin. "Silahkan datang saja melihatnya," akhirnya semua vokalis Syubbanul Muslimin mengikuti Jhe.

🍉🍉🍉

Aku melihatnya menggigil di balik selimut. Dengan pelan aku menarik selimut. Masya Allah, keajaiban Allah datang kembali di hadapanku. Mukanya sama sekali tak pucat. Bibirnya tetap berwarna merah pink. Ia beda dari kemarin. Ia terlihat sangat cantik.

Tapi keadaanya menggigil. Tangannya yang masih terlihat putih menggigil. Vokalis Syubbanul Muslimin melihat Maryam. "Ban, tolong panggil abuya," Aban mengangguk. Segera berlari menuju rumah abuya yang tidak jauh dari kamar tamu yang ditempati oleh Maryam.

Tak lama abuya datang bersama istrinya. "Kenapa Maryam?" aku menjelaskan semuanya bersama Jhe. Abuya terlihat berdiskusi bersama istrinya. "Ahkam, Aban, sama Jhe bawa Maryam ke bidan terdekat, ya. Yang lain kembali sama urusan masing-masing,"

"Abuya, kita bawanya pake apa?"
"Pakai mobil pesantren saja, ya. Ini kuncinya," abuya memberi kunci mobil.

Aku mengangguk. "Maryam, kamu masih kuat berdiri, kan?" tak ada jawaban. "Ban, bawa mobilnya ke sini," aku melempar kunci mobil ke Aban. Aban mengangguk lalu pergi.

🍉🍉🍉

"Bad, tadi kenapa?"

Ibad yang baru selesai melihat Maryam melanjutkan pembicaraannya bersama Azmi. "Itu loh mas. Ada yang babras," Azmi terbelalak kaget. "Sinten, Bad?" Ibad berusaha mengingat-ingat namanya.

Perjalanan Mencari Nya (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang