"Kenapa masih belum ditandatangani juga,"
Azmi menaruh kertas tersebut dan melihat Vano. "Ibu Maryam sedang pergi," alis Azmi terangkat satu. Lalu dia menghela napas. "Hhh.. baiklah. Kamu boleh pulang,"
Vano mengambil kertas tersebut lalu pergi dari hadapan Azmi. "Mass," Azmi menoleh. Terlihat umi yang membawakan segelas teh. "Kamu benar-benar ingin menceraikan Maryam?" Azmi terdiam. "Mas, kalau memang belum yakin istikharah-lah,"
"Iya umi. Insya Allah Azmi akan laksanakan nasihat umi,"
Umi hanya mengangguk. "Terus gimana dengan hape-nya Jhe, mas?" Azmi menepuk jidat sambil beristighfar. "Azmi lupa, mi," umi hanya menggeleng-geleng. "Cepat kembalikan, mas. Takutnya hapenya dibutuhkan,"
"Ya, mi. Insya Allah,"
***
Umi menyadari sikap sang anaknya. Dia terlihat sangat lesu dan galau. "Mas," Azmi belum menggubrisnya. "Mas Azmi," barulah dipanggilan kedua Azmi menengok. "Hah? Umi sudah dari tadi?"
"Baru, mas. Kenapa sih? Umi lihat dari kemarin kamu terus cemberut teruss,"
Azmi menghela napas. "Gak tahu mi. Azmi sudah sholat istikharah berkali-kali. Tapi masih ada yang mengganjal di hati, mi," umi mengangguk-angguk. "Cabut saja tuntutan cerai mu, Mi," Azmi langsung melihat umi.
"Apakah umi rela kalau dalam keluarga kita ada..."
"Jangan permasalahkan itu, Mi. Asalkan dia sudah bertaubat terimalah ia, mas,"
"Tapi, mi.."
"Mas. Umi juga coba mikir, mas. Kenapa kamu langsung memercayainya? Tidak ada bukti, kan?"Azmi mengangguk lemah. "Mas.. umi gak mau kamu termakan fitnah. Sekarang sudah banyak sekali fitnah bertebaran. Jadi bagaimana?"
"Insya Allah Azmi akan mencabut tuntutan itu, mi,"
Umi hanya tersenyum mendengarnya. "Sekarang kembalilah pada istrimu. Minta maaflah atas perlakuanmu," Azmi mengangguk. Ia mencium punggung tangan uminya. "Umi, Azmi pamit. Mau ke Jakarta,"
Umi hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu Azmi hilang dari pandangan umi.
***
10.00
Maryam masih bolak-balik dari toilet. Morning sick-nya sangat parah. Belum ada satu suap makanan masuk ke dalam tubuhnya. Bunda yang melihatnya merasa kasihan. "Sayang, kamu kenapa? Kok dari tadi bolak-balik terus?"Maryam menyeka mulutnya. "Gak apa-apa, bun. Bun, Maryam ke kamar ya?" bunda menggeleng cepat. "Jangan dulu ke kamar, Maryam. Kamu belum makan. Ayo makan dulu," Maryam menggeleng lemah. "Maryam gak selera makan bun,"
"Entar kamu sakit, sayang,"
"Insya Allah gak, bun. Maryam ke kamar, ya," karena Maryam bersikeras akhirnya bunda mengangguk.
Di kamar, Maryam hanya tidur-tiduran. "Dekk.. ayo makan dong.." ucap Maryam sambil mengelus-elus perutnya yang masih belum buncit. Akhirnya Maryam mengambil hapenya dan menelpon Vano.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam. Kenapa ibu menghubungi saya?"
"Bagaimana dengan kasus saya? Apa Azmi percaya?"
"Alhamdulillah Pak Azmi percaya, bu,"
"Lalu apa yang akan kamu lakukan kedepannya?"
"Saya masih belum tahu,"
"Maaf, ya. Saya banyak merepotkan kamu,"
"Tidak apa-apa, bu. Oh ya, tadi kata Pak Azmi, beliau tidak ada dirumah. Mungkin sedang di rumah ibu?"Maryam terkekeh. "Apa sih, pak. Tidak ada Azmi disini,"
"Oh baiklah. Saya tutup ya, bu. Assalamualaikum," telepon ditutup. Maryam menjawab salam dengan pelan. "Semoga saja, ia memang benar ke Jakarta," kata Maryam sambil memegangi perutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/210948319-288-k509745.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Mencari Nya (REVISI)
Espiritual"Wasiatku untuk terakhir kali adalah pergi ke Pesantren tempatku dulu. Menikahlah dengan saudaraku, Azmi Askandar" Azmi Iskandar- "Aku seperti melihat engkau yang bangkit kembali," Maryam Hanifah Abidah- "Aku sama sekali tak tahu, Maryam. Ia datang...