"Mi, udah ketemu sama Maryam?" aku mengangguk. "Cantik?" aku mengangkat bahu. "Lah kok gak tahu,"
"Takut zina, Lang. Ente mah cewek mulu,"
Gilang terkekeh. "Mending. Dari pada sama cowok?" aku mendorong Gilang jauh-jauh. "Jijik! Sono jauh-jauh," Gilang tertawa. Hapeku bergetar. Panggilan dari Ahkam.
"Assalamualaikum, Mi?"
"Waalaikumussalam,"
"Sampai kapan kamu disini?"
"Gak tahu, mas. Tapi aku sama Gilang bawa baju, kok,"
"Ya, udah. Nginep aja yo. Besok mau aku bawa jalan-jalan. Lusa ada konser Syubbanul Muslimin dan itu harus ada kamu, Mi. Yang minta sendiri yang bilang,"
"Iya, mas. Aku nginep di mana?"
"Kamar tamu yang kedua. Tau kan kamu?"
"Tau, mas. Emang kenapa yang..."
"Wassalamualaikum,"Telepon dimatikan oleh Ahkam. Aku belum selesai ngomong loh, mas! Emang kebiasaan nih. "Lang bawa koper ke kamar tamu,"
"Heh! Azmiiii. Emang ane budak! Dimana? Azmii!!"
Aku belum sempat menjawab pertanyaan Gilang. Ya.. aku keburu pergi untuk menemui Jhe dan para mukaddimah yang lain.
🍉🍉🍉
Gilang menarik koper menuju ruang tamu setelah bertanya ke 5 orang santri. Dia membuka pintu. "AAAAAAAAA!!!!!!"
Seorang perempuan melempari Gilang dengan cermin kecilnya. PRAAANGGG!!! Begitulah bunyinya. Cermin terpecah menjadi beberapa bagian. Gilang sudah ingin memarahi gadis itu, tapi ketika melihatnya Gilang kaget dan segera menutup pintu.
Dasar Azmi! Malu ane buka pintu eh ada gadis membuka auratnya.. (G)
Azmi tiba-tiba datang kepada Gilang. "Kenapa sih ente, Lang?" tanya Azmi setengah tertawa melihat ekspresi Gilang. "Ente gak kasih tahu kamar yang mana, Azmiiii. Ane salah masuk kamar, tau. Betapa malunya aku..." Azmi mendorong wajah Gilang. "Lebayyy!!!" setelah itu Azmi tertawa.
Pintu kamar terbuka. Keluarlah Fatimah yang tersipu malu. Pipinya merah bagaikan tomat. Bagaimana tidak malu? Auratnya yang berupa rambut telah dilihat oleh Muhammad Gilang Pratama. Sohib Azmi Askandar.
Sambil menunduk Fatimah melewati 2 pemuda itu. "Itu yang ente lihat rambutnya? Nikahin Lang..." kini giliran Gilang yang mendorong wajah Azmi. "Seenak dagu ente ngomong, Mi!" Azmi tertawa ria.
"Jidat kali, Lang!"
🍉🍉🍉
Fatimah menggeser pintu rawat Maryam. Tampaklah Maryam yang sedang makan apel. "Assalamualaikum," Maryam menengok. Sambil tersenyum ia menjawab salam. "Fatimaaaahhh!!"
Mereka berpelukan. "Udah lama deh aku gak lihat kamu. Kangeeenn," Fatimah mencubit pipi Maryam. "Aku juga kangen mbak. Kangen pipinya mbak,"
"Ihh, Fatim," Fatimah hanya nyengir. "Dari Lampung?" Fatimah menggeleng. "Nggak mbak. Dari Jakarta. Abis wisuda SMA aku gak balik lagi ke Lampung. Cari kerja,"
"Gak ada niatan buat kuliah, Tim?" Fatimah menggeleng. Ia duduk di sofa yang tersedia di kamar rawat. "Ribet mbak. Aku juga pasti nyusahin kalau mau kuliah. Biaya kuliah gak murah mbak," Maryam mengangguk.
"Semangat, deh! Pasti kamu disuruh Cinta, ya?" Fatimah mengangguk. "Fatim juga bosen di Jakarta. Sekali-kali mau jalan-jalan, mbak. Emang gak boleh?"
"Gak boleh! Kerja aja,"
"Ihh, mbak jahat,"
"Jahat kenapa?"
"Nyuruh Fatim kerja mulu. Kerja tuh capek, mbak!"Maryam tertawa. Guyonan receh Fatimah mampu melepaskan rasa sakitnya. "Mbak kapan balik lagi?" pertanyaan itu membuat Maryam terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Mencari Nya (REVISI)
Spiritual"Wasiatku untuk terakhir kali adalah pergi ke Pesantren tempatku dulu. Menikahlah dengan saudaraku, Azmi Askandar" Azmi Iskandar- "Aku seperti melihat engkau yang bangkit kembali," Maryam Hanifah Abidah- "Aku sama sekali tak tahu, Maryam. Ia datang...