"Dek, lagi ngapain?"
Maryam tersentak ketika melihat suaminya berada di sebelahnya. "Ish, ngagetin!" Azmi hanya tersenyum lalu mngacak rambut panjang Maryam.
"Baru sisiran!!"
"Hehe. Maaf, sayang..."
Tiba-tiba tangan Azmi mengambil hape yang ada di tangan Maryam. Setelah melihatnya Azmi menatap Maryam. "Kamu pengen baby, ya?"
Maryam mengangguk.
Azmi menghela napas. "Nanti kita carikan pendonor, ya,"
"Tapi apakah ada seorang perempuan yang rela rahimnya ia donorkan?" Azmi menatap Maryam. "Nanti kita lihat,"
Setelah kejadian itu, rahim Maryam rusak berat. Yang mengharuskan dokter untuk mengangkat rahimnya. Dan itulah yang membuat ia tidak bisa mengandung kembali. Tapi, Maryam juga tidak rela bila ia dimadu. Azmi pun mengerti. Di dalam hatinya pun tidak ada sedikit pun niatan untuk memadu Maryam.
***
"Assalamualaikum, Maryamm..."
Aku menatap orang yang masuk kedalam ruangannya itu. "Waalaikumsalam. Kayaknya kowe seneng banget," Fatimah yang masuk ke dalam ruangan itu tersenyum. "Iya, dong. Nih liatt..,"
Fatimah memberikan undangan pernikahan. "Hmm.. selamatt," aku yang sudah membacanya memeluk Fatimah. "Kok tiba-tiba sih?"
"Sengajaa,"
"Yee," Fatimah hanya tersenyum. "Dan.. aku juga punya kabar bahagia dong.. buat kamu," alisku terangkat satu. "Jadi... tadi kan aku ketemu Dokter Arfa. Terusss, dia bilang..." Fatimah menggantung bicaranya.
"Ada yang mau mendonorkan rahimnya," Fatimah berbisik di telingaku. Mataku terbelalak. "Benarkah?" Fatimah mengangguk. "Siapa orangnya?"
"Dia tidak akan memberi tahu identitasnya,"
"Tapi kamu tahu?"Fatimah menggeleng. "Cuma Dokter Arfa yang tau. Terus, sore ini ke Rumah Sakit Dokter Arfa, ya,"
"Oke,"
"Ya udah ya. Semangat kerja!"
"Kamu juga kerja!"
"Libur, dong! Assalamualaikum,""Waalaikumsalam," aku hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan Fatimah. Oh, ya! Soal Dokter Arfa, memang setelah itu aku memutuskan untuk memberikan dana untuk membangun rumah sakit untuk dirinya. Pertamanya kecil, tapi karena rumah sakit itu memiliki tempat yang strategis, dengan cepat rumah sakit itu berubah menjadi rumah sakit yang lumayan besar.
Tangan ku memencet sebuah nomor lalu menelponnya.
"Halo. Selamat pagi. Benarkah dengan Pak Direktur Azmi Askandar?"
"Selamat pagi juga, Bu sekretaris,"
"Hehe. Masss... aku punya sesuatu buat kamu,"
"Apa tuh? Aku harus kesana, nih?"
"Jangan. Lewat telpon aja. Tugasmu banyak kan?"
"Enggak,"
"Jadi.. nanti sore aku transplatasi rahim,""Hah?!?" aku terkekeh mendengar jeritan kagetnya."Yang bener kamu, dek? Baru aja kemarin malam kita omongin," aku memutar kursi.
"Alhamdulillah, mas,"
***
Dokter Arfa keluar dari ruangan operasi. Aku yang menunggu dengan gelisah langsung berdiri dan menghampirinya. "Bagaimana dok?"
"Semua berjalan lancar,"
Aku mengucap alhamdulillah sambil mengusap mukaku. "Terimakasih, dok. Saya boleh masuk?"
"Setelah dipindahkan ke ruang rawat inap, ya, pak,"
Aku mengangguk. Sambil menunggu, aku menelpon seseorang.
"Halo, assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, durum nasıl?"
"Hah?"
"Astaghfirullah, maaf. Bagaimana keadaan, Maryam? Operasinya berjalan lancar?"
"Alhamdulillah, aba. Semuanya lancar,"
"Masih di ruang operasi, aba. Nanti baru dipindahin,"
"Azmi, azmi. Ama boleh ya jenguk Maryam?"
"Bolehlah ama. Di rumah sakit punya Dokter Arfa,"
"Oke, oke!"Aku tersenyum kecil. "Ya udah, ya Azmi. Nanti insya allah aba sama ama bakal kesana,"
"Iya, ba,"
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"Telpon pun ditutup. Ah, ya, aba dan ama adalah orangtua kandung Maryam. Setelah bertahun-tahun akhirnya mereka bertemu kembali. Ya, pada saat Maryam dilarikan ke rumah sakit karena tembakan itu.
***
1 years later...
"Alhamdulillah," Azmi berkali-kali mengecup punggung tangan Maryam. "Makasih, dek," Maryam mengangguk lemas. "Silahkan pak,"
Azmi menggendong bayi itu dengan hati-hati dan mulai mengumandangkan azan di telinganya. Ya, benar. Kini mereka berdua sudah resmi menjadi sosok ibu dan ayah. Dan masih ada satu bayi lagi yang harus dikumandangkan azan.
Semua seperti setahun yang lalu. Maryam dapat mengandung bayi kembar kembali. Dan sama seperti prediksi dokter, dia melahirkan kembar pasutri.
"Seperti maumu, dek. Namanya Afsheen Hanan Askandar dan Asad Baihaqi Askandar,"
Maryam tersenyum senang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Mencari Nya (REVISI)
Spiritualité"Wasiatku untuk terakhir kali adalah pergi ke Pesantren tempatku dulu. Menikahlah dengan saudaraku, Azmi Askandar" Azmi Iskandar- "Aku seperti melihat engkau yang bangkit kembali," Maryam Hanifah Abidah- "Aku sama sekali tak tahu, Maryam. Ia datang...