SEVEN: Every Rose has Its Thorn

10.3K 1K 15
                                    

*Note: Jika kalian menemukan typo bilang aja ya di komen, nanti aku edit. Soalnya kadang masih ada typo yang lolos hehehe

***

Nora masih duduk dalam keadaan kaku, bahkan setelah pria bernama Alfonso itu pergi dari kamar yang ia tempati. Semua pemikiran beterbangan di kepalanya. Dan semuanya adalah pemikiran yang cukup buruk. Siapapun yang mendengar kata mafia, mungkin akan memiliki pemikiran yang sama dengan Nora.

Menurutnya tak ada yang lebih menakutkan dari geng mafia. Ia sering melihat film-film yang mengangkat tema mafia dan setahu ia, tak ada film mafia yang tak menyeramkan untuknya. Di mana senjata tajam, kekasaran, dan darah menjadi perhatian utamanya. Dan mendengar bahwa ia berada di sarang mafia, membuat bulu kuduk Nora berdiri seketika.

Selama ini hidupnya selalu tenang. Walau banyak kematian terjadi di sekitarnya, setidaknya hidupnya tak semenegangkan dan semenakutkan kehidupan di sini.

Nora harusnya sadar, wajah dan sikap seorang Aldo sangat menggambarkan kehidupannya. Wajah tampan namun dingin seolah tak memiliki belas kasih, harusnya dapat ia baca. Apalagi nada suaranya begitu mengancam, juga cara bicaranya yang begitu mendominasi harusnya menjadi fokus utama Nora.

"Jadi, dia adalah seorang mafia?" gumamnya tak percaya.

Nora menjadi merinding sendiri. Setahunya, selain suka membunuh dan melakukan kejahatan, para mafia cuma suka bermain perempuan. Membuatnya teringat akan alasan kenapa Aldo menculik dan menyekapnya di rumah itu.

"Tentu saja anggota kelompok mafia kami. Bahkan, di kamar ini ada beberapa senjata yang disimpan untuk berjaga-jaga."

Tiba-tiba saja kalimat yang dikatakan Alfonso sebelum keluar kamar, membuat Nora semakin terdiam.

Beberapa saat kemudian, ia bangkit, menjelajahi setiap ruangan dengan cara melihat ke semua sudut hingga ke kolong tempat tidur. Sebelum akhirnya, Nora membuka laci teratas di nakas yang berada di samping kiri tempat tidur, di mana itu merupakan sisi bagian tempat Aldo tidur semalam.

Awalnya tak ada yang aneh dengan isi laci yang kosong itu. Namun, setelah Nora memasukkan tangannya lebih dalam, ia bisa merasakan kehadiran benda yang sejak tadi ia cari.

Dengan pelahan dan sedikit gugup, Nora mengeluarkan benda itu dari dalam laci. Benda itu terasa lebih berat dari yang ia pikirkan, mengingat aktor-aktor film laga mengangkat dan melepar benda itu dengan mudah, seolah benda itu ringan. Namun, ternyata tak seringan versi mainan anak-anak.

Nora menatap lekat pistol yang ada di tangannya sekarang. Pistol berwarna silver yang pertama kali ia lihat dan sentuh secara langsung. Ia tak tahu senjata jenis apa itu, tetapi yang Nora tahu, pistol itu pasti bisa menyakiti siapa pun.

***

"Apa kau sudah memberikannya makanan, Alfonso?" tanya Aldo yang duduk di kursi kebesarannya di perusahaan keluarganya itu. Ia langsung menanyakan pertanyaan itu begitu Alfonso memasuki ruangan kerja besarnya.

"Sudah, Tuan Muda."

"Bagaimana dengan pakaian baru?"

"Saya sudah menyuruh pelayan wanita membawakannya siang ini. Apa Tuan Muda membutuhkan yang lain untuk gadis itu?" jawab Alfonso tersenyum ramah.

Di antara semua anggota mereka, Alfonso adalah sosok mafia yang ramah. Ia murah senyum dan sopan pada semua orang. Selain karena statusnya yang senior, Aldo juga menghormati Alfonso sebagai seseorang yang hampir mirip dengan ayahnya. Apalagi Alfonso juga adalah tangan kanan keluarga bahkan sejak ia masih sangat kecil. Karena itulah, Aldo lebih hangat saat bersama Alfonso walau masih begitu tegas.

The Darkest EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang