SEVENTEEN: Love & Hate

8.9K 848 12
                                    

Vote & Comment~

***
Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian, Aldo membuka pintu kamarnya. Ia kemudian mengedarkan pandangan keseluruh tempat.

Pandangan pertama jatuh pada piring yang ada di nakas. Terasa lega di dadanya saat ia melihat bahwa piring yang merupakan makan siang Nora sudah habis. Walaupun begitu, Aldo tetap merasa was-was sebelum ia benar-benar melihat wajah Nora. Apalagi wanita itu sepertinya sedang tak di kamar. Ia takut Nora akan melakukan hal yang tidak-tidak karena merasa sedih dan frustrasi. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan wanita itu selagi tak ada dirinya.

Aldo memasuki kamarnya lebih jauh. Ia hendak memeriksa kamar mandi saat ia melihat Nora sedang berada di balkon kamar itu.

Aldo hanya terdiam di tempatnya melihat Nora yang sedang duduk di sofa balkon dalam diam. Dengan memeluk kedua lutut yang ditekuk, Nora bergeming menatap pemandangan di luar sana. Tatapannya sendu, membuat hati Aldo berdesir melihatnya.

Wanita itu sepertinya sangat sedih dan terpuruk. Dan Aldo tahu bahwa semua itu adalah salahnya. Ia yang membuat Nora seperti itu.

Aldo kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam masing-masing saku celananya. Perlahan ia berjalan mendekat kepada Nora yang sepertinya masih tak menyadari kehadirannya. Hingga kemudian Nora sedikit tersentak saat menyadari bahwa ada Aldo di dekatnya. Wanita itu tak menunjukkan ketakutan berarti. Hanya saja, ia sedikit memundurkan dirinya hingga tertahan oleh sandaran kursi.

Aldo berdeham, lalu menatap Nora.

"Bagaimana keadaanmu?"

Nora diam. Ia tak menjawab Aldo.

"Soal semalam, aku minta—"

"Awalnya...," sela Nora perlahan dengan pandangan masih menerawang ke depan, membuat Aldo diam mendengarkan di tempatnya, "kupikir kita bisa berteman. Awalnya kupikir kau tak seburuk saat pertama kali kita bertemu."

Pandangan Nora masih tak teralihkan dan tak menatap Aldo sama sekali. Seolah wanita itu begitu trauma pada Aldo. Walau hanya sekadar menatap Aldo sekilas, Nora masih tak bisa melakukannya.

"Tetapi, setelah apa yang terjadi semalam, aku pikir aku salah. Kau memang sangat berbeda dengan Leo. Walau wajah kalian terlihat sama persis, kalian sangat berbeda. Mungkin kau mengira aku akan menangis dan terpuruk sekarang. Tapi aku sadar bahwa menangis meraung takkan membuat semua kehidupanku kembali seperti dulu," ucap Nora penuh kesenduan di dalamnya.

"Nora, aku—"

"Aku butuh waktu sendiri," sela Nora lagi sembari mengeratkan pelukannya di lututnya. Nora juga meletakkan dagunya di atas lutut, masih menatap lurus ke depan.

"Maafkan—"

"Kumohon."

Aldo menghela napas panjang. Aldo adalah seorang pria dingin dan diktator. Selama ini, ia selalu memerintah semua orang. Namun, mendengar permintaan sekaligus perintah Nora, membuatnya tak bisa berkutik dan melakukan apapun selain menurutinya.

***

"Apa yang harus kulakukan sekarang, Alfonso?"

Aldo tengah berada di kamar lainnya. Lebih tepatnya kamar yang sering ia gunakan setelah perjanjian pisah kamar Nora dulu dengannya. Sikap cuek dan dingin Nora sekarang benar-benar membuatnya frustrasi. Di lain sisi, ia juga sangat mengkhawatirkan Nora.

Setelah lelah dengan rasa frustrasinya, Aldo kemudian memanggil Alfonso. Ia menceritakan semua yang ia lakukan pada Nora, membuat alfonso hanya bisa menggeleng-geleng tak percaya dengan apa yang telah Aldo lakukan pada wanita itu.

The Darkest EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang