ELEVEN: Remembrance

9.2K 850 18
                                    

"Aldo, kau benar-benar menyebalkan!!"

Gianna melempar ponselnya ke lantai saat lagi-lagi Aldo mengabaikan panggilannya. Ia sudah tak peduli dengan keadaan ponselnya. Yang ia pedulikan hanya Aldo. Kenapa pria itu tak membalas panggilannya.

Pagi ini ia mencoba menelepon Aldo, tetapi seperti biasa tak ada balasan dari pria itu. Ada beberapa panggilan yang ia coba lakukan pagi ini, namun semuanya tak diangkat. Saat panggilan terakhir tadi, Aldo malah memutuskan sambungannya secara sengaja, membuatnya kesal setengah mati. Gianna heran. Kenapa pria itu semakin hari semakin jauh darinya. Padahal dulu mereka sangatlah dekat. Tak seperti sekarang.

Gianna dan Aldo sudah mengenal sejak kecil. Orangtua mereka cukup dekat sejak dulu. Sehingga Gianna dan Aldo sering bermain bersama. Bahkan bisa dibilang mereka hampir tumbuh bersama.

Aldo yang tampan sejak dulu selalu baik padanya. Namun, suatu hari saat mereka remaja, Aldo berubah saat dirinya terang-terangan mengatakan bahwa dirinya menyukai pria itu. Aldo kemudian menjadi sosok yang dingin padanya dan sejak itu jarak antara dirinya dan Aldo terlihat.

Aldo bahkan mengatakan secara langsung padanya agar Gianna menghilangkan perasaannya pada Aldo karena pria itu sama sekali tak tertarik pada Gianna. Namun, Gianna yang keras kepala tentu saja tak menerima itu. Dia menyukai bahkan sudah jatuh cinta pada Aldo. Ia mengatakan bahwa ia akan berusaha mendapatkan Aldo. Namun, Aldo malah mengatakan hal yang membuatnya kecewa.

"Jika kau tidak mau menghapus perasaan itu, maka lebih baik kau menjauh dariku. Karena aku sama sekali dan takkan pernah menyukai, apalagi mencintaimu."

Ucapan Aldo itu masih menempel di ingatan Gianna.

Semua kemudian bertambah buruk saat kedua orangtuanya menjodohkannya dengan pria bernama Randy. Sejak awal, Gianna sama sekali tak menyukai Randy. Begitu juga dengan pria itu. Pria itu sama sekali tak tertarik dengannya.

Gianna tak menyukai Randy karena sebelumnya ia pernah melihat Randy di kelab malam. Duduk dengan sombong di dalam kelab dengan beberapa wanita di sampingnya. Gianna tak suka itu. Bagaimanapun setiap wanita hanya ingin bersama dengan pria yang menganggapnya hanya seorang. Tak ada wanita lain.

"Baiklah, jika kau tak mau mengangkat teleponku, maka aku akan terus datang ke rumahmu," gumam Gianna.

***

Aldo perlahan bangun dari tidur saat cahaya matahari mulai menyilaunya. Mata abu-abu gelapnya perlahan bergerak menatap pada setiap ruang kamar tamu itu. Setelah kemarin, Nora juga meminta hal lain selain kebebasan. Ia meminta agar Aldo tak tidur di kamar yang sama dengannya atau Nora akan benar-benar tak mau makan selamanya.

Entah kekuatan dari mana, Aldo mengalah bahkan memberikan kamar mewahnya pada Nora dan membiarkan dirinya tidur di kamar tamu yang tak sebesar kamarnya. Walau harus menggerutu selama semalam, Aldo terpaksa tetap tidur di kamar itu. Entah Aldo menggurutu kesal karena wanita itu memonopoli kamarnya atau karena ia tak bisa tidur bersama wanita itu, Aldo sendiri tak tahu pasti. Yang pasti ia menggerutu menyuarakan kekesalan yang tersimpan.

Setelah mencuci wajah dan menyikat giginya, Aldo berjalan kembali ke kamarnya. Bagaimanapun semua barang-barangnya ada di kamar itu, sehingga ia hanya akan mandi dan ganti baju di kamarnya. Perjanjiannya hanya tidur di kamar lain, bukan mandi dan ganti baju di kamar lain.

Pintu itu perlahan terbuka seiring dengaan Aldo yang mulai masuk ke dalam kamarnya kembali. Ia kemudian menutup pintu dan hendak berjalan ke arah kamar mandinya.

Aldo berbalik ke tempat tidurnya dan mengerutkan dahinya heran melihat tempat tidur yang sudah dirapikan. Seharusnya Nora masih tidur mengingat ini masih cukup pagi. Namun,wanita itu sudah menghilang. Bahkan keberadaannya sudah tak tercium di dalam ruangan itu.

The Darkest EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang