Tiga Belas

19K 2K 133
                                    

Hampir enam bulan lamanya, setelah Sandra dan Vanilla memilih untuk bekerja di Milan selama itu pula Vanilla mulai membuka diri kepada wanita keturunan tionghoa bernama Sandra yang tiba-tiba saja hadir dan mengajaknya untuk menjadi rekan kerja. Sandra tipikal wanita yang cerewet dan perfeksionis, sementara Vanilla tipikal yang bodo amat. Terkadang Sandra mengomeli Vanilla karena Vanilla yang terlihat begitu santai, seolah yang di pikirkan Vanilla hanyalah dirinya sendiri, tidak memikirkan sekitarnya.

Mereka tinggal di apartemen yang sama, hanya beda unit saja. Kamar Sandra berajak dua unit dari kamar Vanilla dan terkadang jika sedang malas, Sandra memutuskan untuk menginap di kamar Vanilla.

Seperti malam ini, Sandra memutuskan untuk membawa seluruh cemilan di kamarnya menuju kamar Vanilla. Berhubung besok libur, jadi Sandra memutuskan untuk mengajak Vanilla begadang sambil movie marathon. Dari pada harus nonton dan begadang sendirian.

"Vanilla, kontrak kita kan dua tahun nih, setelah kontraknya berakhir, lo bakal stay disini atau balik ke Indo?" tanya Sandra di sela-sela mengunyahnya.

Vanilla mengendikan bahunya, "belum punya planning untuk ke depannya gimana. Mungkin gue bakal coba cari kerjaan di kota atau negara lain," jawabnya tanpa melepaskan pandangan dari layar televisi.

"Gak punya niatan balik ke Indonesia?"

Pertanyaan Sandra membuat Vanilla berhenti mengunyah dan menahan napas selama beberapa menit. Tidak pernah satu pun ada yang bertanya apakah Vanilla akan kembali ke negara asalnya atau akan terus-terusan melarikan diri seperti ini.

"Gue punya keluarga di Jerman, so ngapain gue harus balik?" ujar Vanilla. "Kalau lo sendiri gimana?" Vanilla balik bertanya.

Sandra mendengus, "gue sih pengennya nikah, tapi sampai sekarang gue belum di kasih kepastian. Gue tunggu sampai kontrak disini habis dan kalau dia belum juga ngelamar gue, kayaknya gue bakalan nyerah dan cari orang yang lebih serius untuk jadi pasangan sehidup semati gue."

Mendengar ucapan Sandra membuat Vanilla langsung berkhayal. Bagaimana jika ia berada di posisi Sandra saat ini, memiliki pacar yang mungkin akan menjadi suaminya kelak dan orang itu adalah Dava, cinta pertamanya, orang yang paling berharga dalam hidup Vanilla. Meski hilang ingatan, namun hati dan perasaan Vanilla tidak akan pernah bisa berdusta. Memang Vanilla tidak ingat sebagian kenangannya bersama Dava, tapi itu tak akan mengurangi rasa Vanilla untuk Dava yang masih tetap seperti dahulu, meski sudah bertahun-tahun lamanya.

"Nil, lo beneran gak punya pacar?" tanya Sandra membuyarkan lamunan Vanilla.

Vanilla menggelengkan kepalanya dengan raut sendu. Mengingat pertemuan dirinya dengan Dava tempo lalu membuatnya hatinya sedikit terasa sakit.

"Mau gue kenalin sama temen-temen gue? Mau yang bule atau yang lokal?"

"Memang gue gak selaku itu apa!?" ucapnya sembari tertawa.

"Habisnya lo keliatan kayak jomblo dari lahir banget. Padahal lo kan cantik, pintar, pasti banyak lah yang ngejar-ngejar lo. Kalau gue kenalin lo ke pacar gue, mungkin pacar gue bakalan berpaling ke lo."

"Sorry, gue gak demen sama pacar orang, haha."

Mata Sandra langsung memicing kearah Vanilla, "jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apa?"

"Jangan-jangan lo korban gak bisa move on dari mantan ya? Ngaku lo!"

Pertanyaaan-- ralat, pernyataan tersebut langsung menancap tepat di hati Vanilla. Vanilla tidak bisa mengelak karena Dava adalah cinta di masa lalunya dan sampai sekarang Vanilla belum bisa melupakan pria itu, lebih tepatnya masih berharap.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang