Tiga Puluh Dua

18.1K 2.4K 683
                                    

"Duh, Nil... Sorry banget, gue gak bisa nemenin Lo balik ke Paris. Gue lagi sibuk sama persiapan pernikahan gue. Lo tahu sendiri kan gimana bodo amatnya Vino? Mau gak mau, gue harus urus semuanya."

Mendengar rentetan ocehan Sandra, Vanilla tertawa. "Iya, gue ngerti kok. Ternyata mau nikah aja ribet ya."

"Tunggu sampai Lo rasain sendiri gimana panik dan pusingnya ngurus persiapan pernikahan. Eh, btw Lo ke Paris bareng kakak Lo kan?"

"Jason?" tanya Vanilla. "Gue balik sendiri, San. Dia lagi ada urusan mendadak. Namanya juga businessman, perusahaan itu ibarat kartu mati dia."

Kali ini Sandra yang tertawa mendengar gurauan Vanilla. "Tapi serius kan, Lo gak papa balik sendiri? Takutnya ntar Lo nyasar karena lupa jalan di sana."

"Bertahun-tahun gue hidup mandiri, gak mungkin lah gue nyasar. Udah tenang aja, gue bisa jaga diri kok."

"Oke deh. Ntar kalau Lo udah sampai di sana, kabarin gue ya. Gue mau fitting baju dulu nih, bye Vanilla.."

"Bye."

Vanilla langsung mematikan sambungan telponnya seraya menghela napas panjang. Hari ini ia akan kembali ke Paris untuk mengemas barang-barang yang masih tertinggal di sana. Vanilla juga harus mengurus izin hewan peliharaannya yang saat ini ia titipkan agar bisa di bawa ke Indonesia. Seharusnya Vanilla berangkat bersama Jason, tetapi karena Jason ada urusan mendadak di kantor, jadilah Vanilla berangkat sendiri.

Vanilla memperhatikan tiket yang ia pegang. Setelah memberikannya kepada pramugari yang bertugas, Vanilla langsung berjalan menuju kursi yang sudah tertera di tiket.

Ketika ia sudah menemukan tempat duduknya, Vanilla meletakan tasnya di atas lalu mengucapkan permisi kepada penumpang yang kebetulan duduk di sebelahnya. Anehnya, penumpang tersebut terlihat seperti sedang tertidur dengan sebuah majalah yang menutupi wajahnya.

"Excuse..." kalimat Vanilla terpotong ketika tangannya tiba-tiba di tarik oleh penumpang tersebut hingga ia hampir terjatuh, dan mata Vanilla langsung terbelalak ketika melihat wajah penumpang yang berpapasan dengannya saat ini.

"Dava, lo--"

"Kenapa gak bilang kalau Lo mau pergi?"

"Lo kenapa bisa ada disini?" tanya Vanilla heran.

Dava memajukan wajahnya ke samping telinga Vanilla, "karena dimana ada lo, disitu ada gue," bisiknya langsung mencium pipi Vanilla dan menutup kembali wajahnya dengan majalah yang tadi ia baca.

Detik itu juga pipi Vanilla terasa panas dan juga salah tingkah. Senyumnya mengembang saat ia duduk persis di samping Dava yang kembali memejamkan mata. Entah sebuah kebetulan atau bukan, hal kecil seperti ini membuat Vanilla sangat senang. Perjalanannya kali ini tidak sendiri, ada Dava yang duduk di sampingnya.

Tiga puluh menit setelah pesawat mengudara, Vanilla masih tidak mengalihkan pandangannya dari kaca jendela pesawat. Tiba-tiba ia di kejutkan dengan sesuatu yang menyentuh telinganya.

Sontak Vanilla menoleh dan mendapati Dava sedang memasangkan headset di telinga kanan Vanilla.

"Ingat lagu ini gak?" tanya Dava.

"Sunday morning?"

Dava menganggukkan kepalanya, "lagu kesukaan Lo."

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang