Empat Puluh Sembilan

6.7K 1.1K 79
                                    

Pukul sepuluh pagi, Vanilla sudah di sibukkan dengan merias dirinya sembari bersenandung. Suasana hatinya sedang bagus hari ini karena hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh Vanilla.

Setelah gedung yang ia renovasi selesai, Vanilla langsung mempersiapkan acara grand opening cafe sekaligus butik miliknya. Tak tanggung-tanggung, Vanilla sampai mengundang banyak sekali desainer papan atas bahkan ada beberapa jajaran artis yang di undang oleh Vanilla.

Acara tersebut akan di selenggarakan hari ini. Karena itu, sejak beberapa hari yang lalu, Vanilla di sibukkan dengan beberapa persiapan untuk hari ini.

Jason dan Rey pun sampai turun tangan membantu Vanilla. Vanilla sendirilah yang meminta kedua kakaknya itu bolos dari pekerjaannya selama beberapa hari untuk membantunya.

Untungnya Rey memang sedang mengambil cuti selama seminggu, sedangkan Jason menyerahkan seluruh pekerjaan kantor kepada sekertaris kepercayaannya.

Selama acara berlangsung, Vanilla tak henti-hentinya di banjiri ucapan selamat oleh para tamu undangan. Sebenarnya Vanilla lelah mengumbar senyum, namun apa boleh buat, hari ini adalah hari spesial untuknya, jadi ia harus bertahan sedikit lebih lama untuk berinteraksi dengan tamu-tamu yang hadir.

"Congratulation Vanilla," ucap Sandra yang datang bersama Vino sembari bercipika-cipiki ria. "Gue gak sabar ngeliat nama Lo masuk di jajaran desainer top negeri ini."

"Lebay deh," cibir Vanilla lalu tertawa.

"Dava mana, Nil?" tanya Vino yang sadar karena tidak melihat Dava di sekitar Vanilla.

Vanilla mengangkat kedua pundaknya sebagai jawaban, "dari tadi gue juga belum lihat Dava. Kayaknya sih belum datang," jawab Vanilla.

Vanilla terlalu sibuk dengan para tamu undangan yang hadir hingga ia lupa pada sosok Dava yang tidak diketahui apakah sudah datang atau malah tidak datang.

Sandra mendekatnya mulutnya ke telinga Vanilla, "sudah di kasih kepastian belum sama Dava?" bisik Sandra.

Vanilla mendengus, "jangan tanya kepastian deh. Mending Lo nikmatin makanan yang ada. Kasihan ntar calon keponakan gue kelaparan."

Sandra mengerucutkan bibir lalu menarik suaminya menuju meja yang tersedia makanan dan minuman, sedangkan Vanilla mulai mencari sosok Dava.

Jika bukan karena pertanyaan Vino, mungkin Vanilla benar-benar lupa dengan Dava.

Karena tak kunjung menemukan pria itu, akhirnya Vanilla memutuskan untuk mengirim pesan kepada Dava.

Dimana?

On my way.
Jalanan macet banget, jadi agak telat datangnya.
Sorry, babe.

Vanilla menghela napas. Bukan telat, tapi sangat telat. Acarnya sudah berlangsung lebih dari satu jam, namun ternyata Dava belum juga tiba. Padahal Vanilla berharap Dava ada bersamanya sebelum acara di mulai.

Bertegur sapa dengan puluhan tamu yang hadir membuat tenggorokan Vanilla kering. Ia pun berjalan menuju salah satu meja yang tersedia minuman dan mengambilnya.

"Selamat untuk pembukaan butik barunya, Ibu desainer."

Kalimat itu mengejutkan Vanilla, membuat Vanilla hampir menyemburkan minuman yang untuknya bisa ia telan.

Vanilla langsung membalikan badan dan mendapati Ziko sedang mengangkat gelas di hadapannya. "Kelakuan Lo gak berubah ya, masih aja suka ngagetin orang," ujar Vanilla setengah kesal.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang