Aku memasuki pelataran sekolah yang sudah dihias sedemikian rupa untuk acara reuni ini. Beberapa teman-teman lama menyapaku, membuatku menganggukkan kepala dan tersenyum.
Hampir sepuluh tahun berlalu, saat di mana pada saat itu hidupku hanya berotasi pada tumpukan buku, saat di mana hidupku masih bergandengan dengan keramaian serta kebahagiaan.
"Syani?"
Aku menoleh, melihat seorang pria bertubuh tegap berjas hitam menyapaku dengan senyumnya.
"Syaninda Nitisamasta?"
Aku mengingat-ingat wajahnya yang sungguh tidak asing bagiku, dia Derri. Mantan pacarku sewaktu kelas sepuluh, aku tidak menyangka dia masih mengenaliku bahkan masih hapal dengan namaku.
Aku tersenyum padanya.
"Derri Azhary?"
Lantas kami saling bertukar senyum. "Apa kabar?" secara bersamaan kami mengucapkan itu lalu kembali tersenyum.
"Baik Sya, gimana jadi pengacara muda? Akhirnya omong asalan itu kejadian juga ya." oh, bahkan Derri masih mengingat tentang kejadian itu, kejadian di mana pada saat guruku menanyakan cita-cita lalu dengan asalnya aku ingin menjadi pengacara dan akhirnya sekarang aku pun menjadi pengacara.
"Sangat menyenangkan Pak Direktur."
"Direktur?"
"Aku dengar kamu menjadi penerus bisnis keluargamu, apa namanya kalau bukan direktur?" kataku padanya, dia hanya menyunggingkan senyum.
"Kamu sendiri?" tanya Derri padaku, aku menganggukkan kepala dan tersenyum.
"Mau gabung?" ajaknya sambil menunjuk satu meja yang kini sedang diduduki oleh beberapa teman dekatnya dulu.
"Syani~" aku dan Derri langsung menoleh mencari suara yang memanggil namaku begitu lantang.
Biru berdiri di sana, dengan segelas teh lemon di tangan kirinya, perlahan dia berjalan mendekatiku.
Dlepp~
Dia mengaitkan tangannya di pinggangku.
"Aku cariin dari tadi. Oh, hai Der, apa kabar?" katanya ramah pada Derri, sedangkan Derri menanggapinya biasa.
"Kalian awet banget." Aku bisa paham mengapa Derri berkata seperti itu, karena yang dia tahu hubunganku dengan Biru berjalan mulus-mulus saja.
"Oh, tentu. Tunggu aja undangan kami ya." kata Biru yang membuat Derri langsung memberi pamitnya sementara aku menundukkan kepala karena tak tahu harus bereaksi seperti apa.
Setelah Derri berlalu, aku pikir Biru akan melepaskan pegangannya namun ternyata tidak dia malah semakin mengeratkannya dan membuat jarak yang ada terhapus.
"Dia mau ke kamu." bisiknya di telingaku, aku memandang geram wajahnya.
"Emangnya kenapa?"
"Ngga boleh, karena kamu calon istri aku." katanya, dan aku kembali menunduk satu hal yang baru aku tahu adalah Biru sangat berlebihan sekali.
Kini kami berjalan ke arah panggung, di sana sedang bersiap Bang Inu dan teman-temannya yang lain. Aku juga melihat Nadin di depan panggung ternyata dia memang benar-benar ingin menemani Bang Inu, segera saja aku samperi dia dengan Biru.
"Dulu, kelas berapa? Kayaknya ngga pernah lihat." Biru langsung bertanya pada Nadin, mungkin dia heran dengan keberadaan Nadin di sini sekarang.
"Ceweknya Inu." balas Nadin jutek dan Biru hanya ber Oh ria.
Musik mulai dilantunkan, intro lagu yang kuhapal ini adalah milik band Coldplay, Everglow.
But when I'm cold, cold
In water rolled, salt
I know that you're with me and the way you will show
And you're with me wherever I go
And you give me this feeling, this everglow
Oh, what I would give for just a moment to hold
Yeah, I live for this feeling, it's everglow.
"It's everglow." Biru berbisik di telingaku, lalu mengaitkan tangannya ke sela-sela tanganku, sela-sela yang sepertinya memang khusus diciptakan untuknya, terasa begitu pas dan hangat.
"Meskipun ini bukan Payung Teduh, tapi seenggaknya kamu ngga pegang botol, lagi." katanya yang membuatku kaget, itu artinya selama ini dia membaca pesan-pesanku bukan? Lantas mengapa dia tak sekalipun membalasnya?
Aku langsung menghempaskan tanganku, berjalan tanpa arah. Entah kemana asal tak bertatapan dengan Biru. Aku hanya ingin menjernihkan pikiranku, terlalu banyak pertanyaan bersarang di sana.
Namun dengan cepat pula Biru mengejarku, dan mencoba untuk menahanku.
Kini langkahku telah sampai di luar sekolah.
"Kenapa? Ada yang salah?"
"Aku mau pulang!" kataku sedikit teriak dengan tangis yang masih kutahan.
"Aku antar."
"Aku mau pulang bukan mau diantar!"
"Ya, aku antar."
"Aku bisa sendiri, aku bisa! Jangan berpura-pura seolah kita ini baik-baik saja, jangan Biru!" seketika, raunganku berubah menjadi tangis yang pecah.
"Sya~"
"Kita memang baik-baik saja kan?" lanjutnya yang membuat hatiku semakin sakit. Bukan apa-apa, sikapnya yang menyangka semua seolah baik-baik saja dan penantianku selama ini dengan penuh rasa sakit itu tidak ada artinya, keacuhannya padaku tidak ada apa-apa baginya dan itu sangat menyakitkan untukku.
"Lepas!" kataku padanya.
"Jangan kaya gini, Sya. Jangan menghindar, kita bisa bicara baik-baik."
Tiinn! Tiinn!
Suara klakson yang berbunyi membuat pandanganku dan Biru langsung berpindah, aku melihat Mas Tarra di dalamnya sedang melambaikan tangannya padaku.
Aku mengempaskan tangan Biru, berlari ke arah mobil Mas Tarra meski aku pun bingung mengapa dia ada di sini.
∞Garis Waktu∞
"Nih," Mas Tarra memberiku tissunya.
Aku berusaha keras untuk menghentikan tangisanku, namun rasanya sulit sekali, sesulit melepaskan Biru.
"Ngga usah dipaksa, nangis aja kalau perlu Sya." kata Mas Tarra yang seolah mengerti dengan perasaanku saat ini.
"Ma-ka-sih Mas." ucapku sambil menatapnya, sedangkan Mas Tarra hanya tersenyum.
"Sudah ya."
"Apanya?" aku menatapnya dengan tatapan heran.
"Birunya, kamu harus belajar melepaskan Sya. Ikatan yang terlalu kencang juga bisa mematikan terlebih jika hanya kamu yang berusaha untuk mengikatnya." ucap Mas Tarra, aku menatapnya masih dengan tatapan heran namun tak lama aku tersenyum padanya.
"Ngga bisa mas."
"Kamu tahu, kenapa ngga bisa?"
Aku menggeleng, masih menatapnya.
"Karena kamu ngga pernah kasih kesempatan orang lain untuk menggantikannya."
Ya, benar. Mas Tarra benar sekali. Tapi, Biru memang sulit untuk digantikan, apa mas paham?
"Sya. Kasih aku kesempatan."
"Apa?"
"Menggantikan posisi Biru di hati kamu."
AN:
Maaf ya baru update, kemarin kemarin lagi sakit mata wkwk
ohiya ada yang pakai Dreame? baca ceritaku di Dreame juga yaa
Account : Minds
tankyou
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Waktu
ChickLitPada garis waktu, aku percaya bahwa datang dan pergi adalah hal yang biasa.