🏠 19 🏠

56.7K 3.7K 278
                                    

Setelah mengantarkan Manda pulang seperti biasanya, Arven juga kembali ke rumahnya. Mereka pulang agak malam karena Arven harus latihan basket terlebih dahulu dan Manda memaksa untuk ikut menemaninya latihan dengan alasan kalau ketemu Galen lagi gimana? Arven tahu itu hanya akal-akalan Manda agar pulang bersamanya. Tapi ya sudahlah.

Arven tampak berpikir sebentar, di garasi rumahnya terdapat mobil Mercedes benz S-class milik papanya. Tumben sekali papanya datang.

"Assalamualaikum." Ucap Arven saat memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam, masuk nak ada papah." Sahut Ana.

"Arven mau langsung ke atas ma, capek." Arven langsung melewati papanya yang sedang duduk di ruang tamu begitu saja. Arven tahu itu tidak sopan, namun saat ini ia sedang tidak ingin berbicara dengan Edwin sedikit pun. Mungkin karena ia lelah juga.

"Ven, papa mau bicara." Edwin mencekal tangan Arven agar anak itu berhenti melangkah. Dengan terpaksa Arven duduk di ruang tamu dan berhadapan dengan papanya.

"Kenapa?"

"Papa mau ajak kamu makan malam di rumah papa, sekalian mau papa kenalin sama saudara tiri kamu." Ucap Edwin.

"Gak bisa."

"Ven, mama kamu aja gak pernah masalah papa nikah lagi. Kenapa kamu mempermasalahin hal ini terus sih? bagaimanapun juga papa sekarang udah nikah lagi sama mama Tamara dan kamu harus terima itu."

"Pah, kapan papah mau berhenti nyakitin mama? kapan papah mau peduli sama mama? kapan Arven sama abang punya sosok papah lagi di hidup kita? kapan pah? masa bahagaia Arven cuma terjadi saat Arven masih kecil sebelum papah punya selingkuhan!" Arven meluapkan seluruh emosi yang selama ini ia pendam. Matanya memerah dan rahangnya pun mengeras menahan amarah.

"Arven, sudah nak cukup." Ana menenangkan Arven karena bisa saja keduanya bertengkar.

"Pah, jujur Arven udah gak butuh sosok papah lagi."

Plak!

Edwin melayangkan tangannya di pipi Arven dengan keras. Arven memegang pipinya seraya tersenyum tipis yang penuh arti. Ana yang berada disana hanya bisa menangis melihat kejadian di depan matanya itu.

"Kamu gak pernah diajarin sopan santun apa gimana hah? papa biayain sekolah kamu mahal-mahal taunya gak punya adab sama orang tua! mau ajdi apa kamu Arven?!" Geram Edwin.

"Saudara tiri kamu aja selalu baik sama papa padahal dia bukan anak kandung papa!" Lanjutnya.

"Mas cukup, Arven kamu naik ya ke kamar?" Pinta Ana yang masih menangis.

"Makasih pah," Setelah itu Arven keluar dari rumahnya dan pergi meninggalkan rumah bagaikan neraka itu. Ia melesatkan motor sportnya membelah jalanan kota malam hari ini. Masa bodoh dengan tas berisikan buku yang masih setia bertengger di punggungnya.

Setelah satu jam hanya muter-muter tidak jelas, akhirnya Arven memakirkan motornya di salah satu club malam yang lumayan sering ia kunjungi bersama teman-temannya. Ia memasuki club tersebut dan memesan minuman ber-alkohol lalu duduk di kursi bar. Pikirannya sangat kalut, dan meminum alkohol-lah menjadi jalan terbaik untuk Arven. ( Jangan ditiru ya guys! )

"Kenapa bro? tumben sendirian?" Bartender yang bernama Vion itu menghampiri Arven. Arven dan Vion sudah kenal cukup lama karena Vion yang selalu membuatkan minuman untuk Arven dan teman-temannya ketika datang. Ia juga alumni SMA Althar dan mantan anak Vergiss.

"Suntuk." Jawab Arven lalu meneguk minumannya.

"Ada masalah?"

Arven mengangguk.

My Craziest Neighbor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang