🏠 39 🏠

43.2K 3.4K 399
                                    

Malam harinya Arven dan Manda diantar oleh teman-temannya ke bandara. Arven sudah menceritakan apa yang terjadi. Teman-temannya akan menyusul pulang besok pagi karena kalau mereka memaksa malam ini juga untuk pulang ke Jakarta, terlalu beresiko dan tidak aman karena kondisi mereka juga sedang lelah.

"Ven, yang sabar ya. Di pesawat berdoa terus semoga nyokap lo cepet sembuh. Yang kuat ven." Ditto menepuk bahu Arven.

"Iya ven, jangan berhenti berdoa. Kita bantu doa dari sini. Besok kita sampe Jakarta langsung ke rumah sakit ya." Kini Aldo yang berbicara.

"Kak Arven, Ara bantu doa ya buat mamanya kak Arven semoga lekas diangkat penyakitnya."

"Yang tabah ya ven, gue yakin lo bisa lewatin ini semua." Ucap Freya. Semua teman-temannya menyemangati Arven. Ini baru yang namanya sahabat selalu ada disaat duka maupun senang.

"Makasih ya, gue mohon doanya buat nyokap gue." Ucap Arven.

"Ya udah, kita berangkat ya. Ditto sama Aldo besok nyetirnya hati-hati. Malam ini lo semua istirahat ya, biar besok gak kecapekan pas balik ke Jakarta." Manda dan Arven pamit kepada teman-temannya dan segera masuk ke dalam karena waktu keberangkatan mereka sebentar lagi.

Setelah melalui proses boarding check, mereka pun masuk ke dalam pesawat. Sedari tadi Arven hanya diam dan tatapannya kosong menatap lurus ke depan. Manda sangat memahami itu. Marah, kecewa dengan diri sendiri, sedih, semua itu bercampur menjadi satu. Menurut Manda, ini salah satu kebiasaan buruk Arven yang selalu ingin terlihat baik-baik saja walaupun hatinya sedang hancur dan terluka. Menyembunyikan perasaan dan menanggungnya sendiri itu tidak baik untuk kesehatan mentalnya.

Saat sudah masuk ke dalam pesawat Arven memasang earphone nya dan memejamkan matanya. Lama kelamaan, nafasnya mulai teratur dan terdengar dengkuran halus itu tandanya Arven sudah memasuki alam mimpinya. Bagaimana bisa pria disebelah Manda ini begitu pandai menutupi perasaannya sendiri? pria yang selalu kuat menanggung cobaan demi cobaan yang diterimanya. Manda menjatuhkan bulir air matanya. Hatinya teriris pedih. Manda memindahkan kepala Arven perlahan untuk bersandar di bahunya.

"Kan udah Manda bilang, bahu Manda selalu ada buat Arven kok gak dipake sih?" Ucap Manda pada Arven yang tertidur. Air mata Manda masih terus membasahi pipinya. Kata siapa hanya perempuan yang bisa menyandarkan kepalanya pada bahu laki laki saat mereka sedang rapuh? laki laki juga manusia. Permasalahan yang mereka punya juga pelik dan bertubi-tubi. Ini hal yang wajar menurut Manda. Arven tidak bisa berdiri seorang diri. Ia bisa hancur jika tidak mempunyai sandaran.

"Arven tau gak? Manda sayang banget sama Arven. Orang pertama yang ngajarin Manda untuk selalu kuat hadapin apapun masalahnya. Izinin Manda buat selalu jadi sandarannya Arven kalau Arven lagi letih, sedih, kecewa. Makasih udah jadi sosok paling kuat yang pernah Manda temuin. Manda selalu berdoa semoga Arven bisa lewatin semuanya dengan sabar. Manda yakin setelah hujan badai pasti ada pelangi. Arven yang sabar aja ya, pelanginya masih malu buat keluar."

Arven pun mengangkat kepalanya dari bahu Manda lalu menaruh kepala Manda di bahunya sendiri dengan mata yang masih terpejam. Jadi, daritadi Arven mendengar ocehan Manda? Arven mengelus lembut kepala Manda yang bersandar dipundaknya. Debaran jantung ini, masih sama persis saat pertama kali Manda menaruh hatinya untuk cowok berhati dingin ini.

 Debaran jantung ini, masih sama persis saat pertama kali Manda menaruh hatinya untuk cowok berhati dingin ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Craziest Neighbor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang