🏠 22 🏠

58.4K 3.7K 291
                                    

Hari perkemahan yang melelahkan itu sudah lewat. Hari ini adalah hari minggu dan sudah pasti seluruh murid libur. Setelah camping kemarin, ada satu hal yang Arven sesali. Kenapa dirinya bisa panik dan berbuat manis kepada Manda? karena kejadian itu, Manda terus menterornya dengan mengiriminya pesan setiap detik. Sungguh penyesalan memang datang di akhir.

"Arven udah cinta sama Manda ya?"

"Arven, nikah yuk?"

"Kalo udah mau bales cinta Manda, jangan lupa chat ya?"

"Gue seneng banget deh lo panik kayak kemarin."

"Apa gue harus sering-sering asma di depan lo?"

Kurang lebih seperti itulah tetangganya berulah.

"Pagi ma," Sapa Arven saat ia sampai di ruang makan untuk sarapan.

"Pagi sayang, itu ada papah loh nak, sapa papah juga."

"Pagi pah," Ucap Arven terpaksa.

"Pagi, papah mau bicara sama kamu ven." Ucap Edwin.

"Ngomong aja." Jawabnya acuh tak acuh.

"Kamu lulus SMA mau ambil kuliah jurusan apa? mau jadi dokter juga kayak Adam?" Tanya Edwin.

"Belom tau, kenapa?"

"Gini, kamu tau kan papah lulusan Jerman?"

Arven hanya bergumam.

"Papah mau kamu juga kuliah disana dan ambil jurusan manajemen bisnis. Gimana?"

"Papah akan tunjuk kamu sebagai penerus perusahaan papah." Lanjutnya.

"Maaf kalau kesannya ini gak sopan, tapi Arven udah besar. Kalaupun Arven pengen jadi pengusaha, Arven bakal rintis dari nol pah. Arven gak mau dengan seenaknya lanjutin bisnis yang papah rintis dengan susah payah." Jawab Arven.

"Terus siapa lagi yang akan lanjutin bisnis papah? Adam? dia gak bakal mungkin karena dia udah jadi dokter. Pilihan terakhirnya cuma kamu."

"Yakin Arven pilihan terakhir? gimana sama saudara tiri aku pah? papah lupa papah juga punya dia?"

"Nak," Ana memegang tangan anaknya itu.

"Maaf pah, aku lagi gak mau adu mulut. Permisi." Arven pun meninggalkan ruang makan dan kembali ke kamarnya.

"Dasar anak gak punya sopan santun. Mau jadi apa dia nanti?"

Ana hanya terdiam.

🏠🏠🏠

Karena malas berada di rumah, Arven memutuskan untuk keluar. Ia sudah janjian dengan teman kecilnya, Gavin. Mereka akan bermain basket.

"Ven!" Panggil Gavin yang sudah sampai terlebih dahulu di lapangan.

"Hai Arven!"

"Ngapain lo disini?" Tanya Arven heran.

"Yee emangnya lapangan ini punya lo doang?"

"Terserah."

"Emangnya kenapa sih Manda disini? ganggu lo ven?" Tanya Gavin.

"Ganggu. Pake banget." Sahut Arven ketus.

"Kemaren perasaan panik banget liat gue asma, kenapa sekarang galak lagi sih?" Protes Manda.

"Pengen banget di khawatirin, dih." Elak Arven.

"Ihh mau bohong ya? udah deh ven kal--" Belum sempat melanjutkan ucapannya, bibir Manda sudah di tutup oleh telapak tangan Arven agar ia tidak melanjutkannya lagi.

My Craziest Neighbor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang