Chapter Four

242 42 0
                                    

Joshua POV

UNTUK ukuran anak baru, ternyata Alice ini termasuk lumayan optimistik.

Sebagai penghuni purba panti asuhan ini (aku lebih suka menyebutnya begitu, karena aku sudah berada di sini sejak usiaku tiga bulan), aku sudah melihat banyak sekali anak-anak bermuka depresi yang menolak mati-matian dimasukkan ke panti asuhan, kebanyakan karena mereka masih belum bisa menerima kenyataan bahwa status mereka sudah menjadi 'yatim piatu'. Tetapi, aku sama sekali tidak melihat hal seperti itu dalam diri Alice. Sejak pertama kali melihatnya, satu-satunya ekspresi yang ditampakkan mata belo itu hanya penasaran—tidak ada kesedihan sama sekali.

Padahal, menurut desas-desus, kedua orang tuanya baru saja terbunuh dalam sebuah insiden tidak menyenangkan yang terjadi di rumahnya.

Maka, saat aku dan Bryan menemani Catherine memerkenalkan sekolah ini padanya, kuputuskan untuk bersikap sangat hati-hati. Siapa tahu cewek ini sudah berjuang mati-matian untuk melupakan insiden itu. Kalau sampai satu pertanyaan pun bocor dari mulutku dan membuat moodnya berubah, sudah pasti aku bakal diceramahi Catherine (yang bakal jadi peristiwa heboh karena cewek itu tidak pernah benar-benar 'menceramahi' orang—siapa tahu malah lebih heboh daripada insiden kemarin).

"Ini kamar-kamar buat anak SMP," Catherine berkata dengan ramah saat kami menapakkan kaki di lantai dua gedung asrama. Beberapa anak yang sedang berlalu-lalang di koridor memandangi kami dengan penasaran—atau mungkin hanya Alice saja, karena cewek itu pastilah tidak tampak familier. "Jumlahnya nggak begitu banyak, karena memang angkatan terbanyak kita anak-anak SMA."

"Kenapa bisa gitu?" Alice bertanya. Terhitung sudah lebih dari dua lusin pertanyaan dia ajukan sejak kami memulai tur kecil-kecilan ini. Yang paling sering adalah: "Emang apa yang salah sama Gwen?"—yang tidak ada hubungannya dengan struktur apa pun sekolah ini, tetapi kurasa memang wajar ditanyakan olehnya.

Ngomong-ngomong, ternyata Alice dapat kehormatan duduk sebangku dengan Gwen. Bagian itu mungkin tidak akan menyenangkan, mengingat cewek itu memang sangat terkenal karena keseramannya yang di atas rata-rata. Sejak mengalami kecelakaan misterius tujuh tahun lalu—masih belum ada yang tahu apa tepatnya kecelakaan itu—desas-desus aneh mulai muncul mengenai Gwen. Ada yang bilang dia hantu, pembunuh bayaran, dan bahkan monster (bisa ditebak, yang terakhir ini perbuatan Sam). Pasalnya, dia bersikap sangat ketus, dan kalimat-kalimat yang dia keluarkan biasanya bernada psikopatik. Tidak ada yang mau dekat-dekat dengannya, sebenarnya—kecuali mungkin aku, si Joshua yang nekad dan hobi cari mati. Tapi toh sebelum kecelakaan itu, Gwen sahabatku. Aku merasa punya kewajiban untuk mengembalikan dirinya seperti sediakala.

"Ada desas-desus yang kurang menyenangkan soal panti asuhan ini beberapa tahun setelah buka," suara Bryan menyentakku dari lamunan panjang. Bayangan wajah Gwen langsung memudar dari benakku, digantikan dengan lirikan tajam Catherine terhadap Bryan.

Biar kutebak. Cewek ini pasti tidak mau membuat Alice ketakutan di hari pertamanya.

Tapi, yah... walaupun bukan anak kelas unggulan, kurasa kemampuan observasiku masih lebih bagus ketimbang dia. Sudah jelas Alice tidak bakal merasa ketakutan dengan apa pun soal panti asuhan ini yang kami sampaikan kepadanya. Faktanya, dia malah tampak penasaran setengah mati. Kalau aku jadi Catherine, hal seperti itu tidak perlu dikhawatirkan—kecuali mungkin mengenai topik sensitif seperti kematian orang tuanya.

"Desas-desus apa?" Alice bertanya lagi.

"Mungkin soal Pak Stenley si kepsek galak yang bikin orang merasa terintimidasi kalo anaknya dimasukin ke sini," jawabku buru-buru sebelum Bryan mulai menjawab yang sebenarnya (kelemahan terbesar Bryan? Terlalu jujur). Kurasa sudah cukup sohibku itu terlibat satu insiden heboh saja. Tidak perlu menambah-nambahi dengan insiden 'Bryan Diceramahi Catherine Sampai Mulutnya Berbusa'—selain karena kebanyakan gosip pasti berat ditanggung, judul insiden itu juga sama sekali tidak keren (setidaknya insiden kemarin masih punya judul yang lebih heroik).

[COMPLETED] Terror of  the White MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang