Doi#6

64 8 32
                                    

Jei merasa ada yang aneh dengan lambungnya. Kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang. Sedari tadi dia menahan badannya untuk tetap berdiri dengan tegap.

Bagaimana bisa dia lupa makan seharian ini meskipun tahu kalau sore harinya ia harus ikut latihan paskibraka?

Jei harus tetap berdiri tegak. Dia tidak boleh jatuh di saat-saat seperti ini. Jei tidak boleh tumbang di depan gebetannya.

Apakah itu alasanmu, Jei?

Icha duduk tidak jauh darinya. Di sebelah Icha ada Rei kemudian Ken. Ken terlihat khawatir. Setelah berteman agak lama dengan Jei, cowok itu sadar kalau Jei sering lupa makan kalau tidak diingatkan. Ken tahu kalau Jei tidak makan seharian penuh.

Tadi siang Ken dan Rei diajak kapten tim basket beserta anggotanya untuk makan. Tidak mungkin Ken dan Rei menolak ajakan kapten mereka.

Icha juga dua kali dipanggil guru saat istirahat sehingga harus meninggalkan Jei. Sydney menemani Joice belajar untuk olimpiade dan pada saat itu Jei tidak tahu lokasi keduanya.

Hasilnya tidak ada seorang pun yang mengingatkan Jei untuk makan. Anak itu juga tidak mau makan sendirian.

Lihat Jei sekarang! Bibir sudah pucat dan sebentar lagi jika disenggol sedikit dia akan jatuh.

"Cha, itu Jei gak apa?" Tanya Ken khawatir. Ken sudah mengubah panggilan dari Maria menjadi Jei, Jei yang menyuruhnya.

Icha tersenyum miring dan memajukan badannya sedikit untuk menatap Ken yang duduk di sebelah Rei.

"Lo khawatir?" Icha menaikkan alisnya berulang kali menggoda Ken.

"Cha, gue serius." Wajah Ken memelas mengharapkan jawaban yang diinginkannya.

Icha menghela nafasnya sambil memutar bola mata. "Lo gak punya mata buat tau sendiri?"

Jujur Icha sejak tadi sudah khawatir kalau saja tubuh Jei tiba-tiba jatuh. Seharusnya tadi dia tidak datang saat dipanggil guru dan menemani Jei makan. Icha hanya menutupi kecemasannya dengan menggoda Ken.

Ken tidak membalas sindiran Icha, dia tidak bisa melepaskan matanya dari Jei. Takut kalau sebentar saja matanya berpaling Jei akan jatuh.

"Lo sendiri gak makan." Batu yang sedari tadi tidak bicara mulai membuka mulutnya.

"Bodo." Icha membalas Rei ketus. Pernyataan Rei diyakini ditujukan untuknya. Dikarenakan Icha dipanggil guru di kedua jam istirahat, ia juga tidak sempat makan.

Rei kesal dibalas seperti itu. Tangan Rei saat ini sedang memegang roti. Rei yang bosan menunggu sejak tadi menghabiskan waktunya dengan makan sambil duduk. Kini Rei menyodorkan roti itu pada Icha. Meskipun tinggal setengah karena habis dimakannya, setidaknya Icha bisa makan walau sedikit.

"Apa?" Tanya Icha sambil melihat roti yang ada di tangannya.

"Makan."

"Hah, makan? Iya sana makan, habisin." Balas Icha.

"Lo."

"Gue?"

Kerutan di alis Icha semakin menumpuk. Kalau bicara dengan Rei, Icha seperti harus mengerti rumus-rumus fisika.

"Maksud lo, gue yang makan?" Rei mengangguk.

"Ih, ogah gue dapet bekas." Icha menunjukkan wajah jijiknya.

Rei menaikkan satu alisnya. Hellaw, guys! Cewek-cewek di luar sana bahkan suka nempel-nempel sama keringatnya sesaat setelah bermain basket. Ini cuma roti yang bahkan tidak sekalipun digigitnya.

D O ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang