Doi#9

62 7 18
                                    

Hatinya terus berkata untuk terus maju. Menyerah bukanlah gayanya yang biasanya. Entah kenapa kalau soal cinta, Ken jadi terasa lemah. Angin hari ini lebih dingin dari yang biasanya. Balkon rumah yang terbuka, di situ ada Ken yang sedang galau.

Rei menghela nafas sambil memberikan Ken secangkir teh hangat. Uap teh hangat itu melayang-layang. Ken memainkan uap itu dengan cara meiupnya.

"Diminum bukan dimainin." Ucap Rei sembari meminum kopinya.

"Gue heran sama lo, dah. Malem-malem minum kopi. Emang bisa tidur?"

Rei hanya bergumam.

Ken menatap Rei yang sedang meniup kopinya. "Lo mau kabur mulu?"

Rei menaikkan alisnya. "Lo ato gue?" Ken mengerutkan dahi. Rei menyindirnya?

"Gue tau lo suka Jei."

"Jei sukanya sama lo."

"Guenya gak suka."

Mereka diam selama beberapa menit untuk menikmati malam yang dingin dengan secangkir minuman di tangan mereka.

"Lo nyerah?" Tanya Rei tiba-tiba.

"Kagak! Gue gak mau dia suka sama lo."

"Terus?"

"Hidup lo tuh ribet. Masa gue tega liat cewek ngikutin alur hidup lo? Apalagi kalo itu Jei. Lo gak kasian sama Icha yang mau lo seret-seret juga?"

"Nyindir?"

"Kenyataannya lo ngacir. Bilangnya nginep, tapi ampe dua taun...rumah gue berasa jadi tempat penampungan. Rumah macam istana malah dijadiin rumah pembantu. Lah, majikannya tidur di jalanan."

"Ngaca lo. Rumah sepi macam kuburan. Idup susah, ribet pula."

"Lo tau mereka lah, bro."

"Lo juga tau gue gimana. Bedanya lo ma gue apa?" Rei menyeruput kopinya.

"Ken, lo tuh kalo udah ada target, kejar. Jangan jadi pengecut. Lo mau nelen ucapan lo waktu itu? Harga diri lo diatro mana? Dengkul? Yang penting tuh hati, kalo lo gak tulus, lepas. Biar dia bahagia sama cowok lain. Dan itu bukan lo."

Kalau Rei sudah memanggil Ken dengan namanya, artinya dia sudah serius. Lihat saja, bahkan yang ini adalah kalimat terpanjangnya.

Ken tentu saja tidak mau ada orang lain yang membahagiakan Jei selain dirinya. Egois? Iya. Tapi pengecut? Iya. Katakanlah dia seperti itu.

"Lo emang udah sering denger yang kek beginian. Di novel-novel juga banyak. Ini gue ngomong, ya cuma jiplak."

"Kek cewek aja lo, Rei, baca-baca novel."

"Bomat."

"Jadi gue kejar nih?"

"Lo nanya?"

Rei menaruh cangkir bekas kopi yang sudah habis di atas meja. Ia berdiri dari duduknya kemudian meninggalkan Ken sendiri di kamarnya.

Perkataan Rei sangat benar. Ken tidak mau menyerah sebelum perang. Ken sudah memutuskan. Goyah sebelum perang tidak apa. Rasa takut untuk kalah wajar. Tapi apapun yang terjadi tetap maju dan jangan pernah menyerah dalam berjuang mencapai kemenangan.

Kemenangan dalam mendapatkan hati Jei.

##

Rei menutup tubuhnya di balik selimut. Kamar yang ditempatinya adalah kamar tamu di rumah Ken yang sudah menjadi kamarnya selama dua tahun.

Kepalanya muncul di ujung selimut.

"Jaket gue...Icha?"

Rei menggelengkan kepalanya berulang kali. Kenapa tiba-tiba dia mengingat Icha? Ah, jaket kesayangannya belum kembali. Itu adalah pertama kalinya dia membiarkan orang lain menyentuh barang kesayangannya. Bahkan Rei selalu memarahi Ken kalau dia menggunakan jaket itu.

D O ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang