Doi#17

56 5 6
                                    

Icha dan Rei kini saling melempar tatapan. Ken menyuruh mereka melakukan hal yang sulit untuk mereka. Bukan kegiantannya yang sulit, tapi mereka malu kalau nantinya harus dikirim sebagai bukti. Bagaimana kalau nanti malah tersebar? Ken tidak akan segan-segan menyebarkan video mereka.

"Gimana? Mau?" Rei sekali-kali melirik Icha dari sudut matanya.

"Kalo lo? Emang gak keberatan aib lo disebar lewat story?"

Rei menatap Icha dengan tajam. Siapa pun juga pasti keberatan kalau aibnya disebar tanpa izin.

"Ya udah, bikin aja." Celetuk Icha acuh tak acuh. Ia sendiri tidak terlalu peduli. Mengenai video TokTik, ia merasa handal dalam beberapa gerakan.

Rei mengedipkan matanya beberapa kali. Sesekali ia menatap pemandangan di depan dan kanan kaca mobil. Saat ini mereka berhenti di tempat parkir Omegamaret karena tadi ada yang perlu dibeli. 

Icha mengernyitkan alisnya lalu tersenyum miring.  "Jangan-jangan...lo gak bisa?"

Rei menegang. Dari samping terlihat kalau telinganya sedikit merah.

"Masa Ken bisa tapi lo gak bisa?"

Rei membuang mukanya. "Yang kayak begituan gak wajib semua orang tau!"

Icha mengangguk-angguk. "Ntar kalo lo dicap pengecut gimana?"

Rei tiba-tiba menolehkan kepalanya ke arah Icha dan menatap gadis itu dengan perasaan tidak suka.

"Ajarin!"

"Eh?"

Pandangan Rei lurus ke depan. "Lo yang maksa."

Icha menghela nafasnya. Kadang Rei bisa terlihat sedikit kekanakan. Tapi sifat itu tidak pernah ditunjukkan cowok itu saat ada orang lain di antara mereka.

"Jei, fix lo sama Ken aja. Nyerah lo kalo sama ni bocah." Batin Icha.

Mau tidak mau Icha mengajarkan beberapa gerakan yang menurutnya mudah. Icha sedikit terkesan, Rei tidak hanya cepat belajar dalam hal pelajaran, Rei mampu memperagakan gerakan-gerakan yang diajarkannya dengan mudah dan cepat.

"Jei...ato emang lo bagus sama Rei? Dia gak lemot, sapa tau ntar lo butuh dia." Icha memperhatikan Rei yang sibuk sendiri dengan gerakan dan pikirannya.

"Sudah?" Tanya Icha. Rei mengangguk kecil.

Akhirnya Rei menginstal aplikasi itu di ponselnya. Aplikasi media sosial urutan ke tiga yang dimilikinya. Rei tidak memiliki banyak akun media sosial, "buat apa" katanya.

Mereka memilih salah satu tema yang sudah mereka pelajari lalu bergerak mengikuti alunan musik.

Icha mengerutkan alisnya lalu melirik Rei. Ia pikir Rei benar-benar menangkap apa yang diajarkannya. Tapi nyatanya tidak ada satu pun gerakannya yang sempurna setelah ia mengikuti alunan musik.

"Lo tuh yang bener, dong!"

Rei mendecakkan lidahnya dan menatap Icha dengan kesal. Ia merasa malu kalau harus melihat wajahnya sendiri, apalagi ia tidak pandai dalam berekspresi.

Mereka lanjut melaksanakan misi. Yang pertama tidak berhasil, ke dua, ke tiga, hingga seterusnya. Entah itu karena kesalahan kecil yang dibuat Rei maupun Icha.

"Yang terakhir! Kali ini harus bener!"

Rei dan Icha saling bertukar kontak mata dengan perasaan kesal. Tanpa sadar hitungan mundur sudah berakhir, mereka harus memberi gerakan yang benar agar misi mereka sukses.

Sayangnya...

"Ah...salah." Gumam Rei di awal-awal musik dialunkan.

Kali ini Icha benar-benar kesal. Dia ingin pulang! Tapi karena terlibat hal yang sia-sia ini, waktunya jadi tersita.

D O ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang