Doi#16

53 6 10
                                    

Sesuai keinganan Ken untuk memenuhi hasrat kebucinannya. Jei berduaan dengannya. Ken menyuruh pembantu rumah tangga yang sering menemaninya kalau sendiri untuk memberi ruang.

Dalam hati, Ken bersorak sorai. Seandainya Jei memiliki perasaan yang sama dengannya.

Ya, yang dirasakan Jei tidak jauh beda dengan Ken. Perandaian Ken terkabulkan. Jei merasa gugup. Terselip rasa senang, tapi entah kenapa. Apa karena ia berduaan dengan cogan? Apa mimpinya yang lama untuk bersama cogan sudah terwujud? Atau ada perasaan lain yang tidak disadarinya?

Jei tidak mengerti. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam dirinya.

Jei harusnya sudah tahu, rasa yang dimilikinya berbeda saat bersama Rei. Dia sendiri jarang berinteraksi dengan Rei. Malah Jei merasa Icha lebih dekat dengan Rei.

Padahal kalau dulu, Jei cepat sekali pindah hati. Tapi sekarang Jei sangat keras kepala. Sudah jelas kalau Ken lebih baik untuknya.

Atau kah, cintah lebih sulit dimengerti dari pada sekedar rasa suka?

##

"Huhhh! Capeknyaaa!!!"

Jei hampir berdiri karena terkejut. Ken tiba-tiba berteriak melepas penatnya.

"Apaan sih lo?! Bikin kaget tau!" Jei menautkan alisnya tidak suka.

Ken tertawa terbahak. Kucing peliharaannya yang dia 'simpan' di kamar saja sering dibuat kaget. Jei hampir mirip dengan kucingnya itu.

"Lo mirip banget sama Pilko, tau!" Seru Ken sambil tertawa.

"Pilko?"

"Iya kucing gue. Mau gue ambilin?"

"Hah? Ambil?"

Ken mengangguk dan langsung pergi. Jei mengerutkan alisnya. Menurut Jei kata-kata yang digunakan Ken sedikit aneh.

"Nih, Si Pilko. Dia gemuk, bulet, jadi gue panggil Pilko. Pilko itu dari bahasa Esperanto yang artinya bola."

Jei terkekeh geli. "Lo tau yang begituan?"

"Nggak." Jei memiringkan kepalanya.

"Karena gue mau kasi nama yang keren gitu, gue buka gugel. Gue terjemahin kata bola yang sesuai karakteristiknya Pilko. Pas gue terjemahin pake bahasa Esperanto, kayak keren gitu. Ya udah, dari situ namanya Pilko."

Jei tertawa. Ken ini ada-ada saja. Jei mengelus rambut kucing ramah itu. Kucing itu gendut, kalau berjalan seperti bola yang menggelinding. Pantas saja dinamakan Pilko yang berarti bola. Rambutnya berwarna putih lebat, ras Persia.

"Jei, TokTik kuy! Sekali kali, gue mau coba." Ken tersenyum kuda.

Jei tertawa lagi, kali ini lebih keras. Dia tidak pernah mengira kalau Ken suka yang seperti itu.

Jei menyetujui ajakan Ken. Mereka mulai ber-TokTik ria ala anak-anak zaman now. Mereka kemudian melihat hasil rekaman mereka. Di beberapa video, Pilko ikut bergoyang dan terpampang di layar.

"Lumayan."

"Gak...jelek!"

"Mana ada jelek, Jei. Lo cantik."

"Kucing lo yang cantik."

"Pilko jantan, Jei."

"Siap salah."

Tiba-tiba keduanya saling bertatapan lalu tertawa bersama. Akhirnya ada yang dirasa lebih baik dan secara sengaja, Ken meng-upload video mereka di Instagram.

"Loh, loh...kok?! Gak, gak...hapus! Gue gak setuju! Masuk penjara lo, ya!" Seru Jei sambil meraih ponsel Ken.

Tangan Ken panjang, Jei tidak bisa meraihnya. "No. Ini akun gue. Di video itu juga ada gue. Serah gue dong mau gimana." Ken menggelengkan kepalanya berulang kali saat Jei ingin merampas ponselnya.

D O ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang