Hana tak bisa mengatakan sepatah kata pun. Dia hanya memandang kertas itu dengan tangan gemetar. Gadis itu berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis walaupun pelupuk matanya sudah mulai berair. Untuk kali ini, Hana membenci dirinya sendiri. Benci, karena dia tidak bisa menolak atau pun membela diri. Dia tahu bahwa cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi. Suatu saat Seokjin akan mengugat cerai dirinya. Dan, semua itu terjadi sekarang. Bahkan, lebih cepat dari dugaan Hana sebelumnya. Hanya dalam hitungan hari rumah tangganya sudah seperti ini.
"Tunggu apa lagi? cepat tanda tangani kertas ini!" bentak Seokjin sambil memerintah.
"Apa kertas ini sangat penting bagimu?" tanya Hana singkat.
Hana melihat lurus ke arah Seokjin dengan tatapan tajam dan berderai air mata. Seolah gadis itu tak bisa lagi memendam semua sakit yang ia rasakan. Seokjin tercengang melihat Hana menangis. Ia tak menyangka bahwa perbuatannya pagi ini akan membuat Hana seperti ini. Dan, ini juga kali pertama Seokjin melihat gadis itu menangis. Ada sebuah kepedihan terdalam dari sorot mata Hana. Seokjin bisa melihat jelas itu semua. Hatinya pun sedikit goyah. Bahkan, ia merasa sedikit bersalah pada Hana.
Namun, ego dan kebencian Seokjin pada istrinya membuat ia mengabaikan perasaan iba yang melahap hatinya. Dia tidak peduli. Seokjin tak kuasa melihat Hana. Ia memilih untuk memandang ke arah lain. Kedua kakinya yang ada dibawah meja tak berhenti bergerak ketika rasa canggung melanda. Pemuda tampan itu melakukan semua ini demi hubungannya dengan Hye Sun.
"Tentu saja ini sangat penting bagiku. Karena setelah kita bercerai, aku akan melamar Hye Sun," ujar Seokjin tanpa berani melihat Hana. Hana hanya bisa tersenyum sinis dan terdiam, memandang sayu kertas yang ada di genggamannya. "Kenapa kau diam? aku harus ke kampus. Jadi cepat tanda tangan!"
Alih-alih berargumen atau menyanggah semuanya. Hana memilih untuk menandatangani surat perjanjian begitu saja. Dia sudah sangat lelah dengan semuanya. Ia hanya akan melakukan apa yang Seokjin inginkan mulai sekarang. Dan pemuda itu, tanpa ragu mengambil kertas mengerikan itu dari istrinya. Menandatanganinya dengan antusias lalu pergi meninggalkan Hana begitu saja.
"Seokjin-ssi, aku sudah menuruti keinginanmu untuk bercerai tapi setidaknya baiklah padaku selama aku masih mengandung bayimu. Jangan perlakukan aku seperti musuhmu," mohon Hana. Langkah Seokjin terhenti saat mendengar ucapan Hana. Tapi hal itu tak membuat ia menyetujui atau bahkan mengabulkan permintaan istrinya. Seokjin tak peduli. Ia pergi begitu saja meninggalkan Hana sendirian dengan perasaan hancur.
Sepeninggal kepergian suaminya. Hana memakan spageti dan pasta sendirian sambil menangis. Sampai kapan pun Seokjin tidak akan pernah menganggapnya ada. Seokjin-ah, aku mohon lihatlah aku walau sekali saja, batin Hana.
Seberapa pun Hana mencoba untuk menyantap masakan buatannya tetap saja semua tak sedap untuk dimakan karena kejadian tak terduga di pagi. Dengan amarah yang meluap, Hana membuang semua makanan ke dalam tempat sampah. Ia menatap masakannya dalam tangis. Bagaimana pun ia berusaha untuk membuat suasana rumah ini sedikit nyaman tapi semuanya sia-sia. Seokjin tak pernah peduli. Ah, entahlah, Hana tak mau terlarut dalam masalah ini. Ia memilih untuk tetap bertahan dan memjalani rutinistnya sehari-hari. Termasuk kuliah.
"Hana-ya, kau harus kuat. Kau harus bertahan demi bayimu. Hana yang biasanya tegar tidak boleh lemah seperti ini. Kondisi psikis juga harus stabil agar tidak menganggu kesehatan janinmu. Oke, Semangat!" Katanya untuk dirinya sendiri.
ooOOoo
Di kampus saat jam istarahat. Seokjin terlihat sedang asyik berbicara dengan teman satu gengnya. Geng yang terkenal dengan sekumpulan orang kaya nan tampan. Tidak semua orang yang bisa menjadi anggota geng itu bahkan bergaul pun mereka juga tak sembarangan. Senyum Seokjin merekah saat melihat Hye Sun berjalan mendekat ke arahnya sambil memegang sebuah kertas dengan wajah yang begitu bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me (LIMERENCE - END) ✓
FanficAmazing Cover by @lelesaurus "Seok Jin-ssi, aku hamil." Dia suamiku tapi tak pernah mencintaiku. Bagaimana bisa aku cinta padamu? Bagaimana bisa hal itu menyakitkan seperti ini? Tak pernah ingin siapapun disalahkan Dapatkah aku menyentuhmu jika ku...