Di sebuah taman tengah kota yang dihiasi warna-warni daun maple di musim gugur. Terlihat sosok gadis cantik berambut pendek, berbalut coat coklat, dengan syal berwarna abu-abu, sedang duduk gelisah di kursi panjang dekat danau. Tangannya gemetar sembari membawa sesuatu. Kakinya terus bergerak tanpa henti karena perasaan takut yang melandanya.
Sesekali gadis itu mengecek jam di tangan. Sudah sekitar satu jam lebih ia menunggu seseorang. Namun, sampai detik ini orang itu belum juga datang. Rasanya sudah ingin menyerah untuk menunggu tapi nyatanya Tuhan mengabulkan permintaannya kali ini. Orang yang ia harapkan akhirnya menampakkan diri.
Dari kejauhan terlihat sosok pemuda dengan paras sempurna berjalan perlahan mendekatinya. Penampilannya terlihat menawan dengan sweater navy yang dirangkap dengan jaket tebal berwarna hitam. Poni yang tersibak memperlihatkan jidat lebarnya membuat sosok itu bak seorang pangeran.
"Park Hana, apa yang ingin kau katakan padaku?" Tanya sosok pemuda yang sering dipanggil dengan nama Seok Jin itu. Pria ini adalah teman kuliah Hana. Mereka satu jurusan sekaligus satu kelas. Saat Seok Jin bertanya, Hana tidak menjawab apa-apa. Gadis itu hanya menyodorkan selembar kertas yang dibawanya. "Apa ini?" tanya Seok Jin santai.
Hana masih bersikukuh untuk diam. Hal ini membuat Seok jin meneliti sendiri kertas yang diberikan. Matanya terbelalak ketika melihat keterangan yang ada di genggaman tangannya. Bibir Seok Jin bergetar. Tubuhnya terasa lemas dan tak percaya. Apakah semua ini mungkin? Ah, mustahil. Ini pasti lelucon, batin Seok Jin.
"Apa mak—maksudnya ini?" tanya Seok Jin sedikit gagap. Walaupun sebenarnya tanpa bertanya pun ia sudah tahu.
"Tanpa aku jelaskan sebenarnya kau sudah tahu, kan? Sekarang kita bagaimana?" Ucap Hana.
"Kita? yang benar saja. Ini bukan urusanku. Lagipula aku melakukannya tanpa sengaja dan dalam keadaan mabuk. Jadi, jangan menyalahkanku," ucap Seok Jin tanpa rasa bersalah sedikitpun. Hana terkejut mendengar jawaban dari Seokjin. Dia tidak habis pikir ada orang seperti ini di dunia.
"Bukan urusanmu? Yak, tidak peduli kau dalam keadaan mabuk atau pun sadar tapi ini sudah terjadi dan aku mengandung bayimu. Aku tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab dengan semua ini," ucap Hana dirundung keresahan.
Ini semua berawal saat jurusan mereka mengadakan liburan di Pulau Nami dan menginap di sebuah komplek vila. Mereka semua berpesta dan bersenang-senang sampai pagi. Tentu saja minum-minum adalah hal yang wajar dilakukan oleh semua orang Korea. Ketika Hana sedang berjalan sendirian di sekitar vila. Tanpa sengaja dia bertemu dengan Seok Jin yang pada saat itu sedang mabuk berat. Pemuda itu berjalan sempoyongan sampai akhirnya tergeletak di sekitaran vila tempatnya menginap. Awalnya Hana berencana untuk membawa Seokjin kembali kamarnya tapi ia tak tahu dimana letak kamar pemuda ini. Mau tak mau, akhirnya gadis itu membawa Seokjin ke kamarnya sendiri.
Jika boleh jujur tentang perasaannya, Hana memang menyimpan rasa pada Seokjin sejak awal kuliah. Tapi dia memilih untuk memendam tanpa mau mengatakannya. Malam itu memang sangat sunyi. Hanya ada mereka berdua di sekitaran vila. Yang lainnya masih asyik berpesta. Entah setan apa yang masuk di dalam tubuh Seokjin. Pemuda itu mencium bibir Hana penuh nafsu dan terjadilah hal diluar kendali. Hana sudah berusaha mengelak dan melepaskan diri dari dekapan Seokjin namun sia-sia. Lagipula, Hana sangat mencintainya bahkan tergila-gila pada Seokjin jadi ada rasa setengah hati untuk melepaskan diri.
"Tanggung jawab katamu. Apa kau yakin dia anakku?" tanya Seokjin dengan wajah yang tak menyenangkan.
"Yak, Kim Seokjin, apa darah yang kau lihat di ranjang waktu itu bukanlah suatu bukti bahwa kau yang pertama buatku. Kau sendiri juga melihatnya!" teriak Hana. Seok terdiam, ia tak bisa lagi berkata-kata karena apa yang dikatakan Hana tentang darah itu memang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Look At Me (LIMERENCE - END) ✓
Fiksi PenggemarAmazing Cover by @lelesaurus "Seok Jin-ssi, aku hamil." Dia suamiku tapi tak pernah mencintaiku. Bagaimana bisa aku cinta padamu? Bagaimana bisa hal itu menyakitkan seperti ini? Tak pernah ingin siapapun disalahkan Dapatkah aku menyentuhmu jika ku...